Lontar.id– Paling cuma minum beberapa teguk. Menikmati kerindangan pohon tak boleh lama-lama. Sekadar mengurangi dahaga saja. Lalu melanjutkan pekerjaan lagi.
Petugas kebersihan Candi Tegowangi seakan tak kenal capek. Padahal, pekerjaannya amat melelahkan. Mereka harus menjamin kebersihan candi seluas lahannya 2,2 hektare itu tiap hari.
Apalagi di musim kemarau seperti ini. Daun-daun mengering dan berguguran hampir sepanjang hari. Karenanya, harus selalu sigap beranjak untuk menyapu.
Total petugas kebersihan candi sebenarnya berjumlah tujuh orang. Namun, cuma lima orang yang bekerja saat saya mengunjungi Candi Tegowangi, Sabtu, 21 September lalu. Dua lainnya mengambil libur.
Jangan kira usia mereka masih pada muda. Rata-rata sudah usia senja. Ismina, 52, misalnya. Dia mengaku sudah puluhan tahun bekerja di candi.
“Tidak ada kerjaan lain. Memang cuma suka saja bekerja di sini, daripada nganggur,” katanya saat rehat.
Dia menambahkan, itu lebih baik ketimbang merumpi dengan tetangga. “Bikin masalah. Mending ke sini kerja. Sehat juga kan,” ujarnya terkekeh.
Padahal, upah yang didapatkan hanya Rp500 ribu tiap bulan. “Sebenarnya, (jumlah upah) masalah juga. Tetapi Alhamdulillah cukup buat tambah-tambah,” ungkap Ismina sembari berkelakar.
Bukan Ismina yang paling tua. Ada Samiun, 76, yang bertugas mengangkut sampah ke gerobak. Di umur seperti itu, Samiun semestinya sudah tak perlu bekerja berat lagi. Namun, fisiknya masih kekar untuk ikut merawat candi. Tiap hari, Samiun pun mengangkut sampah hingga lima karung beras bervolume 100 kilogram.
“Ya, beginilah tiap hari tugas kami. Bersih-bersih dan semangat terus,” tuturnya yang sibuk mengangkut sampah.
Para petugas kebersihan ternyata tak hanya tahu soal perawatan candi saja. Namun, sejarah juga bisa dikupas bersama mereka. Samsiati, 46, pun paham betul.
“Ini (candi) peninggalan Kerajaan Majapahit di Kediri. Memang seperti itu bentuknya karena memang belum jadi,” ungkap dia.
Samsiati melanjutkan, candi tak dirampungkan lantaran terjadi perang saudara di Kerjaaan Majapahit. Sehingga pembangunannya dihentikan.
“Padahal, kalau dilanjutkan, bagunannya tinggi sekali. Ini kan baru kakinya,” imbuhnya lagi.
Candi setinggi empat meter ini berlokasi di Desa Tegowangi, Kecamatan Plemahan, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Jaraknya berkisar dua kilometer dari Kampung Inggris, Kecamatan Pare. Sehingga, para siswa pun kerap menjadikan lokasinya sebagai tempat belajar.
Koordinator Wilayah Kabupaten Kediri Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur, Nur Ali, menyebutkan, pengunjungnya rata-rata mencapai 5.000 orang tiap bulan.
“Bahkan pernah 10.000 (pengunjung). Turis juga ada. Tetapi bulan ini cuma 13 orang,” ungkapnya.
Candi Tegowangi memang tak semasyhur candi-candi lainnya. Warga Kediri saja, tak sedikit yang belum mengetahui keberadaannya. “Wong kene gak pernah ke sini. Tahunya dari teve atau medsos,” ujarnya terkekeh.
Namun, candi yang dibangun 1400 M ini tetap diminati sebagai objek wisata sejarah. Karenanya, perawatannya sangat terjaga.”
Kalau musim kemarau daunnya yang disapu. Tetapi kalau musin hujan, candinya yang dibersihkan. Jangan sampai berlumut,” imbuh Ali.
Selain perawatan, petugas kebersihan sekaligus bertugas melayani pengunjung. Sehingga mereka juga memang paham betul soal candi.
“Kami menjamin kenyamanan pengunjung. Misalnya, jangan sampai mereka diganggu preman,” tutur Ali.
Penulis: Fahril Muhammad