Jakarta, Lontar.id – Kelangkaan pasokan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat, kembali terjadi lagi. Hal ini kontras dengan keberadaan perusahaan migas raksasa asal Inggris, British Petroleum (BP) yang sudah lama berdiri di Bintuni.
Kelangkaan ini terjadi, lantaran pengiriman pasokan BBM oleh pihak Pertamina Sorong, terkendala dokumen kapal Self Propelled Oil Barge (SPOB) yang tidak lengkap. Sehingga berimbas pada kebutuhan masyarakat terhadap suplai BBM untuk keperluan sehari-hari.
Seperti dilansir dari Kabarpapua.co, Sales Exekutive Retail III, Pertamina Sorong Arthur Kemal Pamungkas. Dia menjelaskan saat kapal pengangkut BBM bersandar di pelabuhan yang jaraknya hanya dua mil, namun harus kembali ke Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Sorong, lantaran kapal pengangkut tidak memiliki kelengkapan surat dokumen.
Baca juga: Dari Logam Hingga Migas: Ironi Negeri Penghasil Bahan Baku ‘Mutan Avengers’.
Menurut dia, keadaan itu akan kembali normal setelah setelah kapal akan berlayar ke Bintuni. Jarak TBBM Sorong ke Bintuni akan memakan waktu selama 3 hari perjalanan, mulai tanggal 21 hingga 23 Juni 2019 besok.
“Akhirnya kapal Self Propelled Oil Barge (SPOB) sudah berlayar menuju Teluk Bintuni ini harus kembali ke Sorong karena dokumen administrasi tak lengkap,” ujarnya Kamis (20/6/2019).
Rupanya, kelangkaan BBM di Teluk Bintuni tidak hanya pernah terjadi belakangan ini, namun pernah terjadi pada medio 2018 lalu. Dalam laporan media lokal Sorongraya.co, akibat dari kelangkaan minyak, banyak pengendara mengalami kesulitan mendapatkan BBM jenis premium dan solar.
Selain itu, aktivitas masyarakat seakan lumpuh karena ketergantungan terhadap pasokan BBM untuk kebutuhan transportasi dan kapal nelayan yang melaut mencari ikan.
Muksin, salah seorang nelayan menuturkan penyebab terjadinya kelangkaan BBM subsidi dan non-subsidi sudah jadi hal lumrah di Teluk Bintuni. Penyebabnya kata Muksin, adanya dugaan keterlibatan aparat oknum kepolisian yang membekingi para mafia.
Para mafia ini mendapatkan pasokan BBM kencing (ilegal), langsung dari kapal pengangkut dan mengamankannya menuju darat melalui pelabuhan tikus. Minyak tersebut nantinya akan dititipkan pada sejumlah agen, lalu dijual ke nelayan dan masyarakat dengan harga normal.
BBM kencing terbilang mudah di dapatkan dan murah dibeli. BBM kencing per 1 drum dengan isi 200 liter harganya berkisar Rp900 ribu sampai Rp1,3 juta. Sementara harga normal yang dibeli oleh nelayan untuk per 1 drum mencapai Rp1,6 juta hingga Rp1,7 juta.
Menyadari harga jenis BBM kencing lebih murah daripada harga normal, kata Muksin, banyak nelayan di Kampung Lama dan Kampung Nelayan Tahiti Bintuni, terpaksa beralih membeli BBM di dari penadah minyak kencing dari kapal perusahaan.
“Aparat saja sudah bermain begitu, masa kami hanya beli untuk pakai disusahkan? (sendiri), Apalagi semestinya bagi kami nelayan harus ada nilai beli harga subsidi. Kami beli harga minyak kencing dan minyak subsidi harga industri, pemainnya malah oknum aparat,” ujar Muksin
“Intinya masyarakat nelayan ini semua tau, harga minyak kencing itu lebih murah. Intinya ada dugaan aparat penegak hukum sudah bermain, oknum polisi itu semua orang tau,” akunnya
Kelangkaan BBM di Teluk Bintuni juga menjadi perhatian warganet, mereka mengeluhkan suplay BBM yang terlambat di masuk, sehingga menyebabkan kendaraan tak beroperasi seperti biasanya.
Seperti yang keluhkan oleh pemilik akun Facebook Ryo Ompu-Ompuno Amlaende, ia mempertanyakan langkah antisipatif apa yang akan dilakukan oleh Pemerintah Daerah Bintuni, dalam menghadapi kelangkaan BBM.
“Kira-apa langkah pemerintah daerah untuk mengatasi kelangkaan BBM di Kab. Teluk Bintuni,” ungkap Ryo Ompu-Ompuno Amlaende dalam statusnya di Group Facebook Kabar dari Teluk Bintuni (KADATE), Sabtu (22/6/2019).
Kejadian ini sangat kontras dengan keberadaan perusahaan migas asal Inggris, BP di Teluk Bintuni yang memproduksi migas terbesar di Indonesia.
Warga Bintuni seakan kekurangan BBM dilumbung sendiri, padahal perusahaan British Petroleum (BP) penghasil LNG yang sudah beroperasi sejak lama dan telah memasok migas untuk keperluan domestik hingga mancanegara. Namun di Bintuni justru mengalami kekurangan pasokan BBM untuk keperluan masyarakat.
Baca juga: British Petroleum Picu Meningkatnya Kekerasan di Teluk Bintuni
Sejak memasok LNG 2009 ke luar negeri, yang hingga hari ini sudah sebanyak 1000 kargo, BP Berau Ltd Bintuni telah mensuplai daya untuk jutaan rumah, fasilitas masyarakat dan bisnis di seluruh dunia. Namun di Indonesia pada 2017 lalu, British Petroleum hanya mengapalkan gas sebanyak 83 kargo untuk kebutuhan dalam negeri.
British Petroleum juga merambah usaha di bidang pengisian minyak dengan membuka Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Dengan menggandeng PT AKR Corporindo (AKRA), mereka berhasil membangun ritail SPBU pertama di Daerah Rawa Buntu, Tangerang Selatan dengan nama BP AKR Fuel Retail. SPBU di Jababeka Cikarang, SPBU di Cibubur dan SPBU di Bintaro.
Target pembangunan SPBU pada 2019 mencapai 20-25, sedangkan target untuk jangka panjang, direncanakan akan membangun SPBU mencapai 350 di seluruh Indonesia.
Di laman resmi British Petroleum menerangkan, SPBU BP AKR ini menyediakan tiga jenis premium, yakni BP90, BP92 dan BP95 dan bahan bakar diesel. Masing-masing mengandung formula teknologi aktive khusus yang mempu melindungi mesin mobil dari kotoran.
“Teknologi ACTIVE adalah nama yang kami berikan untuk formula khusus yang terkandung dalam semua bensin BP. Jutaan molekul aktifnya membantu melindungi mesin dari penumpukan kotoran dengan cara melekatkan diri pada permukaan logam mesin, sehingga membentuk lapisan pelindung yang membantu mencegah menempelnya kotoran,” seperti di kutip dari laman resmi BP.