Lontar.id – Menteri Luar Negeri (Menlu) RI, Retno Marsudi berharap agar Vietnam sebagai Presiden Dewan Keamanan PBB bisa menggunakan pengaruhnya untuk mencegah eskalasi ketegangan di Timur Tengah (Timteng).
Dilansir laman resmi Kemenkominfo, Senin (14/1/2020), Indonesia berusaha melakukan berbagai upaya untuk mencegah eskalasi ketegangan di Timur Tengah pasca serangan drone Amerika Serikat (AS) yang menewaskan Jenderal Senior Iran, Qassem Soeleimani, di Baghdad, Irak, awal bulan ini.
Melalui keterangan resmi Kemenkominfo disebutkan bahwa Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi sudah berbicara dengan pihak Amerika Serikat dan Iran di tingkat Dewan Keamanan PBB, serta berusaha untuk mendeputasi, mendorong semua pihak agar eskalasi yang lebih jelek tidak terjadi lagi.
“Saya melakukan pembicaraan per telepon pada tanggal 8 malam berarti 9 pagi, karena pada saat itu Menteri Luar Negeri Vietnam baru mendarat di New York. Vietnam untuk bulan Januari ini bertindak sebagai Presiden dari Dewan Keamanan PBB. Saya melakukan pembicaraan, saya mengulangi lagi spot Indonesia terhadap presidency Vietnam,” kata Menlu kepada wartawan di Emirate Palace, Abu Dhabi, UEA, Minggu (12/01/2020) malam.
Retno berharap Vietnam bisa menggunakan pengaruhnya sebagai Presiden Dewan Keamanan PBB, agar semua pihak yang terkait dapat menahan diri sehingga tidak terjadi lebih buruk lagi.
“Jadi, kita cukup banyak untuk mengirimkan pesan, untuk meng-encourage agar eskalasi yang lebih jelek tidak terjadi lagi,” tegas Menlu.
Pada pertemuan dengan Menlu UEA dirinya juga membahas masalah tersebut, dan prinsip keduanya sama. “Kita tidak ingin situasi, apa namanya, menjadi lebih memburuk,” ujarnya.
Presiden Joko Widodo pun, sambung Menlu, juga sedikit menyinggung masalah ketegangan di Timur Tengah tersebut dalam pertemuan dengan Pangeran Sheikh Mohammed Bin Zayed (MBZ). Namun pembahasan ini tidak fokus, karena fokus pembahasan dalam pertemuan keduanya lebih kepada masalah ekonomi.
Buat Indonesia, menurut Menlu, yang harus diperhatikan adalah nasib warga negara Indonesia. Karena menurut data yang ada, jumlah WNI di Iran lebih dari 400. Sementara yang di Irak lebih dari 800. Namun diperkirakan jumlah yang ada pasti lebih besar dari data yang kita diterimanya.
“Belum lagi kita bicara mengenai WNI yang tinggal di sekitar wilayah itu yang kalau ditotal bisa jumlahnya jutaan. Jadi, kalau situasinya tidak dapat dieskalasi, diredakan maka pasti akan terpengaruh kepada warga negara kita, tetapi sekali lagi untuk antisipasi,” tutur Menlu.