Lontar.id – Kongres ke-V Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di Hotel Grand Inna Bali Beach, Sanur. Hanya mengukuhkan kembali kepemimpinan Megawati Soekarno Putri sebagai ketua umum lima tahun ke depan.
Sejak awal sebelum kongres dibuka, sudah dapat diprediksi, bahwa tidak ada proses pergantian ketua selain Megawati. Dukungan dari 34 DPD seluruh Indonesia, agar Megawati terpilih kembali melalui proses aklamasi sudah santer terdengar, meskipun kongres belum dilaksanakan.
Kongres PDIP di Bali, hanya formalitas atau acara menggugurkan kewajiban semata. Tak ada yang menarik, karena Megawati masih memegang kendali partai berlambang Kepala Banteng itu sejak terpilih pasca runtuhnya rezim Soeharto hingga sekarang.
Memang tak bisa dimungkiri peran besar Megawati membesarkan PDIP sampai menjadi partai pemenang pemilu 2019. Namun sebagai sebuah organisasi politik yang telah menelurkan kader-kader terbaiknya, sudah waktunya Megawati melepaskan kursi ketua pada generasi baru.
Sebab dalam organisasi, apapun bentuknya, apalagi organisasi politik, perlu adanya proses sirkulasi kepemimpinan untuk tetap menjaga eksistensi partai dan kebaruan.
Ditambah perkembangan teknologi informasi semakin cepat dan kelompok pemilih terbagi ke dalam beberapa tipe, sebuah organisasi harus berani keluar dari zona nyaman.
Kepemimpinan tipe tradisional, mau tidak mau harus ditinggalkan menuju tipe kepemimpinan yang dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat.
Hal ini sejalan dengan lajunya perkembangan zaman yang menuntut sebuah organisasi, agar secepatnya dapat menyesuaikan diri dengan kekinian.
Jika menghitung satu per satu kader terbaik PDIP yang sudah makan asam garam di pentas politik nasional, tak terhitung jumlahnya. Mereka hanya menunggu momen, kapan Megawati merelakan kursi ketua umum.
Kader-kader ini memang tidak berani secara terang-terangan menyampaikan keinginannya untuk maju melawan Megawati. Karena akan terpojok bila menyampaikan keinginan tersebut.
Namun, ketika Megawati mendeklarasikan diri tidak akan maju kembali sebagai ketua umum, maka kader-kader terbaik tadi akan muncul satu per satu dan siap menahkodai PDIP.
Kenapa Harus Megawati Lagi?
Terpilih kembalinya Jokowi di periode kedua bersama Ma’ruf Amin adalah alasan kuat Megawati masih memegang tampuk kepemimpinan di PDIP.
Megawati tak sekadar akan menjadi pemain kunci di belakang Jokowi terkait kebijakan yang diambil. Jauh daripada itu, ia ingin memastikan kursi eksekutif di periode selanjutnya dapat direbut kembali dengan memplot anak kandungnya, Puan Maharani.
Strategi inilah yang sedang dibangun Megawati. Ia tak ingin kecolongan seperti Demokrat, setelah berhasil menang dua periode namun setelah itu tak ada generasi yang melanjutkan kerajaan politik Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Setidaknya, dengan kepemimpinan Megawati, ia dapat merangkul partai koalisi untuk mendukung kembali jagoan PDIP pada 2024. Meskipun NasDem salah satu parpol pengusung pemerintah, sudah memberikan sinyal akan mendukung Anies Baswedan pada kontestasi pilpres mendatang.
Dengan pengaruh dan karismatik Megawati, PDIP tetap akan menegaskan diri sebagai partai pemenang pemilu yang punya kuasa mengatur ritme politik.
Tapi apakah dengan kembalinya Megawati sebagai ketua partai, lantas secara otomatis parpol lainnya mengikuti kemauan PDIP. Saya pikir tidak segampang itu.
Partai koalisi masing-masing akan mencari figur yang representatif untuk diusung. Peluangnya cukup besar, karena tidak ada petahana yang begitu besar pengaruhnya.
Ditulis oleh Ruslan.