Jakarta, Lontar.id – Semenjak videonya yang viral saat mengatakan kitab suci adalah teks fiksi di acara Indonesia Lawyers Club (ILC). Nama Rocky Gerung semakin dikenal. Dalam beberapa segmen, tidak jarang ILC kembali menghadirkannya. Seperti kemarin malam, di ILC, ia kembali memberikan pandangannya mengenai regulasi baru yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait debat capres 2019 pada 17 Januari mendatang.
Meski dihujat banyak masyarakat Indonesia, hal yang paling saya sukai dari sosok dosen filsafat ini, yakni sikap tegas dan kritisnya dalam memberikan pandangan. Ia berani mengeluarkan pandangannya yang logis di tengah masyarakat Indonesia yang agak susah diajak berpikir. Sebagai konsekuensinya, Rocky Gerung harus siap menerima caci-makian.
Selain berani berbicara pedas, laki-laki kelahiran Manado ini cukup sabar. Hanya manusia sabar yang mau dan rela menjelaskan suatu perkara di tengah publik yang tidak bisa membedakan cara menghapal nama-nama ikan dan cara menghitung soal-soal calon presiden.
Nah, kembali lagi ke topik awal tentang videonya yang mengkritik aturan teknik debat capres oleh KPU. Dalam video tersebut saya lagi-lagi menyukai cara dia beretorika. Ia mengingatkan saya dan barangkali secara tidak langsung mengajak masyarakat Indonesia untuk berpikir.
Setidaknya ada dua hal penting yang bisa kita bahas untuk melihat betapa papahnya cara berpikir orang-orang penting di pemerintahan Indonesia. Kedua hal itu dilihat dari kritikan Rocky Gerung terhadap KPU yang memutuskan memberikan bocoran pertanyaan kepada capres pada debat nanti.
Pertama, Rocky Gerung mengungkapkan bahwa keputusan KPU yang memberikan bocoran kepada capres agar tidak ada yang dipermalukan, sehingga debat bisa berjalan aman dan damai menurutnya sebuah pandangan yang keliru. Sebuah perdebatan dalam arena politik merupakan sesuatu yang biasa. Harus ada yang menang dan kalah, dengan kata lain akan ada yang dipermalukan.
Persitiwa mempermalukan itu menjadi sesuatu yang penting bagi masyarakat untuk memutuskan kepada siapa pilhannya akan dituju. Selain itu, bagi Rocky Gerung, yang namanya politik itu pasti ada pertentangan. Oleh sebab itu, biarkan pertentangan itu dimaknai biasa saja atau sebagai sesuatu yang lumrah dan pasti akan terjadi, sehingga tidak perlu diromantisir.
“Upaya untuk gimmick atau menyembunyikan sesuatu yang sudah jelas melalui memberikan suatu bocoran atau yang namanya kisi-kisi itu mempermalukan nalar publik.” ungkap Rocky saat mengisi acara di ILC pada Kamis, 9 Januari 2019.
Baca Juga: Sebelum Debat, Jokowi dan Prabowo Belajar Cara Berpolitik Dulu dari Nurhadi-Aldo
Kecelakan berpikir yang diungkap Rocky Gerung lainnya saat ia mengatakan dengan lantang bahwa kebiasaan-kebiasaan mendamaikan situasi perpolitikan itu semi-feodal.
“Kebiasaan untuk seolah-olah ingin mendamaikan potensi konflik itu kebiasaan buruk dari bangsa ini, itu semi-feodal. Biarian aja dia konflik, memang konfik itu harus ada supaya ada konsensus. Kalau nggak ada konflik ngapain ada konsensus. Jadi, kita ingin itu benar-benar jadi duel yang berdarah-darah supaya yang kalah nanti dia akan jadi dendam abis-abisan supaya bisa jadi oposisi yang bermutu. Itu maknanya mesti ada yang dikalahkan,” sambungnya.
Kedua, Rocky Gerung mengkritik tema pembahasan ILC yang berjudul “Menguji Netralitas KPU”. Baginya, netralitas itu tidak perlu diuji, yang seharusnya diuji adaah integritas. Sebab netral itu bukan berarti tidak memilih, berposisi netral sesungguhnya harus memiliki pilihan, akan tetapi pilihan yang diambil tanpa adanya intimidasi.
“Netralitas itu gak perlu diuji, sebab netralitas itu fungsi. Integritas yang perlu diuji. Sebab dari integritas melahirkan netralitas. Sama seperti pers, netral artinya cover both side, omong kosong. Tetap harus ada judulnya, cover both side itu tekhnisnya. Kalau KPU mau netral itu tidak didikte. Bukan berarti berdiri tengah, berdiri tengah bukan netral, tapi takut punya sikap. Netral artinya tidak didikte. Kalau KPU mengatakan saya melayani kepentingan nol 1 dan nol 2, Anda didikte lebih parah lagi oleh dua-duanya.”
Baca Juga: Debat Capres Rasa Tim Sukses
Bagi saya kehadiran Rocky Gerung di ILC tidak hanya membuka pandangan kita tentang posisi KPU dalam debat Capres. Bahwa sesungguhnya ruang debat harus benar-benar menjadi ruang untuk menguji habis-habisan capres di depan publik. Tapi juga mengingatkan kembali kepada kita untuk tetap berpikir atau setidaknya sadar, jika selama ini ternyata kita belum dapat berpikir.