Lontar.id – Kasus suap pengurusan impor produk holtikultura yang melibatkan tersangka kader PDIP, I Nyoman Dharmantra oleh KPK menjadi salah satu poin yang diangkat oleh Indonesia Corruption Wacth (ICW) dalam peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Harkordia) di Rumah Kaca Menteng, Jakarta.
Kegiatan tersebut melibatkan Sekolah AntiKorupsi Seniman dengan menghadirkan Pameran Karya dan Pertunjukkan Seni: Seni Melawan Korupsi, dalam Festival Bersama Kawan, Merawat Ingatan Kolektif. Kegiatan dimulai tanggal 3 sampai 12 Desember 2019.
Pada acara itu, ICW membuka stand galeri foto yang menarasikan lemahnya upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Sekitar 12 karya seniman yang dipertunjukkan. Karya-karya yang terpajang sebagai bentuk kritik mereka terhadap korupsi.
Seperti karya seorang seniman Vauzi Gunawan dengan judul Corrupt Identity. Vauzi membuat sebuah topeng koruptor.
Topeng koruptor yang dimaksudkan adalah topeng yang bergambar tiga jenis hewan yang diidentikkan dengan pelaku korupsi, yakni babi, tikus dan monyet menjadi satu dalam satu topeng.
Topeng itu menggambarkan perilaku seorang pejabat yang serakah. Dalam hal ini, “apa yang bisa dimakan dan selama bisa dimakan”. Koruptor tidak memikirkan apapun yang penting perut kenyang, seperti itulah gambaran koruptor yang diilustrasikan melalui media visual Vauzi.
Selain itu, ada juga pertunjukkan karya seni tari yang diperagakan oleh Mutiara Taher. Ia memperagakan tari dengan judul ‘Perebutan Si Putih’. Si putih yang ia maksud adalah pejabat atau anggota DPR dari PDIP yang menerima suap impor bawang putih.
Saat ditanyakan terkait pesan yang ingin disampaikan lewat tarian itu, Mutiara menjelaskan bahwa saat ini ada kasus suap impor bawang putih yagn sedang ditangani KPK. Para pejabat dan pebisnis ini kata dia, sudah ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka.
Ia miris melihat perilaku pejabat yang mengambil keuntungan di atas penderitaan masyarakat. Para petani bawang putih dalam negeri yang bukannya mendapatkan untung dari hasil panen malah harus merugi karena adanya kouta impor yang masuk. Sehingga harga bawang putih dalam negeri tergilas oleh bawang impor.
“Pesanya, mengingatkan pada kasus kouta impor bawang putih 2019. Bahwa ada elit politik dan pebisnis bermain soal impor bawang putih. Saya mau menampilkan tari ini sebagai representasi dari masyarakat, pedagang dan ibu-ibu rumah tangga,” kata Mutiara Taher Alumni Universitas Indonesia di Rumah Kaca Menteng, Jakarta, Selasa (10/12/2019).
Sementara Nisa Zonzoa penyelengara acara menyampaikan, kegiatan festival itu tidak sekadar mengingatkan pada masyarakat tentang bahaya korupsi yang sudah dianggap biasa. Tetapi ada isu lain yang cukup krusial seperti kekerasan terhadap aktivis, pelanggaran HAM, kebijakan pemerintah yang masih menguntugkan sejumlah elit hingga kasus meninggalnya mahasiswa dalam aksi unjuk rasa reformasi di korupsi.
“Kita merawat kembali ingatan masyarakat terhadap perilaku korupsi dan kejahatan kemanusiaan,” ujarnya.
Menurut dia, karya yang ditampilkan dalam festival tersebut merupakan rangkaian dari kegiatan Sekolah Antikorupsi Seniman yang diselenggarakan di Bandung. Para pesertanya terpilih 13 orang dari wilayah jawa Barat, Banten dan Jakarta.
Setelah 13 orang peserta yang lolos di Sekolah Antikorupsi Seniman, kemudian diberikan mentoring hingga mampu menunjukkan sebuah karya. Karya dari para peserta tersebut, lalu ditampilkan di acara festival dalam wujud galeri perlawaan terhadap korupsi dan seni pertunjukkan tari.
“Ini tindak lanjut dari Sekolah Antikorupsi Seniman. Bulan November kita adakan di Bandung untuk tiga daerah seperti Jawa Barat, Banten dan Jakarta. 13 orang terpilih lalu di karantina di Bandung, di situ ada sesi mentoring selama 3 kali. Setelah itu langsung ditampilkan karyanya di sini,” tutupnya.
Editor: Ais Al-Jum’ah