Akhir-akhir ini bangsa kita terus dirundung berbagai masalah yang datang Seolah jagat politik Indonesia sedang diuji solidaritasnya agar keluar dari kemelut dan masalah yang sedang dihadapi saat ini, seperti korupsi, ketidakadilan ekonomi, kemanan dan pertahanan, intoleransi serta pudarnya nilai-nilai nasionalisme di kalangan kaum muda.
Namun dari sekian isu tersebut ada masalah yang tidak kalah penting mendapatkan perhatian serius dari publik. Ada kelompok masyarakat yang terorganisir dengan rapi ingin mengubah ideologi negara. Sebut saja Hizbur Tahrir Indonesia (HTI), organisasi gerakan transnasional yang ingin mengganti NKRI dan Pancasila menjadi sistem Khilafah.
Organisasi ini sebenarnya sudah dibubarkan oleh pemerintah, karna jelas bertentangan dengan tujuan, asas, dan ciri yang berdasarkan Pancasila UUD 1945 seperti yang diatur dalam Undang-undang nomor 17 tahun 2013 tentang Ormas. Walaupun telah dibubarkan kelompok ini terus beroperasi di berbagai kampus dan juga terindikasi kuat telah masuk sampai dalam depertemen pemerintahan.
Tidak ada ruang bagi kelompok yang tak mengakui pancasila sebagai ideologi resmi negara. Mereka akan melakukan segala upaya demi mencapai tujuannya, termasuk melakukan aksi teror dan pembunuhan. Target utama kelompok ini adalah polisi dan rumah ibadah. Tapi yang membuat kita terkejut, mereka mengubah cara menerornya dengan menyerang langsung pejabat tinggi negara, seperti peristiwa penyerangan dan penusukan yang dialami oleh Menko Polhukam, Wiranto di Pandeglang, Banteng pada Kamis (10/10/2019).
Pelakunya terindetifkasi termasuk dalam kelompok Jamaah Anshorud Daulah (JAD) yang merupakan kelompok terorisme di Indonesia yang berafiliasi dengan ISIS. Tujuan mereka jelas untuk membuat ketakutan dan melakukan upaya apapun demi mencapai tujuannya. Cara seperti ini lazim digunakan oleh kelompok teroris di negara Timur Tengah.
Selain kelompok di atas, ada lagi kelompok keriminal bersenjata yang terus menggangu kedamaian dan ketentraman di Papua. Menko Polhukam, Wiranto menyebut kelompok The United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) yang di pimpin oleh Beny Wenda bekerja sama dan berkonspirasi dengan aktor-aktor lokal seperti Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP).
Mereka membuat kisruh dan kegaduhan di Bumi Cenderawasih. Dalam hal ini pemerintah mengungkapkan dalang dibalik kerusuhan Papua dan Papua Barat itu memang telah diatur sedemikian rupa. Jadi apa yang terjadi di Papua saat itu semua didesain oleh kelompok lokal dan Benny Wenda, walaupun dia tidak lagi menjadi WNI. Mereka terus dikejar oleh pemerintah dan sebagain dari aktor lokal sudah ditangkap. Mereka menginginkan bangsa ini terpecah belah dan tercerai berai.
Upaya itu memang terlihat jelas sengaja diciptakan untuk membuat suasana kacau balau dan terjadi letupan kerusuhan rasial yang memaksa puluhan ribu warga pendatang mengungsi. Mereka memilih pulang kampung di daerahnya masing-masing. Peristiwa mengerikan ini bukan tiba-tiba langsung muncul, tetapi memang sengaja didesain oleh mereka yang tidak memiliki nurani dan perikemanusiaan laiaknya bangsa yang beradab. Berkat kerja keras semua pihak seperti TNI dan Polri serta dibantu oleh tokoh adat dan pemuka agama akhirnya suasana kembali normal, walaupun banyak korban jiwa yang meninggal, serta menyisakan trauma yang cukum mendalam.
Setelah beberapa peristiwa di atas agak membaik, muncul lagi demostrasi besar-besaran yang di-inisiasi oleh sejumlah elemen mahasiswa di depan Gendung DPR/MPR RI pada tanggal 23 dan 24 hingga 26 September 2019. Demonstrasi yang semula aman dan damai berakhir rusuh tampa terkendali dan berujung pada pengrusakkan fasilitas pemerintah, bahkan aparat keamanan yang sedang mengamankan jalannya demonstrasi akhirnya berhadap-hadapan dengan amukkan mahasiswa dan pelajar.
