Hari ulang tahun ke-86 Persib Bandung sebaiknya menjadi momen introspeksi dan membenahi seluruh isi skuat. Banyak yang rindu Persib jadi macan di Liga 1, di Indonesia.
Jakarta, Lontar.id – Sudah tahun 2019, dan dua hari yang lalu Persib Bandung merayakan ulang tahunnya. Momentum itu dirayakan dengan gegap gempita, sembari memanjatkan doa bagi klub kebangaan kota Bandung itu.
Banyak yang cinta dengan Persib. Banyak sekali. Jika seluruhnya mengangkat tangan dan berdoa agar Persib akan baik-baik saja ke depannya, mungkin saja doanya akan terkabul, bisa sesuai keinginan pendoa, bisa sesuai keinginan yang mengabulkan.
Terpenting, didoakan saja dulu. Pengabulan atau tidak, itu urusan belakangan. Toh, Imam Al Ghazali berpesan agar berdoa itu sebaiknya meluruhkan ego-ego untuk dikabulkan lebih cepat dan kesan memaksa Tuhan.
Di Liga Indonesia tidak ada yang meragukan kualitas Pangeran Biru. Permainannya dan semangat juang seluruh pemain Persib, patut diacungi jempol. Mereka punya trofi.
Namun, kenyataan yang sekarang, malah lain. Kejayaannya pelan-pelan dikikis oleh sikap-sikap arogan beberapa suporternya. Padahal, semakin tua sebuah klub, semakin banyak mengecek kesalahan diri lah pendukungnya.
Apa yang bisa dibanggakan dari kejayaan, namun merontokkan orang-orang lain yang tak sepaham dengan kemauan kita? Pemukulan Milan Radovic kemarin jadi sebuah simbol, kalau Persib sedang tidak baik-baik saja.
Tidak baik dalam artian adalah, kok kalah melulu, sih? Ada apa? Kita barangkali kurang komunikatif dalam meminta bantuan dengan orang-orang yang mengerti Persib luar dalam.
Dari dalam, saluran suara untuk keluar semacam ada yang tertutupi. Seperti ada yang tersumbat. Pelatih atau mungkin manajemen kurang berbicara dengan suporter soal kondisi tim saat ini. Makanya bentrok.
Begitu juga dengan suporter yang mungkin saja kurang banyak komunikasi ke dalam klub, ke manajemen dan pelatih. Akhirnya, insiden memalukan pun terjadi. Semua bagian penting dalam tubuh klub, jangan ada yang merasa lebih besar.
Persib sudah tersingkir dari Piala Presiden. Isu Milan Radovic akan hengkang juga santer terdengar. Penggantinya juga sudah santer diberitakan. Semuanya masih desas-desus.\
Jelas mau diganti, apalagi usai penyerangan seorang suporter padanya. Radovic juga dinilai tak mampu mengampu Persib. Permainan Persib dinilai sangat amat tidak layak untuk bersaing dalam perburuan gelar Liga 1 2019 mendatang.
Semua orang bisa menyimpulkan, kalau Piala Presiden adalah turnamen yang tidak begitu penting, namun tahukah Anda kalau ada klub yang menganggapnya sama-sama penting dengan Liga 1?
Soal siapa pengganti Radovic, yang paling ramai diberitakan adalah mantan pelatih PSM Makassar, Robert Rene Alberts. Barangkali itu adalah doa dan harapan Persib untuk tahun ini. Mungkin saja.
Robert itu sudah punya DNA juara. Ia pandai meracik skuat dan memilih pemain untuk mengisi pos-pos tertentu dalam tim. Lihat saja hasilnya di PSM, ia membawa Pluim dan Klok, dua sosok yang tak bisa dilepaskan dari perkasa PSM saat ini.
Mungkin saja ada juga yang berdoa sekarang, pada ulang tahun Persib, bahwa jika ingin lebih berjaya dan menambah deretan gelar dalam lemari Maung Bandung, mereka harus mengambil dua pemain PSM di atas.
Mungkinkah? Mungkin saja, selama mereka punya stok dana yang cukup untuk mengaktifkan klausus pembelian dua pemain tersebut.
Toh, Persib kemarin banyak merekrut pemain yang mahal dan punya nama besar. Bisa saja untuk menambah kekuatan tim, mereka bisa mempercepat transfer Pluim dan Klok. Kapan datangnya? Ya tergantung.
Apakah doa pada ulang tahun Persib juga datang dari suporter lain, klub lain? Aku meyakini, kalau memang iya. Persib tidak dimiliki oleh kalangan orang Bandung atau Jawa Barat saja. Ia milik banyak orang di Tanah Air ini.
Diam-diam, ada yang mungkin berdoa dan berharap. Mereka ingin kalau Persib punya taring lagi, biar atmosfer Liga 1 semakin menarik dan seru.
Bagaimana caranya menjamkan taringnya? Ya, komunikasi yang baik mulai dari segala arah. Persib itu lebih dari sekadar klub saja. Tak ada salahnya memandangnya bukan dari skuat saja, melainkan sisi emosional yang terus menghangat yang dimulai dari bangku penonton.
Banyak yang berharap untuk suporter Persib, agar tetap bersuara lantang. Dan yang paling penting, Bobotoh mulai mengendurkan urat ototnya dan mulai memakai merentangkan pelukan untuk menyayangi satu sama lain.
Sebab tak ada orang yang suka pada kekerasan. Ekosistem sepak bola Indonesia harus dirawat dengan cinta dan damai. Saling serang koreo dan chant, biarlah terjadi dalam lapangan. Di luar, biarkan para suporter yang muda meminum kopi bersama suporter klub rivalnya. Siapapun.