Jakarta, Lontar.id – Isu PSM Makassar akan pindah stadion pada 2020 mendatang, semakin besar gaungnya. Bukan apanya, ini persoalan semangat dan dukungan anak Makassar, yang tidak tahu akan diarahkan ke mana jika PSM pindah kandang.
PSM pindah kandang, bagi sebagian orang, isu ini cukup menyesakkan dada. Banyak orang yang hiburannya menonton PSM, harus dipenggal nafsunya, karena mau tidak mau, suka tidak suka, PSM haruslah pindah.
Alasannya sederhana: bisakah PSM bermain bola, sementara stadionnya dalam pengerjaan? Tidak jelas pula revitalisasi macam apa yang mau dilakukan pemerintah pada Mattoanging.
Kalau direvitalisasi secara keseluruhan, kukira tim PSSI juga tidak akan akan meloloskan PSM bermain di Makassar. Ini jika bicara kemungkinan di luar nalar. Namun, PSSI adalah pesulap yang pandai dalam bikin kebijakan.
Gubernur kesayangan orang Sulsel, Nurdin Abdullah, kemarin merasa malu. Alasannya, Stadion Mattoanging atapnya sudah bocor-bocor dan berkarat. Maklum, stadion kita sudah tua, dan pejabat kita menungganginya seperti kuda yang belum makan bertahun-tahun.
Tidak suka dengan kata menunggangi? Jangan marah dulu, ini benar kok. Mattoanging ditunggangi, karena memang stadion itu mau tidak mau, hanya bisa diubah oleh kebijakan politik. Janji Nurdin Abdullah adalah gerakan politik itu sendiri.
Nanti, pada tahun 2020, sesuai janji untuk pengerjaannya, mau dilakukan atau tidak, itu adalah hal lain. Namanya juga tunggangan. Sampai di sini paham, teman-temanku sekalian? Tapi nantilah, aku akan bahas, siapa yang akan menunggangi isu ini. Tahan dululah niat ingin tahunya.
Menurut Nurdin, Stadion Mattoanging akan dibongkar. Soal bongkar-membongkar, yang mana yang akan dibongkar? Atapnya kah, lapangannya kah, atau merombak stadion secara keseluruhan? Jika keseluruhan, maka PSM jadi tim musafir pada tahun 2020 mendatang.
Lalu mari ke kawan-kawan suporter dulu. Bagaimana caranya hal ini tidak menumbuk sanubarinya? Dulu sekali, PSM itu pernah jadi tim musafir loh. Apa alasannya? Sebab Mattoanging dinilai tidak layak. Stadion kita sudah tua, peyot, dan apalagi ketidakpantasan yang harus kita terima?
Suporter harus merogoh kocek lebih dalam lagi untuk menonton klub kebangaannya itu jauh dari mereka. Ada yang naik kapal laut, ada juga yang naik pesawat. Semuanya tergantung ongkos mereka masing-masing.
Begitulah cara mereka mendukung kebanggaannya berlaga. Dalam satu kesempatan, bersama dengan Erwinsyah, ia pernah memperlihatkan kalau PSM tidak berjalan sendiri. Masih ada suporter yang akan menemani PSM ke mana-mana.
“PSM jatuh pun saya masih melihatnya. Menyemangati mereka untuk merangkak naik. Saya dan teman-teman yang lain ada kok, sewaktu PSM terpuruk. Itu sungguh menyakitkan saat melihat PSM pindah kandang,” ujar Ewink, Ketua Komunitas VIP Selatan, beberapa tahun yang lalu.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Presiden Red Gank, Sul Dg Kulle. Menurutnya, kesetiaan suporter PSM Makassar diuji pada masa-masa itu. Apakah akan membiarkan PSM berjalan sendiri atau tetap ikut di belakangnya.
Sejarah membuktikan, suporter yang loyal, tetap ada di mana pun PSM berada. Baik saat kisruh IPL dan ISL, serta sewaktu PSM pindah kandang. “Mau bagaimana kalau sudah begitu?” ujar Sul, beberapa waktu yang lalu.
Ia juga bilang, ia tidak akan pernah setuju dan selalu berusaha untuk memikirkan agar PSM bisa berkandang di Makassar. Makanya, dalam beberapa kesempatan, ia menyinggung pemangkukepentingan agar membuat stadion selain Mattoanging.
“Masa bawa embel-embel kota kebesaran, tapi berkandang di kota lain? Itu kan aneh.”
Sul menganggap, PSM adalah salah satu hal yang tidak bisa dilepaskan dari Kota Makassar. PSM sudah jadi merek tersendiri di Kota Daeng. Ia merasa ada yang aneh, jika PSM tidak berada di Makassar.
Hal yang paling menarik adalah, PSM sudah pasti merasa rugi jika berkandang di luar Makassar. Secara hitungan, PSM harus membayar penginapan dan lain-lain. Itu sudah jelas, dan tak perlu diragukan lagi.
Soal penonton? Pemasukan sudah pasti akan minim. Bagaimana mungkin anak-anak Makassar meramaikan pertandingan PSM, kalau bukan di tanah kelahirannya sendiri? Jika pun ada, hanya segelintir saja, tidak bisa berharap penonton yang hadir bisa ribuan orang seperti biasanya.
Lalu kita perlu pikir sekarang, PSM berkandang di Makassar saja, orang-orang masih meminta tiket gratisan, baju asli gratisan, dan segala macam secara gratisan. Demi kepuasannya sendiri, ia rela mengorbankan kecintaannya itu.
Aku paham benar, PSM bisa ditunggangi masyarakatnya sendiri. PSM bisa ditunggangi bukan pejabat saja kok. Siapa mereka? Ya, orang-orang yang membantu gratisan tersebut dan mengambil untung sepihak.
Seperti pelempar tali, yang menyuruh dan mengedukasi masyarakat awam untum manjat saja ketimbang membeli tiket, dan masih banyak lagi. Ini sebuah masalah yang akut. Sudah benar-benar lama dipraktikkan, namun selalu saja sikap begini diamini.
Sekarang periksa isi hati kita, masihkah kita semua mau menenangkan dan memenangkan PSM, kalau kita juga tidak ingin membantu kelangsungan hidup mereka? Jangan dulu berpikir meminta ini itu pada pejabat kita. Kita dulu harus memeriksa keadaaan.
Atau paling tidak, kasus ini bisa dianalogikan speerti kau mempunyai bisnis makanan. Namun, kawan-kawanmu datang dan terus menerus meminta gratisan sembari memuji-mujimu. Apakah kau berpikir akan melanjutkan usahamu, jika sudah begitu?
Pesanku, kalau tidak bisa mendukung dengan doa, minimal jangan membuat PSM berjabat tangan dengan maut pada hari-harinya yang akan semakin sulit ke depan. Kasihan PSM. Mereka merusaknya, dan bilang dirinya suporter sejati cuma karena pakai atribut yang sama sekali tidak menguntungkan Pasukan Ramang.