Demonstrasi yang awalnya di Jakarta, terus menyebar ke berbagai kota di Indonesia. Aksi demonstrasi silih berganti. Mahasiswa selesai, muncul anak sekolah. Mereka datang dari berbagai wilayah ibu kota, termasuk dari Depok, Bogor, Tangerang, Bekasi dan Banten. Demonstrasi yang berujung ricuh ini diyakini telah ditunggangi oleh kelompok tertentu yang tidak bertanggung jawab.
Mahasiswa dan pelajar tidak mungkin melakukan aksi anarkis dan pembakaran. Mereka murni menyuarakan penolakanya atas beberapa revisi dan rancangan undang-undang. Sehingga kita patut bercuriga ada penyusup dan provokator yang memang sengaja bertujuan melakukan kegiatan yang bersifat inkonstitusional atau melanggar hukum dan juga merusak citra mahasiswa dan pelajar.
Pola aksi ini menurut Kapolri Jenderal Tito Karnavian hampir mirip dengan peristiwa rusuh di sekitar Bawaslu pada 21-23 Mei 2019. Dimulai sore hari dan selesai malam hari. Ini terlihat cukup sistematis. Artinya ada pihak yang mengatur.
Dari rangkain peristiwa di atas, mulai dari gerakan dis-integrasi dan kerusuhan rasial Papua yang memaksa warga pendatang terpaksa mengungsi. Aksi demostrasi elemen mahasiswa dan pelajar di Gedung DPR/MPR RI yang semula damai berakhir rusuh dan pengrusakkan fasilitas pemerintah, penyerangan dan penusukkan Menko Polhukam, Wiranto oleh kelompok teroris JAD di Pandeglang, Banten adalah pelajaran berharga untuk kita semua, anak bangsa. Jangan sampai peristiwa yang memilukan tersebut kedepannya terulang lagi.
Menjelang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden memang rentan dimanfaatkan oleh kelompok pengacau yang suka memecah belah persatuan dan kesatuan yang terjalin kuat di antara kalangan anak bangsa.
Menjelang pelantikan ini semua elemen bangsa harus menjaga kondisi dan harmonisasi demi terciptanya suasana yang aman dan damai serta tentram. Untuk menjaga ini harus ada kesadaran kolektif dari semua pihak, mulai dari rakyat arus bawah sampai pada tingkat elit.
Mereka harus menjadi pelopor dan sebagai garda terdepan meredakan tensi dan kegaduhan di sosial media yang sampai hari ini masih kita rasakan ada pembelahan yang luar biasa dari dua kekuatan politik yang saling berhadapan ketika pemilihan presiden dan wakil presiden kemarin.
Sebenarnya urusan politik pilpres sudah selesai setelah putusan Mahkamah Konstitusi yang memenangkan pasangan Jokowi dan Ma’aruf Amin. Prabowo yang notebene sebagai pesaing politik Jokowi saat pilpres kemarin juga sudah beberapa kali berkomunikasi dan bertemu langsung dengan Jokowi, dan tempo hari yang lalu mereka sudah bertemu di Istana Negara (11/10/2019). Mereka membicarakan banyak hal, termasuk tentang ekonomi negara, pertahanan dan keamanan, rencana pemindahan ibu Kota, dan kemungkinan partai besutan Prabowo diajak berkoalisi untuk bersama-sama mengeloh dan membangun bangsa dan negara ini dalam suatu pemerintahan yang kuat.
Mengahiri tulisan ini saya mengutip pesan Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Pelantikan Presiden adalah mementum internasional. Semua media internasional melihat. Marik kita tampilkan wajah Indonesia “Cinta Damai”. Saatnya kita kembali hidup harmonis dan bergandengan tangan menyongsong masa depan bangsa dan negara yang maju dalam bingkai NKRI.
Tinggal dua hari lagi rakyat Indonesia akan merayakan pesta kebahagiaanya, karna Presiden dan Wakil Presiden RI yang mereka pilih waktu pemilu kemarin akan di lantik. Siapapun yang mengganggu dan merongrong proses ini pasti itu musuh rakyat dan akan berhadapan dengannya.
Penulis: Sahrul Ramadhan (Kordinator Relawan Cinta NKRI)