Ada banyak tempat bagi para lelaki di Jakarta untuk sekadar melepas dahaga seksual pada lawan jenis. Salah satunya di Apartemen Kalibata City saat malam hari.
Jakarta, Lontar.id – Dari malam ke pagi, para Pekerja Seks Komersial (PSK) seakan tak berhenti menjajakan dirinya. Ada banyak lokasi di Jakarta yang mudah terdeteksi hanya dengan aplikasi messenger. Contohnya, saat tim Lontar.id mengaktifkan aplikasi pertemanan WeChat pertengahan Februari 2019 lalu di apartemen Kalibata City (Kalcit), Jakarta Selatan. Pesan siar mereka langsung tersebar. Tawaran Open BO atau Booking Out/Order langsung menyasar.
Mereka punya slot. Mayoritas dari mereka, punya lima kesempatan per hari. Maksudnya, lima kali “main”. Rata-rata harga yang dipatoknya beragam.
Baca Juga: Membaca Assikalaibineng, Kitab Persetubuhan Bugis
Malam harinya, Tim mencoba untuk menghubungi mereka dan coba menerka, harga terendah dari sekali servis mereka dalam kamar. Penawaran pertama yang disodorkan yakni Rp1,5 juta.
Harga yang cukup besar bagi para pemuda biasa.
“Ini mah udah kecil, Kak. Ini sudah full servis,” begitu isi pesannya, saat sudah ditawar, saat tim bilang kalau itu kemahalan.
Akhirnya, tim terus-menerus membujuknya sampai dapat titik terendah. Tentu saja dengan berdiskusi dengan orang-orang yang tinggal di sekitar, atau yang sering mengunjungi Kalcit untuk sekadar kongko, atau ikut bertualang asmara semalam.
“Rp300 ribu paling rendah, kawan.”
Seorang sumber yang sering memakai jasa para perempuan tunasusila menjelaskan hal itu pada tim. Hanya itu. Ia tidak menjelaskan lebih lanjut soal aturan main saat sudah sepakat soal harga.
Baca Juga: Pengalaman Saya Mendapatkan Pelecehan Seksual di Tanah Suci
Tim akhirnya mendapat data awal dan langsung mencoba untuk mengecek kebenaran informasi. Benar saja, tak butuh waktu lama untuk negosiasi harga. Namanya inisial D, ia bilang malam itu tim menjadi pelanggan terakhir.
Dari BeeTalk, WeChat, Hingga MiChat
Pola transaksi di Kalcit juga terus berubah seiring terungkapnya praktik prostitusi di sana. Jika sebelumnya para Muncikari dan PSK menggunakan aplikasi messenger BeeTalk dan WeChat, maka kini aplikasi MiChat jadi pelarian selanjutnya. Sebab, rentetan razia dan pengungkapan prostitusi di apartemen Kalcit sudah ‘terbaca’ lewat apllikasi Beetalk dan WeChat.
Itu berdasarkan cerita dari beberapa PSK, termasuk D. Saat tim mengaktifkan aplikasi MiChat, banyak sekali penawaran yang masuk. Sekiranya ada tujuh perempuan dengan nama yang kebarat-baratan.
Baca Juga: Kitab Centhini dalam Falsafah Persetubuhan
Isi pesannya yang masuk melalui MiChat tak ditulis kata per kata. Melainkan sudah dipersiapkan. Buktinya, tak butuh waktu lama mereka menyodorkan penawaran pada tim yang sengaja membuat satu akun khusus MiChat.
Ada yang langsung menawarkan, ada juga yang menebar kode di statusnya. Semuanya sama. Harga yang mereka lempar dipatok Rp1,5 juta. Kelebihannya, ia siap berada menemani selama 6 jam.
“Short time.”
Begitu pesan yang seragam dilemparkan para PSK itu. Selain durasi yang pendek. Aturan main yang harus ditaati adalah tak boleh “main” belakang.
Baca Juga: Kalender Seksual dalam Serat Centhini
Selain itu, dunia prostitusi daring ini juga tak selamanya menawarkan keaslian. Ada pula orang-orang yang tak bertanggungjawab memakai foto orang lain untuk meraup keuntungan.
Saat itu, sebuah pesan masuk. Namanya C, inisial. Ia langsung menawarkan dirinya. Parasnya manis, kulitnya putih bengkoang. Harganya di bawah standar penawaran.
“Rp300 boleh, kak. Tapi ditransfer dulu.”
Ada kejanggalan. Alasannya, saat tim menyuruhnya untuk segera bertemu, ia beralasan kalau ia sedang di hotel. “Saya masih di hotel, bentar lagi balik. Sekisar 30 menit lah kak.”
Untuk meyakinkan tim, ia mengirimkan video dirinya di sebuah kamar kecil dengan nuansa yang tenteram dan nyaman. Cat kamarnya berwarna krem, dan handuk putih masih tampak terlipat utuh di mulut ranjang. Sinar matahari masuk dalam kamar itu, padahal tim memesan jasanya saat malam hari.
