Anjasmara, Suami dari Dian Nitami bekerja dengan benar menurut negara: melaporkan orang yang menghina tubuh Dian secara frontal di media sosial.
Tak cuma itu, kekuatan ini semakin mengukuhkan kalau pencemaran nama baik memang sangat berbahaya. Tak bisa jaga jari dan mulut, penjara bisa kaudapat!
Banyak orang yang menilainya sebagai body shaming atau penghinaan objek tubuh. Itu makanya Anjas kesal. Bagaimana tidak, hidung Dian disebut dengan kata-kata yang kurang baik.
“Sebelum kamu membuat pernyataan maaf, baik secara sosial media ataupun koran Kompas sebanyak satu lembar penuh, maka saya akan segera melaporkan kamu ke pihak yang berwajib. Saya tunggu permohonan maaf kamu dalam waktu 2×24 jam,” tulis Anjasmara dalam unggahannya untuk mengecam penghina Dian di kolom Instagram istrinya itu.
Melihat betapa heroiknya Anjas, saya terkesima. Memang patut dilakukan. Kata Anjas, ia tidak pernah sekalipun menghina istrinya. Ia menerima apa adanya Dian. Seketika saya kagum dengan pernyataan itu.
Tidak ada yang salah dari perspektif hukum dan hak. Anjas bisa melaporkan pelecehan itu jika memang masuk dalam delik. Makian netizen itu pun juga salah. Kurang etis menurut saya pribadi. Perundungan macam begitu tak pernah enak didengar.
Dasar laporan untuk menjerat pelaku juga sudah ada. Mereka yang diperkarakan akibat perilaku body shaming bisa dijerat dengan pasal 27 ayat 3 (jo), pasal 45 ayat 3 (jo) UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang kini menjadi UU No 19 Tahun 2016. Ancaman hukumannya bisa penjara, paling lama empat tahun atau denda paling banyak Rp750 juta. Sementara apabila melecehkan tubuh orang secara verbal, langsung ditujukan kepada seseorang, dikenai Pasal 310 KUHP dengan ancaman hukuman 9 bulan.
Dampaknya bisa jadi begini, ini cuma bayangan saja: Dian akan depresi, berusaha tampil cantik dengan memasukkan dalam hati sindiran warganet. Ia lalu mengoperasi dirinya dengan mengeluarkan banyak uang untuk mendapat predikat sempurna.
Namun saya yakin jalannya takkan pernah begitu. Dian seseorang yang hebat. Ia malang melintang di dunia hiburan begitu lama. Pahit dan getir sudah ia lalui. Patut diingat, Dian tidak sendiri, ada suami yang begitu baik yang membelanya seperti yang kita tonton sekarang.
Dalam buku tulis saya dulu, puluhan tahun yang lalu, sewaktu sekolah dasar, saya punya buku bersampul Dian Nitami juga Diana Pungky. Saya suka melihatnya. Ia begitu sedap dipandang. Begitulah model pada zamannya. Saya kurang tahu waktu itu, apakah Anjas dan Dian sudah menikah.
Selain Dian, kasus yang sama juga dialami Pia Wulandari. Meme dirinya beredar dengan kata-kata yang tidak etis soal tubuh. Tepatnya, foto primer meme Pia itu, disunting dengan mengubah bentuk tubuhnya menjadi lebih kurus. Foto suntingan itu lantas disandingkan dengan foto sebelum disunting.
Ditambahi pula komentar pemanis yang membuat Pia kecut dan emosi. Keterangan foto itu dibuat seolah Pia sedang bercakap dengan sang penyunting foto.
“Bu.. ini photonya dah selesai..”
“Oh udah ya.. berapa biayanya..?”
“Photonya 50 ribu, editannya 500 ribu
“Loh..!! Kok mahal editannya mas..?”
“Ya iya lah bu.. coba ibu beli obat pelangsing sampe bisa sekecil itu kira2 ibu habis biaya berapa.? Pasti jutaan kan?”
“Iya juga ya mas.. haddewww”
Pia berang bukan main. Ia kemudian melaporkan tukang pulas foto itu yang sekaligus kepalang menghinanya. Kini kasusnya entah sampai mana, dari kabar yang didapat, sudah masuk gelar perkara.
“Saya sebagai pribadi insyaallah sudah memaafkan. Tapi proses hukum harus ditegakkan. Kalau tidak ditegakkan, banyak perempuan plus size seperti saya yang mungkin lebih buruk kasusnya, akan merasa tidak punya harapan,” kata Pia, yang saat ini juga menjabat sebagai Staf Ahli Wakil Rektor Bidang Perencanaan dan Kerja Sama Universitas Brawijaya, dikutip dari laman Detik,.
Melalui kasus ini, Pia ingin memberikan pelajaran agar tidak sembarangan mencemooh orang. Apalagi urusan bentuk tubuh seseorang. “Saya sebagai akademisi ingin memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa kita tidak bisa menggunakan foto orang lain untuk bahan ejekan. Saya ingin ada efek jera di mana kalau kamu melakukan body shaming, ada hal yang harus kamu bayar, yaitu dipenjara.”
Pia juga menyoroti dunia hiburan yang secara tidak sadar mengorbitkan orang-orang yang tampil cuma ingin dihina. Di balik hinaan itu, dijadikan pula orang itu sebagai lelucon. Secara tidak langsung, persepsi yang terbentuk adalah mencemooh tubuh orang bukan persoalan serius.
“Ada memang pembawa acara yang badannya besar, tapi bukan berarti mereka bisa diejek dan dijadikan bahan olokan demi kepentingan rating. Ini yang membuat orang Indonesia salah kaprah. Hal buruk dibenarkan seolah hal biasa dan dibungkus dalam bentuk hiburan, padahal tidak biasa dan tidak boleh. Makanya saya sedih banget kenapa orang Indonesia seperti ini,” tutur Pia.
Berkaca dari dua kasus di atas, yang relasi sosialnya saling berkaitan, saya jadi ngat Elly Sugigi dan orang-orang yang disindir Tukul Arwana dalam program tevenya dulu. Saya pernah menikmatinya, dan kini, mungkin segera melupakan lenggak-lenggoknya di media kita-jika mereka tampil untuk dihina dan menghina.
Ayo mulai dari diri sendiri dulu!