Lontar.id – Pemilihan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) periode 2019-2024 pada tahun ini diwarnai dengan riak gelombang. Tidak seperti pada tahun-tahun sebelumnya, yang nyaris mulus tanpa kendala.
Musabab utama munculnya riak, karena adanya “manuver” Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang berinisiatif menyeleksi tahap awal dengan menilai makalah para pelamar yang jumlahnya mencapai 64 peserta.
Ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, saat makalah para pelamar dinilai atau diuji bersamaan dengan pelaksanaan fit and proper test.
Singkat cerita, dalam penilaian makalah yang dilakukan oleh tim Komisi XI, dikabarkan telah lolos 32 peserta. Kabar itu berasal dari bocoran yang diterima wartawan, dan bukan berasal dari keterangan resmi komisi.
Sampai saat ini, berkas rekomendasi peserta yang lolos tahap awal masih berada di meja Ketua DPR, Bambang Soesatyo, menunggu ditandatangani untuk kemudian diteruskan kepada Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Apa dasar hukum atau landasan yang dipakai oleh Komisi XI dalam pelaksanaan seleksi tahap awal tersebut? Apakah seleksi tahap awal diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK? Apakah juga diatur dalam Tata Tertib DPR perihal pemilihan pejabat publik? Atau pertanyaan selanjutnya, apakah ada kesepakatan tertulis dan atau kesepakatan tidak tertulis antara Komisi XI dengan para pelamar tentang seleksi tahap awal itu?
Pemicu Polemik
Pemilihan pejabat publik bergengsi seperti Anggota BPK sudah sepatutnya dilaksanakan secara profesional demi menjaga kredibilitas atau muruah DPR.
Tidak hanya itu, profesionalitas proses rekrutmen Anggota BPK juga dimaksudkan sebagai pintu masuk untuk mendapatkan pejabat lembaga tinggi negara yang berintegritas, independen dan profesional dalam menjalankan tugas dan fungsi lembaga auditif ini.
Namun, fenomena yang muncul di ruang publik justru tergambar sebaliknya. Seleksi calon Anggota BPK kali ini penuh dengan tanda tanya: Muncul kritik dan intrik dari banyak pihak, disertai keragu-raguan dan ketidakjelasan dari panitia seleksi, yang tiada lain adalah para anggota dewan.
Pantas saja jika Ketua DPR Bambang Soesatyo menunggu “pergerakan” bola yang diumpan oleh Komisi XI itu. Jika saja komisi menyerahkan semua daftar peserta kepada DPD untuk dimintai pertimbangan, maka tidak akan muncul protes publik dan kekecewaan para pelamar yang berujung pada suasana “deadlock” seperti saat ini.
Jika berpijak pada pasal 198 ayat (2) Peraturan DPR No 1 tahun 2014 tentang Tata Tertib, ditegaskan mekanisme pemilihan pejabat yang dilakukan DPR meliputi: a. penelitian administrasi; b. penyampaian visi dan misi; c. uji kelayakan (fit and proper test); d. penentuan urutan calon; dan/atau e. pemberitahuan kepada publik, baik melalui media cetak maupun media elektronik.
Begitu pun dengan pasal 207 hingga 208. Dalam Tatib itu, juga tidak disebut bahwa poin makalah sebagai salah syarat seleksi administratif. Namun dalam seleksi anggota BPK kemarin, ternyata makalah menjadi pertimbangan.
Itu berarti Komisi XI berpotensi melanggar UU BPK dan menyalahi Peraturan DPR. Selain itu, dalam UU BPK No 15, juga tidak ditemukan secara jelas adanya perintah pembentukan tim tersebut. Bahkan dalam tata tertib DPR pasal 198 ayat (2) pun tidak disebutkan juga adanya pembentukan tim seleksi.
Karena itu, kredibilitas DPR akan dipertaruhkan dan tercoreng jika tetap mempertahankan argumentasi dan tindakannya yang secara sepihak memangkas peserta calon Anggota BPK yang dinilai dari makalahnya tidak lolos uji.
Padahal, kredibilitas, profesionalisme dan akuntabilitas ini sangat penting karena yang dipilih bukan sembarang pejabat publik, tetapi calon pejabat lembaga tinggi negara yang kedudukan hukumnya setara dengan lembaga tinggi negara lainnya.
Solusi
Menurut pendapat penulis, kebuntuan ini mesti segera dicarikan jalan keluar agar proses seleksi calon Anggota BPK dapat segera dilaksanakan. Komisi XI sebagai pihak yang punya hajat mesti menawarkan sejumlah solusi dan mengumumkannya kepada publik.
Kita bisa menduga alasan Ketua DPR, Bambang Soesatyo menahan diri untuk tidak lekas menandatangani berkas nama-nama calon Anggota BPK dari Komisi XI. Sebab, ia tidak ingin meninggalkan legacy yang buruk di akhir periode DPR tahun ini.
Apalagi, Bamsoet berencana mencalonkan diri menjadi Ketua Umum Partai Golkar. Jika dia keliru mengambil keputusan, sudah barang tentu dapat memengaruhi image dan kredibilitasnya.
Dalam bahasa awam, maju kena, mundur kena. Karena itu, ada baiknya pimpinan DPR dan Pimpinan Komite IV menggelar pertemuan khusus untuk membahas polemik ini.
Tidak baik rasanya jika persoalan ini hanya dilempar ke wartawan yang justru bakal memperrumit suasana. Publik menunggu pimpinan dewan mengambil inisiatif di tengah kebuntuan ini.
Jangan terburu-buru mengambil keputusan, karena yang akan dipilih adalah pejabat tinggi negara yang tugas dan kewenangannya sangat strategis.
Ditulis oleh Mas Pras (Direktur Eksekutif Pusat Kajian Keuangan Negara & Koordinator Jaringan Informasi Rakyat)