Lontar.id – Saya belum pernah melihat situasi di sekitar Stadion Andi Mattalatta Mattoanging Makassar sebanyak ini dan orang-orang Makassar seeuforia ini.
Pertandingan Final Piala Indonesia antara PSM Makassar vs Persija Jakarta, Minggu 28 Juli 2019, seakan membangkitkan semangat warga Kota Makassar yang sudah paceklik gelar juara selama 19 tahun.
Pukul 11.00 Wita, Stadion Mattoangin sudah dipenuhi oleh pendukung Juku Eja. Padahal, pintu masuk stadion baru dibuka pukul 14.00 Wita dan laga final baru kick off sekira pulul 16.30 Wita.
Bisa dibayangkan bagaimana antusiasme warga Kota Makassar terhadap laga krusial ini? Ya begitu euforia situasi di stadion kebanggaan masyarakat Sulawesi Selatan itu.
Pukul 12.30, antrean masuk ke dalam stadion sudah mulai mengular. Ribuan pencinta PSM Makassar sudah mengantre di pintu masuk stadion. Banyak dari mereka yang nge-chant sambil berbaris.
Saat pukul 14.00 Wita, pintu masuk seharusnya sudah terbuka dan penonton yang sedari tadi berderet bisa masuk dan mencari tempat duduk di dalam stadion.
Namun, pihak panitia tak kunjung membuka pintu dan diikuti oleh sorak-sorakan penonton sejak tadi. “Ada apa yah? apa terjadi sesuatu di dalam stadion?” kata ku kepada penonton lain.
Tak lama kemudian, beberapa suporter yang mengantre mencoba menerobos masuk ke dalam stadion dan akhirnya berhasil masuk. Pukul 15.00 Wita tak terlihat lagi euang kosong di seluruh bagian stadion, kecuali di bagian VIP Utama yang sejatinya menjadi tempat bagi tamu undangan.
MC PSM Makassar, Sabda Mansyur Ballengge Rolle sebenarnya sudah berulang kali memberitahu jika pertandingan ini ditunda. Namun tak ada yang percaya. Kenapa? karena tim pengamanan sudah berada di seluruh sudut stadion yang menandakan jika pertandingan ini siap digelar.
Barulah seisi stadion terlihat lesu ketika CEO PSM Makassar Munafri Arifuddin yang menyatakan jika pertandingan tersebut ditunda.
“Kita sudah berdialog dengan semua pihak agar final bisa diselenggarakan. Kita sudah memohon ke Persija. Tetapi dengan alasan yang tidak kondusif, maka laga hari ini dibatalkan,” ujar Munafri di Mattoanging, Minggu (28/7/2019).
Hati saya terenyuh. Saya membayangkan orang tua yang menggendong anaknya sambil mengantre. Membayangkan orang-orang yang kesulitan membeli tiket, kemudian suporter yang sudah menyiapkan koreografi dalam pertandingan itu.
Belum lagi, pendukung PSM Makassar yang datang langsung dari berbagai kota dan kabupaten seperti yang datang dari Kalimantan, Serui dan kota-kota lain. PSSI telah merampas semangat mereka.
PSSI sebagai lembaga resmi yang menunda laga tersebut telah membuat hati belasan ribu suporter Makassar sakit. Beruntung mereka sudah dewasa menyikapi penundaan ini.
PSM Makassar kemudian tak mencoba “Playing Victim” dalam permasalahan ini. Namun, sejatinya TNI-Polri sudah menyatakan jika laga PSM vs Persija sangat memungkinkan untuk digelar.
Tapi, PSSI melalui “surat sakti” yang ditandatangani Sekertaris Jenderalnya, Ratu Tisha mengatakan jika situasi di Kota Makassar tidak kondusif.
Oke, jika laga ini memang harus ditunda, kenapa Ratu Tisha hadir di Makassar? bukankah ini pemborosan anggaran perjalanan PSSI? Belum lagi rundown awarding yang diserahkan PSSI ke Panpel PSM Makassar.
Banyak hal yang masih menjadi perdebatan dengan keputusan PSSI tersebut. Apalagi PSSI sebagai federasi besar seakan mengerdilkan dirinya sendiri.
Mengapa? Kapan PSSI menggelar rapat penentuan jika laga PSM vs Persija ditunda? Apa dasar surat tersebut mengatakan situasi Makassar tidak kondusif?
Sudahkah PSSI berkoordinasi dengan pihak berwajib terkait hal keamanan? Atau pihak PSSI mengambil kesimpulan sendiri terkait kondusif tidaknya diselenggarakan pertandingan? Adakah yang janggal?
Beruntung karena saya tak mau membahas soal kenapa Persija Jakarta begitu cepat meninggalkan Kota Makassar. Saya hanya fokus menyorot bagaimana kinerja PSSI yang sudah merampas harga diri kami sebagai orang Makassar.
Ditulis oleh Melda Wolff, seorang suporter PSM Makassar.