Malang, Lontar.id – Memasuki hari keempat, Festival Patjarmerah Malang akan menghidupkan kembali kenangan eks bioskop Kelud dengan mengadakan program layar tancap untuk film pendek dari Bobby Prasetyo dan Mahesa Desaga.
Mengusung tema “Toleransi – Merawat Indonesia” film yang akan diputar pun memiliki benang merah yang sama, salah satunya film Sowan yang disutradarai oleh Bobby Prasetyo.
Film itu bercerita tentang seorang perempuan yang mencari sahabatnya karena terpisah saat konflik 1965 di Indonesia. Begitu pun film KTP yang memiliki tema komedi satire tentang potret catatan penduduk Indonesia.
“Banyak cerita lahir dan terjadi di Kelud. Kelud jadi saksi banyak hal. Kami ingin merasakan lagi dan menghidupkan cerita serta kenangan banyak orang yang pernah hidup di lokasi ini,” kata salah satu inisiator Patjarmerah, Windy Ariestanty, Selasa (30/7/2019).
Festival Patjarmerah berlangsung selama 9 hari mulai dari 27 Juli-4 Agustus 2019. Acara ini sudah kali kedua. Sebelumnya dilangsungkan di Yogyakarta pada Maret lalu.
Wajah Patjarmerah adalah festival kecil literasi dan pasar buku keliling di bangunan lama bioskop Kelud yang disulap menjadi arena bermain.
Jika ditanya mengapa di Kelud, menurut Windy, berliterasi tidak harus di tempat yang populer. “Literasi juga bisa hidup dan menghidupkan tempat-tempat yang selama ini tidak terpakai secara maksimal.”
Sejak awal, Patjarmerah terbuka untuk semua dan tidak ingin terlihat eksklusif. Inilah alasan besar mengapa ‘tempat tidak bisa’ selalu menjadi pilihan Patjarmerah, ketika berkeliling ke setiap daerah di Indonesia.
Makanya, jika festival selanjutnya, tempatnya belum bisa disebutkan. Kata kuncinya cuma kota pelajar dan Kota Makassar yang termasuk dipertimbangkan, karena Kota Makassar sudah familiar dengan festival literasi.
“Kita sebenarnya sih memilih, ada pertimbangan di dalam memilih kota, tetapi tujuan utama kita kota-kota pelajar kali yah, karena mungkin d ikota-kota pelajar pasti orang-orang berliterasinya maju. Rencananya sih iya tentu, karena Makassar kan sudah familiar dengan festival-festival literasi,” tuturnya.
Sementara kawan Windy ketika merancang patjarmerah sejak tahun 2018 lalu, Irwan Bajang mengaku ‘Toleransi – Membangun Indonesia’ dirasa menarik dan perlu untuk dikampanyekan bersama.
“Kita adalah negara yang besar, baik secara geografis maupun dalam keanekaragaman manusia dan budayanya, keragaman ini membuat kita perlu belajar bersama mengenai toleransi. Literasi adalah salah satu kegiatan yang kami rasa bisa dijadikan medium untuk belajar dan merawat hal tersebut,” terangnya.
Selain menghadirkan lebih dari 8000 judul buku berdiskon hingga 80%, para Patjarboekoe, sebutan bagi para pecinta buku dan pengunjung yang datang, juga bisa mengikuti beragam program literasi yang menghadirkan para pembicara andal di bidangnya. Tak cuma belajar bersama, para pengunjung juga bisa berinteraksi dengan mereka sambil bertukar rekomendasi buku.
Puluhan penerbit nasional ikut meramaikan patjarmerah termasuk buku dari para penerbit indie dan buku langka atau lawasan. Total keseluruhan stok buku yang digelar di pasar buku keliling patjarmerah mencapai lebih dari satu juta buku dengan ragam kategori. Beberapa kategori tersebut seperti buku fiksi, nonfiksi, penunjang pelajaran, bacaan anak dan orang tua, kuliner, pengetahuan populer dan sebagainya.
“Ke depan kami ingin berkolaborasi dengan banyak teman pencinta literasi di daerah-daerah hingga pelosok Indonesia, untuk bersama-sama memeratakan akses literasi dengan memperluas sebaran dan kesempatan literasi bagi banyak orang. Kerja literasi seharusnya kerja gotong royong,” ucap Windy.
Beberapa pembicara hadir dalam Patjarmerah yakni prof. Djoko Saryono, Welda Sanavero, Wawan Eko Yulianto, Iksan Skuter, Aceh Dhofir Zuhry, Lucia Priandarini dan lainnya.
Sementara pembicara dari luar adalah Aan Mansyur, Seno Gumira Ajidarma, Reda Gaudiamo, Alexander Thian, Ria papermoon, Valiant Budi Yogi, Syahid Muhammad, Puthut EA dan lainnya.
Komunitas setempat juga turut diundang, seperti Denny Mihzar dari pelangi sastra Malang. Ia didapuk menjadi partner lokal Patjar Merah kali ini dan bertuga menyambungkan festival ini dengan komunitas dan manusia-manusia literasi di Malang dan sekitarnya.
Yang lebih menarik lagi, kegiatan literasi ini ramah serta mendukung kegiatan teman-teman difabel. Wifianto Rifki seorang penulis istimewa, akan mengajak teman-teman komunitasnya untuk mengisi panggung apresiasi dan meramaikan Patjar Merah.
Komunitas akar tuli dan tuli mendongeng juga akan mengisi lokakarya bangsa bahasa isyarat dasar untuk tuli mendongeng. “Dukungan yang luar biasa dari teman-teman dan komunitas di Malang jadi semangat buat kami untuk bekerja bersama dalam patjarmerah kali ini,” harap Windy.
Ditulis oleh Nurhidaya, kontributor Malang.