Jakarta, Lontar.id – Kabar soal dirawatnya Ustaz kondang KH Muhammad Arifin Ilham karena sakit sempat membuat heboh media sosial (medsos). Namun, bukan soal proses penyembuhan ustaz Arifin Ilham yang menggemparkan, tetapi beredarnya kabar hoaks tentang meninggalnya sang dai. Tepatnya, Selasa (8/1/2019) hari ini. Namun, kabar tersebut telah diluruskan sang putra Muh Alvin Faiz melalui akun instagram pribadinya, @Alvin_411.
Meski telah diluruskan, namun tak sedikit pengguna medsos yang ikut menyebarkan kabar hoaks tersebut. Kabar-kabar hoaks yang terjadi di masyarakat kita memang masih menjadi persoalan.
Baca Juga:Belajar Satire dari Sosok Imajiner Calon Presiden 2019
Tak sedikit tokoh maupun fublik figur pernah merasakan jadi korban. Kabar hoaks yang menimpa ustaz Arifin Ilham mungkin salah satu dari banyaknya kabar bohong lain yang pernah terjadi di Indonesia.
Rentetannya pun bisa terjadi hanya berselang beberapa hari. Itu tergantung momentum yang terjadi, dan dimanfaatkan betul oleh sang aktor maupun pengguna medsos yang belum paham bagaimana memverifikasi informasi yang datang.
Pengamat media sosial, Nukman Luthfie mengatakan, pada era saat masyarakat sulit membedakan informasi yang benar dan salah, hal terpenting adalah meningkatkan literasi media dan literasi media sosial.
Baca Juga:Tentang Captain Tsubasa yang Penggemarnya Terus Meregenerasi
Sebab, penyebaran informasi hoaks juga dapat dilakukan oleh mereka yang terpelajar.
“Pengguna mobile phone, ketika ada berita lewat Twitter, Facebook, WhatsApp, hanya lihat judul kemudian disebarkan. Ini fakta, karakter yang menarik dan tidak pernah terjadi sebelumnya,” tutur Nukman seoperti dilansir Kompas.com (7/11/2017) lalu.
Dikatakan Nukman, selain kebiasaan berbagi secara cepat, pola baca masyarakat juga berubah total. Jika membaca buku halaman berapa, dan koran alinea berapa, pembaca berita online cenderung membaca secara cepat.
Hal itu didukung dengan format berita daring. Portal berita yang paling banyak dibaca adalah yang hanya terdiri dari beberapa alinea, bahkan penyajiannya cenderung tak lengkap dalam satu berita. Untuk mendapatkan informasi lengkap, pembaca dipaksa untuk membaca lebih dari satu berita.
“Banyak hoaks menyebar luas adalah utamanya, bahkan orang terpelajar pun tidak bisa bedakan mana berita yang benar, advertorial dan hoaks. Mereka menyebarkan apa pun yang mereka suka. Suka dulu, enggak perlu betul,” tutur Nukman.
Permasalahan saat ini, kata dia, informasi hoaks telah memecah belah publik. Misalnya, jika dikaitkan dengan momentum pilkada maupun Pilpres saat ini.
Baca Juga:Pamali, Gim Horor dari Indonesia
Publik terbelah menjadi kubu-kubu yang keras. Hal itu diperparah dengan kondisi bahwa sejumlah media massa sudah berpihak kepada satu pihak sehingga kepercayaan masyarakat pada media mainstream sudah luntur.
“Ini bahaya. Makanya, selalu muncul, setiap kita terima berita, nomor satu adalah kembali kepada manusianya,” kata Nukman. “Jika jempolmu sudah kepengin banget share, tunggu dulu. Ada proses untuk verifikasi, mengunyah. Jangan telan dulu. Cuma, itu susah sekali pada saat mereka enggak bisa bedakan hoaka dan bukan, harapan tinggal kepada media mainstream,” ujar alumnus Universitas Gadjah Mada itu.
Kini, kondisi ustaz Arifin Ilham terus membaik pasca dirawat di RSCM Jakarta, 5 Januari 2019 lalu.
Dukungan berbagai kalangan terhadap kesembuhannya juga terus berdatangan. Lekas sehat ustaz.