Lontar.id- Beberapa tahun belakangan, nama Agan Harahap semakin dikenal. Ia diperbincangkan banyak orang utamanya netizen karena karya-karyanya yang kontroversial.
Beberapa karya Agan pernah menjadi viral. Ia pernah mengedit foto mirip Jokowi dengan rambut dan setelan anak punk. Tidak lama setelah Agan mengapload foto mirip Jokowi, foto itu menjadi viral.
Foto editan lainnya yang tak kalah ramai, yakni foto yang menggambarkan kehadiran seorang polisi mirip aktor lagendaris Jeky Chen di tengah kerusuhan dan demo pasca pemilu pada 22 Mei lalu. Dalam captionnya, Agan memang tidak menuliskan bahwa polisi asing itu adalah aktor Jeky Chan, namun netizen yang melihat foto postingan di instagram Agan langsung menjurus pada Jeky Chen karena wajahnya yang mirip.
Melalui foto-foto editannya, Agan sangat jelas menyoroti setiap peristiwa yang sedang heboh bahkan persitiwa-peristiwa yang rentan menuai perdebatan hingga konflik pun sering ia jadikan ide visual. Yang paling banyak menuai perdebatan, saat Agan mengedit foto Ahok dan Habib Rizieq sedang tersenyum sambil berjabak tangan.
Melalui foto Ahok dan Habib Rizieq, Agan seolah ingin memperlihatkan bahwa kedua sosok yang sedang dipertentangkan oleh masing-masing pendukungnya pun bisa saling berdamai. Hal itu menyiratkan, sindiran Agan kepada khalayak yang saling berseteru untuk segera menyelesaikan konflik yang membawa-bawa urusan agama ke ranah politik.
Karya-karya Agan kerap satire. Ia membungkus kritiknya dalam karya visual yang penuh lelucoan meski sebenarnya sarat makna. Dalam biodata di akun pribadinya @aganharahap, ia menuliskan kata “turut serta mencerdaskan bangsa”. Profil singkat itu menyiratkan posisi Agan yang memposting foto hasil editannya sebagai jalan menyadarkan netizen untuk lebih jeli dalam melihat dan merespon suatu informasi.
Akhir tahun 2017 lalu, dalam suatu diskusi yang menghadirkan Agan Harahap sebagai pemateri, pada kesempatan itu ia menegaskan banyak foto-foto editannya yang dinyatakan sebagai foto asli dan viral.
Agan terkekeh, suara tawanya menyiratkan kesan tak habis pikir sembari memperlihatkan foto-foto editannya yang viral itu. Tawanya menyiratkan suatu keheranan, ko bisa ada yang percaya editannya sebagai foto beneran. Agan seolah tidak percaya, foto-fotonya menjadikan dia atau mungkin orang lain mengetahui karakter netizen Indonesia yang reaktif.
Selain mengkritik fenomena-fenomena yang sedang booming, Agan juga tak segan memvisualisasikan kritiknya terhadap ketakutan masyarakat Indonesia terhadap bangkitnya komunis. Ia pernah mengedit foto seorang anak kecil yang tertawa sedang membaca buku dengan sampul bertuliskan bahaya bangkitnya komunis.
Melalui wajah anak yang sedang tertawa itu, Agan menyindir “kita” yang secara terus-menerus memproduksi ketakutan terhadap bangkitnya komunis. Padahal, anak kecil saja tidak takut. Anak kecil itu bahkan ingin membuka pikirannya dengan membaca buku tentang komunis.
Isu lain yang sering diangkat oleh Agan dan menurut saya juga cukup menarik, adalah ketika Agan sekali lagi melalui karya visualnya memparodikan artis-artis Barat, seperti Justin Bieber, Selena Gomez, Beyonce, dan lain-lain sedang ada di Indonesia dan digambarkan menikmati kelokalan Indonesia. Seperti foto Selena Gomez minum tolak angin.
Agan membenturkan antara barat dan timur. Melalui foto editanya, ia ingin menyampaikan pandangan barat atas timur atau siapapun yang memandang barat superior dan timur yang inferior. Dalam foto editannya, Agan menjadikannya setara. Tak ada pagar yang membatasi.
Tida sekadar mengedit foto dan mempostingnya di instagram. Agan juga menarasikan setiap foto-fotonya di bagian caption. Serupa dengan foto editannya, narasi-narasi yang tersampaikan dalam caption pun penuh guyon, namun tetap satire. Ada yang tertawa, namun lebih banyak yang menganggap foto-foto itu suatu realitas.
Agan Harahap yang memiliki nama panjang Yohanes Paganda Halasan Harahap. Ia lahir pada 28 Januari, 1980 di Jakarta. Agan mulai menjadi Ilustrator sejak menjadi mahasiswa di Sekolah Tinggi Desain Indonesia di Bandung. Setelah menyelesaikan kuliahnya di tahun 2005, ia menjadi seorang fotografer di Trax Magazine, sebuah majalah yang berfokus pada bidang musik. Selain sebagai fotografer, Agan juga dikenal sebagai seniman Digital imaging.
Karya Agan pertama kali mengikuti pameran bersama di STDI yang berjudul “Manusia Diatas Kertas” (2001). Sejak saat itu, Agan mulai aktif mengikuti berbagai pameran bersama, diantaranya JPG Fashion Photography, di Space Gallery, Amerika Serikat (2007); Indonesia Art Award, di Galeri Nasional, Jakarta (2008); CUT 09 Figure New Photography Form Southeast Asia, di Valentine Willie Fine Art, Kuala Lumpur, Singapura dan Manila (2009); Cut 10 New Photography from Southeast Asia “PARALLEL UNVIVERSE ” di Valentine Willie Fine Art Kuala Lumpur, Singapura, Manila, dan Jogjakarta; Daegu Photo Biennale 2010, di Daegu Culture and Arts Center, Korea Selatan (2010); dan Month of Photography Tokyo, Ricoh Ring Cube Gallery, Jepang (2011); “FOTOGRÁFICA BOGOTÁ 2011”, di Galeria Christopher Paschall S.XXI , Bogota, Colombia (2011); “Jakarta Biennale 2015” di Jakarta (2015); dan “ArtJog 2016” di Jogja National Museum, Yogyakarta (2016).