Jakarta, Lontar.id – Isu referendum Papua Barat kembali menguat. Sebuah petisi yang menginginkan Papua berpisah dari Indonesia diklaim telah setujui oleh 1,8 juta warga Papua.
Petisi pun katanya telah diserahkan Benny Wenda selaku pemimpin Gerakan Pembebasan Papua Barat (ULMWP) kepada Direktur Hak Asasi Manusia PBB, Michelle Bachelet. Pengakuannya kepada PBB, Benny menuturkan, dua pertiga dari 2,5 juta warga Papua Barat ikut mendukung petisi tersebut.
Seperti dilansir dari dw.com, Benny Wenda menuntut kemerdekaan Papua. Alasannya, warga tak mendapatkan hak kemerdekaan selama bernaung di bawah NKRI. Apalagi, warga tidak mendapatkan hak menyampaikan aspirasi dan berberserikat, sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28.
Persoalan HAM juga menjadi isu Benny. Dia mengklaim, banyak warga Papua meninggal karena adanya pelanggaran HAM. Dan, tak sedikit yang lari ke hutan karena operasi yang dilakukan TNI dan Polri. “Hari ini (Jumat, 25 Januari 2019) adalah hari bersejarah buat saya dan rakyat Papua,” ujar Denny Wenda yang mengaku telah menyerahkan tanda tangan petisi ke PBB.
Pertemuan Benny dengan delegasi Papua dianggap tidak resmi. Pasalnya dia menyusup bersama rombongan kehormatan delegasi negara Vanuata ke Kantor KTHAM PPB. Pertemuan itu pun sesungguhnya membahas pelaksanaan University Periodic Review (UPR) HAM Vanuata. Tak ada hubungan sama sekali dengan petisi dan isu Benny yang menyudutkan pemerintah Indonesia.
Karenanya, Indonesia memberi respons. Melalui Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, menilai gerakan Benny sebagai tindakan separatis yang hendak melakukan makar.
Makanya dia percaya, PBB tidak akan ikut campur menangani wilayah kedaulatan Indonesia, meskipun Denny Wenda telah menyerahkan petisi dukungan, untuk membebaskan diri dengan meminta PBB memediasi agar dilakukan refendum.
“Saya kira dia (PBB) tidak akan memberikan rekomendasi, karena intensi awalnya sudah not good intention. Karena sudah memiliki bad intention, pasti dia tidak akan mau,” ujarnya dilansir kompas.com.
Penulis: Ruslan