Lontar.id – Sebanyak dua warga Kecamatan Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, meninggal dunia akibat banjir yang melanda daerah itu pada Rabu (29/1/2020) dinihari.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan (Kapusdatinkom) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Agus Wibowo, menjelaskan, banjir yang dipicu oleh intensitas hujan tinggi, dan merendam tujuh desa/kelurahan di Kecamatan Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Rabu (29/1) dini hari pukul 01.00 WIB.
Banjir dengan tinggi muka air sekitar 2-2,5 meter tersebut juga menyebabkan dua warga meninggal dunia, 22 luka-luka dan sebanyak 700 KK terdampak banjir.
“Adapun tujuh desa/kelurahan tersebut meliputi Desa Kampung Mudik, Desa Pasar Terandam, Desa Bungo Tanjung, Desa Kinali, Desa Ujung Batu, Kelurahan Batu Gerigis dan Kelurahan Padang Masiang,” jelasnya melalui pesan Whatsapp.
Hingga sejauh ini tim telah melakukan evakuasi para warga terdampak ke posko pengungsian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tapanuli Tengah dibantu unsur terkait seperti Dinas Sosial, Dinas Kesehatan dan Basarnas turun ke lapangan.
Agus menambahkan, untuk pembagian tugas dan fungsi selama tanggap darurat, BPBD Tapanuli Tengah telah mendirikan tenda pengungsian, Dinas Sosial telah membuka Dapur Umum.
“Dinas Kesehatan membuka posko kesehatan darurat dan memberi pertolongan pertama kepada korban luka dan Basarnas terus melakukan pencarian terhadap korban yang diduga hilang,” imbuhnya.
Sebelumnya Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah memberikan informasi prakiraan cuaca hujan lebat di Sumatera Utara dan Sumatera Barat untuk Selasa dan Rabu (28-29/1).
Melihat dengan hasil prakiraan cuaca dari BMKG tersebut, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebelumnya juga telah mengimbau kepada masyarakat khususnya di wilayah Sumatera Utara dan Sumatera Barat agar mempersiapkan diri dari adanya potensi ancaman bencana dengan melakukan upaya pencegahan.
Lebih lanjut, Pemerintah Daerah masing-masing wilayah juga dihimbau agar melaksanakan tujuh point rekomendasi dari Kementerian Dalam Negeri.
“Pertama, membentuk posko kesiapsiagaan pemerintah daerah dan melakukan pemantauan secara cermat terhadap informasi cuaca dan/atau peringatan dini dari BMKG, BNPB dan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi untuk mengetahui perkembangan situasi terkini,” bebernya.
Kedua, menyiagakan seluruh aparatur pemerintah daerah dan mengkoordinasikan dengan TNl, POLRI, instansi vertikal di daerah dan relawan siaga bencana serta unsur masyarakat lainnya;
“Ketiga, menyiapkan sarana dan prasararna yang diperlukan dalam rangka siaga banjir/longsor dan risiko akibat bencana lainnya,” urai Agus.
Keempat, mengalokasikan anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) yang cukup dan siap digunakan setiap saat rjalam keadaan darurat bencana;
Kelima, menyebarluaskan informasi potensi bencana kepada masyarakat setempat melalui berbagai saluran informasi seluas-luasnya;
Keenam, mengkoordinasikan proses kesiapsiagaan, penyelamatan dan evakuasi apabila terjadi kondisi darurat serta mengaktifkan rencana kontinjensi yang disusun jika terjadi tanggap darurat;
Ketujuh, untuk Gubernur, sesuai dengan Pasal 91 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, agar Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan kepada kabupaten/kota di wilayahnya terhadap pelaksanaan penanggulangan bencana serta melaporkan hasilnya kepada Menteri Dalam Negeri dan Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan.
Sementara Bupati/Waki Kota agar melaporkan hasil penanggulangan bencana di wilayahnya kepada Menteri melalui Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat.