Lontar.id – Kemarin, di satu Whatsapp Grup (WAG), saya mengirimkan secuplik kalimat dari WAG juga, soal rumor kepindahan Marc Klok dari PSM Makassar ke Persija Jakarta. Saya namai gambar itu, mari menikmati opini liar disertai emot tertawa.
Awalnya, saya ngikik membacanya. Tidak mau berpikir apa-apa. Tidak penting. Mau pindah tak apa, bertahan juga tak apa. Sebab saya percaya, PSM juga punya pelapis Klok yang sepadan.
Bedanya, teman-teman saya yang membaca info itu di WAG, meresponsnya dengan bermacam ekspresi. Ada yang kaget. Ada yang tak menanggapi. Mereka yang kaget tiba-tiba nyeletuk, “ah, ini gak mungkin. Gak mungkin.”
Saya yang dari tadi menyimak setelah melempar rumor itu, menjawab sekenannya. “Biarkan rumor berkembang,” tuturku dalam WAG itu.
Seorang kawan, yang mungkin merasa rumor itu bisa dimanfaatkan, lalu ingin memvalidasinya. “Saya akan kabari Klok kalau begitu.” Kebetulan kawanku itu, punya privilese besar ke pemain-pemain PSM.
Maka terjadilah perbincangan yang lebih menarik lagi. “Ah, bisa saja dia pindah. Kalau klausul kontraknya ditebus? Semua itu bisa, kalau klub juga setuju dan pemain setuju.”
“Pokoknya tidak. Rumor ini bohong. Klok katakan tidak dan sudah saya konfirmasi. Klok tetap di PSM,” sanggah kawan lain.
Saya lalu beralih ke twitter. Melihat-lihat kabar soal PSM yang lain. Isu Klok dan kepindahannya merebak. Beberapa jam, kira-kira 8 jam setelah saya melempar wacana dalam WAG kumpulan para jurnalis itu.
Hampir sama dengan di WAG, orang-orang juga berdebat di twitter. Banyak orang yang tetap kukuh bertahan bahwa Klok tetap di PSM. Ia ingin mempertahakan wacana agar tetap menjadi kabar burung. Menggemaskan.
Suporter lain, malah menerimanya dan menganggap itu sah-sah saja dengan pelbagai alasan. Pertama, Klok bisa ditebus klausulnya. Kedua, Klok bisa juga ingin hengkang dan pergi. Ketiga, Persija bisa mengambilnya dengan harga yang mahal.
Orang-orang tidak tahu kalau Persija itu klub yang banyak duit. Maka salah besar jika memandang remeh Persija dan mengatakan bahwa Macan Kemayoran tak bisa bertransaksi besar-besaran perihal pemain.
Apalagi, saat kabar ketidakcocokan pelatih PSM dengan Klok yang disangkutpautkan dengan transfer. Perbincangan soal PSM jadi meluas. Akhirnya, ekosistem PSM tetap hidup. Produsen-distributor-konsumen ikatannya makin kuat.
Yang paling lucu adalah orang yang tegang-tegangan dan ingin membawa rumor ini ke dalam nuansa yang gelap, seperti mengagitasi kawannya untuk memusuhi penyebar rumor yang tidak-tidak. Apa sih?
Jika mendapati orang seperti itu, ingin kutepuk pundaknya dan berbisik lirih di telinganya, “santailah…”
Penggemar-penggemar bebal macam begitu tidak pernah mengerti betapa sepakbola punya beribu tafsir. Itu yang mengindahkan wujudnya dalam mata penggemar yang sehat.
Sepak bola itu, kawan, adalah industri yang istilahnya, “kalau yu punya duit, nih ambil klub gue atau ambil aja pemain gue kalau doku lu cukup coy. Saling menguntungkanlah kita, kan.“
Jika menyadari hal itu, kita pasti akan santai menanggapi rumor. Begitu juga dengan politik. Semua soal fulus saja atau istilah bekennya, fresh money.
Toh liga ini dibangun dari duit industri yang besar. Mulai dari sponsor klub dan lain-lain. Banyak variabel yang membuat dunia sepak bola penuh ketidakpastian. Contohnya, satu klub besar dibeli dan diganti namanya. Siapa coba yang membayangkan klub besar dan punya sejarah bisa diganti namanya?
Yang kedua, kalau pemain pujaan dijual untuk kesehatan klub yang kalian banggakan, ya tidak mengapa kan? Daripada, klub yang kalian bela mati-matian itu ngos-ngosan bayar gaji dan lain-lain.
Lebih baik, satu pemain mahal angkat kaki demi menghidupi satu klub bersejarah. Kecuali, pemain itu kepalang nyaman dan bertahan dalam klub meski gajinya dikurangi, ya bisa jadi. Ingatlah kawan, mengelola satu klub di Indonesia ini, dipikir saja sulit, apalagi dikelola.
Sebagai eks jurnalis olahraga yang pernah meliput liga lokal dan nasional, sepak bola itu sedikit banyak bisa hidup dari rumor. Berita membuat sepakbola bisa eksis. Bayangkan jika tak ada berita olahraga?
Sedikit bocoran, jika dipikir rumor itu tidak menghidupi klub dan pemain, kalian salah besar. Semakin santer klub dan pemain masuk dalam pusaran rumor, maka nilai tawarnya semakin gede.
Misal, seorang pemain dirumorkan akan ke PSM. Jika klub selain PSM juga kepincut merekrutnya, maka si pemain bisa beralasan, “saya ditawari segini sama PSM, kalau kamu bisa lebih dan tawaran kamu menarik, niat saya ke PSM bisa saya urungkan.”
Modal rumor saja, citra seorang pemain bisa terangkat drastis, berikut harganya. Itu belum mafia-mafiaan ya. Belum. Klub? Jelas terangkat juga dong. Sebisa mungkin, nama klub harus jadi top of mind di semua kalangan. Punya brand yang asyik.
Semakin banyak pemberitaan positif dan rumor yang melingkupinya, serta memancing orang-orang untuk menonton laganya, maka nilai untuk sponsor dan saham pemilik klub bisa saja naik. Semua tergantung perkembangan klub.
Sampai di sini, saya cuma ingin bilang, sepak bola tanpa rumor itu tidak asyik. Politik tanpa katanya-katanya, juga tak menarik. Nikmati saja, namanya juga sepak bola yang dipolitisir atau politisi yang didandani pakai baju sepak bola. Ya, kan?