Alat bukti rekaman Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang digunakan untuk menjerat Lucas kian dipertanyakan. Saksi ahli digital dan audio forensik menilai alat bukti rawan dimanipulasi.
Jakarta, Lontar.id – erdakwa perkara dugaan perintangan terhadap penyidikan, Lucas kembali menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (7/2/2019). Kuasa hukum Lucas menghadirkan saksi ahli digital dan audio forensik, Ruby Alamsyah.
Keterangan yang disampaikan Ruby, seolah meruntuhkan semua keterangan ahli akustik KPK dan barang bukti yang diajukan KPK di persidangan. Di hadapan majelis hakim, Ruby menjelaskan, di dunia internasional analisis suara yang disimpan dalam format digital lebih akurat dianalisis melalui forensik digital yang menaungi forensik audio dengan software-software digital yang telah teruji.
Hal sebaliknya, justru dilakukan KPK. Jasa ahli akustik yang digunakan membuat kedudukan alat bukti rekaman itu melemah. Lantaran ilmu akustik tidak dikenal dalam ilmu forensik suara (audio). “Selama ini dalam proses penegakan hukum baik di Polri atau di Kejaksaan lebih menggunakan forensik audio atau forensik digital,” katanya.
Menurut Ruby, metode Itakuro Saito Distance yang digunakan oleh ahli akustik KPK tidak dikenal sebagai teori atau metode dalam forensik audio atau forensik digital. Ia juga menambahkan, dalam melakukan analisis suara pada forensik audio sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) mesti menganalisis dua buah file rekaman suara yang disadap (unknow announcer) dan file rekaman suara yang diambil langsung dari orangnya (know announcer). “Rekaman itu mesti minimal 20 suku kata dan suku katanya masing-masing sama,” jelas Ruby.
Hal ini berbeda dengan yang dilakukan ahli akustik KPK di persidangan yang hanya menganalisis 15 suku kata dan itu pun suku kata yang berbeda. Ruby menjelaskan, dalam proses digital forensik sesuai SOP ada empat tahapan secara kumulatif wajib dilakukan, yaitu tahap Collecting-Examination-Analysis-Report. “Ketiadaan salah satu dari proses ini termasuk tidak adanya laporan yang dibuat oleh si penganalisis mengakibatkan hasilnya tidak bisa dipertanggungjawabkan secara profesional sebagai ahli,” jelas Ruby.
Ia menyebut, dalam teknologi digital semua hal termasuk suara yang tersimpan di dalam device digital semua bisa dimodifikasi frekuensi Pitch, Formant hingga Spectogram. “Bahkan suara presiden Obama dan Putin pun bisa dimanipulasi oleh orang lain seolah-olah yang berbicara adalah Obama asli,” ujar Ruby.
Disamping itu, lanjut dia, barang bukti digital yang telah diforensik oleh penyidik mesti divalidasi lagi kembali nilai HESH (DNA suara) oleh ahli untuk memastikan keaslian sampel suara barang bukti.
Sementara itu, Kuasa hukum terdakwa, Irwan Muin mengatakan, seluruh keterangan saksi membantah fakta di persidangan sebelumnya sebab ahli akuistik KPK hanya menerima data digital rekaman suara tanpa melakukan validasi keaslian HESH sampel suara.
Disamping itu proses pemotongan sampel-sampel suara secara digital yang dilakukan oleh KPK tidak dibuatkan laporan secara tertulis sehingga tidak diketahui siapa pejabat di KPK yang melakukan proses forensik tersebut. “Ahli juga menyebut bahwa secara profesional keahlian hasilnya tidak sah dan tidak bisa diajukan sebagai barang bukti dalam proses peradilan, serta akibatnya tidak bisa dipertanggungjawabkan secara profesional,” katanya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan ahli foreksik akustik dari Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, Dhany Arifianto. Dalam kesaksiannya ahli KPK menjelaskan teori dan metode Itakuro Saito Distance dalam mengukur kemiripan dua sampel suara.
Saksi Ahli KPK Dhany Arifianto mengakui bahwa suara rawan dimanipulasi dan ahli tidak bisa memastikan siapa pemilik suara terhadap data rekaman suara yang diberikan KPK kepada ahli.
Kasus ini sendiri, KPK menetapkan Lucas sebagai terdakwa. Lucas dinilai membantu Eddy kembali luar negeri. Padahal posisi Eddy telah menjadi tersangka dugaan suap panitera PN Jakarta Pusat, Edy Nasution terkait pengurusan sejumlah perkara beberapa perusahaan di bawah Lippo Group. Hingga kasus ini bergulir di pengadilan pernyataan saksi justru membuat posisi Lucas menjadi bias. Tak ada bukti kuat yang mempertegas Lucas terlibat dalam kasus tersebut.