Sunday, May 25, 2025
Jaringan :   Cermis.id   Etnis.id
Lontar.id
  • PaliwaraNews
  • BiwaraIndepth
  • NusantaraBudaya
  • KanggaOlahraga
  • RagamHiburan
  • KolomOpini
No Result
View All Result
Lontar.id
Home Opini

Baju Sasak Jokowi dan Pesan Tersirat

Oleh Ruslan
21 August 2019
in Opini
Baju Sasak Jokowi dan Pesan Tersirat
267
SHARES
Share on FacebookShare on Twitter

Lontar.id – Presiden Jokowi mengenakan baju adat Suku Sasak Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), di pidato kenegaraan pada sidang bersama DPD-DPR di Kompleks Senayan, Jakarta.

Jokowi sebelumnya mengenakan setelan jas lengkap saat pidato pertama, namun setelah istirahat beberapa menit kemudian, lalu menggantinya dengan baju adat pegon suku Sasak.

“Tadi banyak yang menanyakan pada saya, pakaian yang saya pakai ini dari daerah mana. Ini pakaian dari Sasak, Nusa Tenggara Barat, dari Bumi Sasak. Berembe kabar (apa kabar),” kata Jokowi

Baju pegon Suku Sasak biasanya dikenakan pada saat kegiatan keagamaan, upacara maupun ritual adat lainnya. Tak jarang bila berkunjung ke Sasak pada saat ritual budaya diselenggarakan, kita akan menemukan para lelaki mengenakan baju pegon.

Bagi masyarakat suku Sasak sendiri, pakaian adat pegon punya makna luhur yang terkandung di dalamnya, nilai budaya tersebut turun temurun dari generasi ke generasi dan menjadi lambang keagungan dan kesopanan masyarakat.

Nilai kesopanan tidak hanya saja sebagai sebuah simbolitas belaka, melainkan masyarakat suku sasak mewujudkannya dalam bentuk kehidupan sehari-hari dalam bersosialisasi dengan sesama pun orang luar.

Baju pegon ini sebenarnya sudah dipengaruhi oleh tradisi Jawa kemudian diadaptasi dengan jas Eropa. Masyarakat suku sasak sendiri melambangkannya sebagai rasa kesopanan dan keagungan.

Di bagian kepala ditutupi songket atau capuq sebagai mahkota. Capuq sendiri melambangkan sifat maskulinitas kaum laki-laki serta dapat menjaga diri dari pemikiran kotor sang pemakainya serta tentu saja sebagai penghormatan pada Tuhan.

Lalu di bagian pinggang dililitkan dengan leang atau dodot, gunanya untuk dipasangkan keris di belakang punggung. Sedangkan di bagian bawah, laki-laki suku Sasak mengenakan wiron yang menjuntai hingga ke bagian bawah mata kaki. Namun berbeda dengan yang dikenakan Jokowi saat pidato, ia menyarungkan keris di bagian depan tepat di dada.

Nah, untuk baju perempuan disebut dengan baju lambung. Baju ini tidak memiliki lengan dan kerah bajunya berbentuk huruf v. Di bagian dada, diselipkan selendang yang menjuntai dari bahu kanan hingga lengan kiri dan berbentuk huruf v. Warna baju pun sama dengan laki-laki dengan dominasi warna hitam dan memiliki motif di bagian pinggirnya.

*
Usai Jokowi mengenakan baju adat suku Sasak, Lombok, pada pidato kenegaraan. Hal itu lalu dikait-kaitkan dengan adanya unsur politik.

Jokowi seolah sedang memainkan politik simbol, karena di NTB Jokowi kalah dalam perolehan suara di pemilu 2019. Berbeda halnya ketika kongres PDIP, Jokowi mengenakan baju adat Bali karena mendapatkan perolehan sura mayoritas.

Tidak ada salahnya juga jika Fahri Hamzah mengaitkan dengan unsur politik, itu juga pendapat yang harus dihormati. Tetapi dalam pandangan saya secara pribadi. melihat Jokowi mengenakan pakaian adat, merupakan apresiasi terhadap kebudayaan yang ada di Indonesia.

Budaya tradisional yang lahir dari masyarakat, merupakan suatu identitas kebangsaan yang harus terus dirawat dalam semangat kebangsaan yang kian terkikis ini.

Generasi kiwari yang cenderung lepas dari akar budayanya harus sadar, bahwa betapa kayanya negeri ini dengan segala keanekaragaman yang ada.

Pesan simbolitas yang ingin disampaikan Jokowi adalah, kita harus sadar bahwa kebudayaan dan keanekaragaman Indonesia harus tetap dilestarikan dan dicintai. Di mana pun kita berada, menjunjung tinggi nilai tersebut akan menjadikan kita sebagai bangsa yang bermartabat.

Spekan yang lalu, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyelenggarakan perayaan 20 tahun kebangkitan masyarakat adat di Taman Ismail Marzuki.

Perayaan ini bisa dijadikan starting poin bagi siapa saja untuk kembali ke akar kebudayaan, nilai luhur dan tradisi. Bahwa bangsa yang besar tidak boleh terlepas dari akar budaya, sebab dari sanalah kita berasal.

Editor: Almaliki

Share107Tweet67Share27SendShare
ADVERTISEMENT
Previous Post

Mempertanyakan Kembali Nasionalisme

Next Post

Papua dan Ujian Isu Sara Dalam Keberagaman Indonesia

Related Posts

Opini

by Dumaz Artadi
21 June 2022

Lontar.id - Seiring berjalannya waktu, tuntutan masyarakat pada peningkatan kinerja pemerintah semakin tinggi. Tata kelola pelayanan administrasi yang handal, profesional,...

Read more
Khutbah Fahmi Salim: Tabah Menyikapi Takdir di Tengah Wabah

Khutbah Fahmi Salim: Tabah Menyikapi Takdir di Tengah Wabah

24 May 2020
Wabah Virus Covid-19 di China Diperkirakan Berakhir April 2020

Peluang Akselerasi Pendidikan 4.0 di Tengah Covid-19

19 April 2020
Gini Nih Kalau Pendidikan Seks Dianggap Tabu

Gini Nih Kalau Pendidikan Seks Dianggap Tabu

28 February 2020
Wanita Pembawa Anjing Masuk Masjid dan Sikap Kita

Setengah Toleransi

22 December 2019
Demokrasi Desa dan Ember Suara

Demokrasi Desa dan Ember Suara

7 December 2019
Lontar.id

PT. Lontar Media Nusantara

Follow us on social media:

  • Tentang Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Disclaimer
  • Kontak Kami
  • Redaksi

© 2019 Lontar.id - Aktual Relevan Menyegarkan

No Result
View All Result
  • PaliwaraNews
  • BiwaraIndepth
  • NusantaraBudaya
  • KanggaOlahraga
  • KolomOpini
  • RagamHiburan
  •  Etnis.idwarta identitas bangsa
  •  Cermis.idaktual dalam ingatan

© 2019 Lontar.id - Aktual Relevan Menyegarkan

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In