Jakarta,Lontar.id – Satelit Nusantara Satu dengan teknologi High Throughput Satelit (HTS) pertama di Indonesia, telah berhasil diluncurkan ke orbit luar angkasa. Satelit Nusantara Satu diorbitkan melalui Roket SpaceX Falcon 9 di Florida, Amerika Serikat.
Perusahaan telekomunikasi berbasis satelit PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) ini, memiliki bandwidth sebesar 15 Gbps. Selain itu, diklaim mampu memperluas akses internet hingga ke seluruh pelosok Indonesia.
Praktisi Teknologi Informasi, Nurkholish Halim mengatakan, kapasitas bandwidth Satelit Nusantara Satu yang menyediakan 15 Gbps per detik, hanya mampu menjangkau 15.360 orang pengguna dalam waktu bersamaan. Jika satu orang pengguna memerlukan kecepatan internet 1 Mbps per detik atau 0.125 Mbps.
Dia menyebut kapasitas sebesar 15 Gbps belum cukup memenuhi kebutuhan penggunaan internet masyarakat perkotaan atau di provinsi dengan jumlah penduduk yang banyak. Alasannya, di perkotaan, kebutuhan masyarakat mengakses internet setiap waktu jauh lebih besar jumlahnya.
“Ini relatif cukup untuk menjangkau desa-desa kecil, tidak dengan kota-kota besar,” ujar Nurkholis Halim pada Lontar.id, Sabtu (23/2/2019).
Diketahui, teknologi HTS memiliki kapasitas bandhwidth yang lebih besar untuk memberikan layanan akses internet broadband ke seluruh Indonesia. Satelit yang dikelolah perusahaan swasta PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN), tentu tidaklah sertamerta penggunaannya secara gratis.
Baca Juga: Indonesia Akan Luncurkan Satelit Nusantara Satu Berteknologi HTS
Nurkholish Halim mengatakan, masyarakat dapat saja mengaksesnya secara gratis, jika pemerintah mau menyalurkan dana subsidi, bekerjasama dengan perusahaan swasta tersebut.
“Namun untuk menjadi gratis, tentunya ini mesti disubsidi pemerintah. Mengingat, satelit ini diselenggarakan oleh pihak swasta, bukan BUMN,” terangnya.
Di sinilah menurut Nurkholish Halim pentingnya peran legislator membuat aturan terkait kebijakan subsidi. Karena ke depannya, teknologi semakin maju, akses informasi begitu cepat, dan kebutuhan masyarakat semakin meningkat. Apalagi Indonesia sedang memasuki ekonomi digital, di mana lewat aplikasi, semua proses transaksi bisa dilakukan.
Tentu yang dapat mendorong terbentuknya kebijakan subsidi melalui regulasi adalah para legislator yang paham tentang pentingnya ekonomi digital. Karena selama ini, legislator hanya cenderung menjadikannya sebagai jualan politik saat musim kampanye.
“Peran para legislatif ke depannya yang harus mendorong kebijakan subsidi ini (karena regulasinya belum ada). Dan legislatif yang mampu mendorong kebijakan ini, hanya bisa terlaksana ketika rakyat telah sadar akan pentingnya ekonomi digital dan memprioritaskan memilih para calon legislatif yang mampu dan berkompeten dalam merumuskan satu regulasi yang benar-benar pro ekonomi digital,” jelasnya.
“Namun ini perlu diapreasiasi, karena sejauh ini belum ada satelit Indonesia jenis broadband, dan Nusantara Satu ini tergolong pertama. Satu inovasi dan langkah besar untuk memotivasi perusahaan swasta lainnya dalam pemerataan internet di indonesia,” tandasnya.