Ancaman Rusia kepada Amerika Serikat tidak main-main. Presiden Rusia, Vladimir Putin tak segan membalas Amerika Serikat dengan membidiknya menggunakan peluru kendali berkekuatan nuklir.
Lontar.id – Kecaman dan ancaman Putin bukannya tak beralasan. Dia menilai Amerika sudah keterlaluan dengan memasang pada posisi siaga Peluru Kendali Nuklir Jarak Menengah (INF) di negara Eropa.
Di hadapan pejabat Rusia, Putin juga mencoba bersikap bijak. Langkah dan upaya yang dilakukan telah dipertimbangkan dengan baik. Termasuk sikapnya yang juga akan menyiagakan peluru kendali berkekuatan nuklir.
Memang perjanjian mengenai pengendalian peluru kendali jarak menengah Perang Dingin tak lagi diakui. Namun Putin berharap Amerika Serikat tetap mempertimbangkan stabilitas keamanan internasional. Bermain-main dengan senjata nuklir itu sama saja dengan memantik perang dunia.
Baca Juga: Ratusan Ribu Demonstran Bela Politisi dan Aktivis Separatis Catalonia
“Itu adalah hak mereka (AS) untuk melakukan apa yang mereka inginkan. Tetapi, apakah mereka menghitung (risikonya)? Saya yakin mereka juga bisa memperhitungkan kecepatan dan jarak tempuh senjata yang kami (Rusia) kembangkan,” kata Putin pada Kamis (21/2/2019) seperti dikutip Reuters sebagaimana diberitakan CNN.
Bagi Putin, Rusia tak ingin lagi menunjukkan sikap pasif. Pihaknya pun merespons sikap AS dengan turut mengembangkan senjata baru. Kata dia, sebuah senjata mutakhir dengan jarak bidik hingga sampai di negara lain akan disiapkan. “Rusia akan terus didorong mengembangkan dan menggunakan jenis-jenis senjata yang dapat digunakan mencapai wilayah ancaman berasal dan juga wilayah asalpara pemegang keputusan yang memerintahkan ancaman tersebut,” ujar Putin.
Keinginan mengembangkan senjata canggih, dinilai Putin menjadi alasan mundurnya AS dari Perjanjian Rudal Nuklir Jarak Menengah (Intermediate-Range Nuclear Force). Makanya Putin juga menyerukan untuk melakukan hal serupa.
Sejumlah pihak menganggap keluarnya AS dan Rusia dari INF menandakan era perlombaan senjata baru. INF sendiri disepakati pada 1987 lalu oleh Presiden AS Ronald Reagan dan Pemimpin Uni Soviet, Mikhail Gorbachev, demi membendung Perang Dingin.
Baca Juga: Abu Sayyaf Sandera Dua Orang Wakatobi