Lontar.id – Sepeninggalan Presiden Suriah, Hafiz Al-Assad pada tahun 2000 silam. Dia lalu digantikan oleh putranya Bashar Al-Assad, yang melanjutkan singganan kekuasaannya sampai hari ini. Presiden Hafiz Al- Assad telah menjabat sebagai Presiden Suriah selama tiga periode berturut-turut, mulai Februari 1971 hingga 2000.
Hafiz Al-Assad juga merupakan salah satu pencetus Partai Ba’ats, lewat partai tersebut Hafiz pernah memegang posisi strategis sebagai Menteri Pertahanan. Menyusul kemudian kudeta di Suriah pada medio 1966 dan akhirnya pada 1971, ia dilantik sebagai presiden.
Konflik Suriah mulai meletus di masa pemerintahan Bashar Al-Assad pada tahun 2011 lalu. Demonstrasi warga sipil pro-demokrasi mulai bermunculan, menandai awal mula terjadinya perang sipil yang berkecamuk, hingga melibatkan negara-negara Adidaya seperti Amerika Serikat, Rusia, Iran, Arab Saudi.
Presiden Bassar Al-Assad merespon kelompok demonstran dengan melibatkan kekuatan militer, membungkam mereka yang berani kritik. Kejadian tersebut tidak menyulutkan semangat warga, bahkan jadi pemantik munculnya demonstrasi secara nasional dan menyerukan agar Bassar Al-Assad mengundurkan diri sebagai presiden.
Demonstrasi warga sipil pro-demokrasi semakin meluas dan rezim Bassar Al-Assad mengambil tindakan represif. Hal ini jadi musabab, pihak oposisi penentang rezim mulai mengangkat senjata dan melakukan perlawanan.
Pasukan keamanan pemerintah yang ditempatkan untuk menjaga stabilitas wilayah, mulai diusir oposisi menggunakan senjata. Juga mereka membentuk ratusan kelompok pemberontak melawan pasukan pemerintah dan perang saudara pun tak terhindarkan.
Munculnya kelompok jihadis, menambah daftar panjang perang saudara di Suriah. Kelompok oposisi yang diasosiasikan sebagai kelompok pemberontak, seperti Hayat Tharir Al-Sham yang berafiliasi dengan kelompok Al-Nusra dan memiliki hubungan dengan kelompok Al-Qaeda.
Kelompok lainnya seperti ISIS, di mana Abu Bakr Al-Baghdadi sebagai pemimpin tertingginnya, telah mengumumkan mendirikan Negara Islam. Kelompok Negara Islam Jihadis Irak sebelum nama ISIS, ini melakukan perlawanan sengit dengan pasukan pemerintah dan menguasai sebagian wilayah Suriah.
Perang saudara ini telah menghancurkan berbagai fasilitas umum, pemukiman penduduk hancur porak-poranda akibat muntahan peluru senjata, peluncuran rudal hingga letusan bom di mana-mana. Jutaan pengungsi telah melarikan diri dari rumahnya, mencari suka di negara-negara tetangga dan Eropa hingga korban yang tewas terus berjatuhan.
Pasukan keamanan pemerintah, mendapatkan pasokan bantuan militer dari Rusia dan Iran yang merupakan sekutu strategis Suriah. Sementara kelompok pemberontak penggulingan Bashar Al-Assad, didukung penuh oleh Amerika Serikat, Turki, Arab Saudi.
Rudal berjatuhan di negeri Suriah, yang ditembakkan dari udara dan laut menyasar kelompok milisi dan gudang senjata ISIS, pemberontak dan pasukan pemerintah. Meskipun, mereka berdalih serangan tersebut ditujukan pada kelompok pemberontak ISIS, namun korban tewas dari masyarakat sipil akibat bom terus berjatuhan. Serangan dari Rusia, menguntungkan bagi Presiden Bashar Al-Assad, karena mengusir kelompok pemberontak yang telah menguasai sebagian wilayah.
Bantuan dari Negara Syiah Iran, telah memberikan kontribusi besar bagi Suriah. Iran diyakini telah memberikan senjata, penasihat militer dan menggelontorkan uang miliaran dolar setiap tahunnya, untuk memberikan dukungan pada pemerintah Bashar Al-Assad. Selain itu, Suriah jadi titik transit utama pengiriman peralatan senjata ke gerakan Islam Syiah, Hizbullah di Lebanon. Sementara Amerika Serikat dan sekutunya, menyuplai senjata ke kelompok-kelompok pemberontak.
Kepentingan negara Adidaya mengintervensi perang saudara di Suriah, karena negara ini dianggap sebagai salah satu negara sekutu yang bisa menguntungkan bagi kepentingan nasional negaranya.
Pertemuan Bashar Al-Assad dengan Ayatollah Khomenei
Sejak perang saudara berkecamuk di Suriah, Presiden Bashar Al-Assad telah dua kali mengunjungi Rusia dan bertemu dengan Vladimir Putin. Poin pembicaraannya terkait dengan bantuan keamanan negara beruang merah, memperkuat posisi Bashar Al-Assad dari kelompok pemberontak.
Perjalanan selanjutnya, Bashar Al-Assad mengunjungi Negara Islam Iran dan bertemu dengan pemimpin tertinggi Iran Sayyid Ayatollah Ruhollah Khomeini dan Presiden Iran Hassan Rouhani pada 25 Februari 2019.
Situs resmi kantor berita Negara Islam Iran, Islamic Republik News Agensi (IRNA) melaporkan, bahwa pertemuan dengan pejabat tinggi Iran itu adalah yang pertama kali dilakukan sepanjang perang saudara terjadi.
Bashar Al-Assad dalam lawatannya, memberikan apresiasi dan ucapan terima kasih pada Iran atas bantuannya selama ini. Bantuan tersebut memperkokoh posisi Bashar Al-Assad sebagai presiden dan membalikkan keadaan yang menguntungkan bagi Suriah. Iran, selain memasok persenjataan, juga mengirimkan para pejuang untuk bertempur bersama pasukan pemerintah.
“Republik Islam Iran akan berdiri disamping Negara Suriah, karena mengetahui bantuan negara ini (Iran) untuk gerakan perlawanan dan bangga didalamnya dari kedalaman hati,” kata Ayatollah Khomenei
Bashar Al-Assad menyebut, bantuan Iran selama ini telah ikut berkontribusi memperkuat posisi Bashar Al-Assad.
“Republik Iran berdiri di samping kami dengan berkorban,” terang Bashar Al-Assad.