Lontar.id- Beberapa hari ini, jagat twitter dan instagram ramai memperbincangkan utasan politisi PDI Perjuangan, Budiman Sudjatmiko yang menyinggung kebaikan selebgram Awkarin yang menurutnya kebaikan sensasi. Ia menulis:
Sebelum terburu-buru mengatakan utasan itu misoginis dan seksis, karena membandingkan dua perempuan, yang pertama kali hadir di benak saya saat membaca cuitan Pak Budiman Sudjatmiko adalah sebuah keanehan mendefinisikan kebaikan. Bagaimana bisa suatu kebaikan dikategorikan demikian: Kebaikan yang esensi dan kebaikan sensasi?
Bagaimana mungkin suatu kebaikan dikategorikan demikian? Kebaikan ya kebaikan, dan setiap kebaikan pasti dalam dan esensi. Jika dangkal dan sensasional, itu bukan kebaikan Pak, tapi cuitan Pak Sudiman Sudjatmiko sendiri.
Meskipun pada akhirnya, Budiman kemudian mengibaratkan kebaikan seperti samudera yang dalam dan lebar. Sehingga perlu menggabungkan keduanya, kebaikan yang esensi (dalam) dan sensasi (lebar). Lalu bagaimana dengan posisi kebaikan yang dangkal? Selain itu, menganalogikan kebaikan dengan cara mengukur dan membandingkannya seperti tidak elok dan kurang pas.
Masalahnya adalah bagaimana cara kita mengetahui apa yang dilakukan Awkarin tidak lebih besar dan bermanfaat kepada orang banyak dibandingkan dengan apa yang dilakukan Tri Mumpuni? Oleh sebab itu, postingan Budiman jelas terasa aneh dan tidak berdasar sebab jenius mana yang bisa mengukur kebermanfaatan orang lain.
Awkarin begitupun dengan Tri Mumpuni telah membantu banyak orang dengan fokus mereka masing-masing. Sedikit informasi, Tri Mumpuni adalah perempuan yang sukses menerangi 61 desa terpencil di Indonesia dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohido (PLTMH) bersama suaminya.
Sementara itu, Awkarin memang awalnya dikenal sebagai selebgram dengan pencitraan yang buruk, namun pada akhirnya Awkarin (Karin) berhasil membuktikan bahwa ia telah mengubah citra buruk tersebut dengan postingan-postingan yang tidak lagi dianggap senonoh oleh KPAI.
Selain itu, jika melacak rekam jejak kehidupan Karin sebagai salah satu influencer di Indonesia, ia tidak bisa disebut sebagai orang yang menebar sensasi amat. Karin dalam salah satu videonya di YouTube justru sangat terbuka dengan perjalanan karirnya.
Ia mengakui pertama kali muncul di industri hiburan, manajemennya saat itu atau orang di balik panggung membentuknya dengan brand “bad girl”, Karena saat itu Karin tidak memiliki pengalaman dan terlanjur menandatangani kontrak, ia harus mengikuti segala aturan yang membentuknya dengan citra buruk. Seiring berjalannya waktu dan kontrak habis, akhirnya Karin mundur dan memilih jalannya sendiri.
Karin sadar bahwa ia adalah influencer yang mampu memberikan pengaruh besar terhadap generasi milenial melalui jagat maya. setiap tindakan dan ucapannya mampu mengundang perhatian banyak orang. Dengan membangun citra yang baik, Karin sadar betul ia mampu memberikan hal-hal positif.
Sebelum aksi kebaikan Karin ramai diperbincangkan karena utasan Budiman Sudjatmiko, Karin sudah lama intens turun lapangan jika terjadi bencana alam seperti saat peristiwa gempa di Palu ataupun bencana asap di Kalimantan.
Selepas membuat pengakuan di YouTube bahwa ia telah meninggalkan manajemennya dengan mengubah citranya dari Awkarin menjadi Karin, sejak saat itu Karin konsisten dengan ucapannya.
Ia secara rutin turun ke lapangan jika terjadi bencana alam, misalnya saat ia menjadi relawan membantu korban gempa di Palu. Ia juga beberapa waktu lalu turut serta membagi makanan kepada para demonstran dan membersihkan sampah sisa demonstrasi.
Setelah itu, Karin terbang ke Kalimantan untuk membantu para korban bencana asap kebakaran hutan, membagikan masker hingga menanam pohon. Ia juga sering melakukan usaha-usaha kecil dengan membagi info di sosial medianya, misalnya saat tahu ada pengemudi ojek daring yang kecurian motor, Karin ikut memberikan bantuan.
Beberapa jam lalu, Karin membagikan informasi melalui insta story nya, Karin mengungkapkan bahwa Bandara Laboan Bajo sangat kotor.
Hal-hal kecil seperti itu jika diungkapkan oleh orang biasa dengan jumlah followers yang sangat sedikit (baca: bukan influencer) efek nya berbeda apabila ditulis oleh Karin. Meski demikian, sudah sepatutnya kita menghargai setiap kebaikan sekecil apapun itu tetaplah kebaikan yang dalam dan esensi, dear Pak Sudiman Sudjatmiko.