Baca Juga: Cinta Adam dan Hawa di Panggung Teater
Telanjur menaruh curiga, tim mengimbau C untuk segera pulang dan akan berjanji menunggu. Saat tim bersikeras untuk menanti, ia tak mau dan mengabaikan pesan yang dikirim padanya.
“Ya udah kalau tak mau kak.”
Beragam Tower Jadi Lokasi Pertemuan
Dari enam penawaran itu, selama beberapa jam, tak ada yang ingin menurunkan harga servis mereka hingga Rp300 ribu. Paling banter, ia kukuh pada harga Rp500 ribu.
Akhirnya, dalam daftar pesan yang bersusun di aplikasi itu. Hanya D yang mau bercinta dengan harga Rp300 ribu. Tim bertanya apakah durasinya pendek? D menjawab, “iya.”
Tak berselang lama, kami akhirnya berjanji untuk bertemu di area perosotan, di tower Flamboyan, Kalibata City. Tak hanya tower Flamboyan, banyak tower lainnya dapat dimanfaatkan sebagai lokasi pertemuan. Tergantung lokasi dan kamar yang akan jadi tempat pelayanan
“Saya turun sekarang ya kak. Kakak baju apa kalau boleh tahu? Biar sebentar, saya bisa lihat dan chat kakak.”
D turun dengan celana pendek. Rambutnya dipirang blondie dan mengembang. Ia belah samping. Senyumnya merekah. Ia benar-benar sensual, baik di foto maupun saat bersemuka dengan tim. “Mari masuk.”
Jalannya benar-benar aduhai. Lenggak-lenggok seperti sedang memamerkan busana di catwalk. Baik saat menghadap depan dan belakang, auranya keluar. Satpam yang menjaga berkali-kali memerhatikannya menjauh kemudian masuk ke pintu tower Flamboyan.
“KTP-nya titip di satpam, Kak.”
Tim yang mengikuti D, mengamini permintaannya. Sebelum masuk dan memadu kasih bersama D, tim harus mengisi buku tamu terlebih dahulu. Buku tamu itu tebal dan sudah banyak terisi nama-nama dan tanda tangan.
Dalam pelbagai berita yang berseliwer di mesin pencari, sudah berulang kali pemerintah kota dan kepolisian menginspeksi Kalibata City. Hasilnya, pemerintah tak bisa menghentikan laju bisnis esek-esek terselubung di sana.
Malahan, sosial media tempat lelaki hidung belang dan PSK yang ingin bertransaksi memadu kasih ini, sudah beberapa kali diputus. Namun, pengguna tampaknya lebih cerdas daripada yang menutup aksesnya. Dengan mudahnya, mereka hijrah ke aplikasi lain, jika satu aplikasi lainnya sudah tidak aman.
Instruksi Anies Tak Berbekas
Pasca praktik prostitusi anak di bawah umur dibongkar petugas di apartemen Kalcit, Rabu (8/8/2018) lalu, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan ikut merespons. Anies tak ingin citra apartemen kalcit sebagai tempat praktik prostitusi terus hidup.
“Pengelola Kalibata City harus bertanggung jawab mengembalikan kawasan ini dari tempat yang ditengarai dan dicitrakan melakukan pembiaran terhadap praktik prostitusi, menjadi kawasan yang bersih dan terhormat lagi,” tulis potongan pernyataan Anies di status instagramnya (@aniesbaswedan), Selasa (18/9/2018) lalu.
Pemprov DKI kata Anies, memperhatikan masalah di apartemen Kalcit dengan serius dan menginstruksikan kepada seluruh pengelola hunian vertikal di Jakarta agar tak membiarkan praktik perdagangan manusia dan prostitusi terjadi di lingkungannya.
“Saya sampaikan, pengelola hunian vertikal jangan sampai berseberangan dengan pemerintah dalam hal ini, tapi harus berada di sisi yang sama. Tugas Pemprov mendisiplinkan pengelola yang tidak sejalan.”
Instruksi Anies agar para penghuni, hingga RT/RW, Lurah, Camat, Pemkot sampai jajaran Pemrov DKI ikut terlibat dalam pencegahan kini tak berbekas. Praktik prostitusi di apartemen Kalcit tak pernah mati.
“Salah satu prinsip pencegahan: wajah dan nama “tamu” akan difoto-dicatat dan tentu saja bisa diumumkan pada publik,” terang Anies pada kalimat akhir imbauannya.
Pengungkapan kasus dan razia yang kerap dilakukan tak mampu membatasi celah prostitusi. Pola transaksi yang dilakukan para PSK dan Muncikari terus berevolusi. Sementara pencegahan dan instruksi yang diberikan kini tak lagi terdengar gaungnya.
Tim Redaksi Lontar.id