Lontar.id – Bank Indonesia memberikan insentif bagi bank yang memberikan penyediaan dana untuk kegiatan ekonomi tertentu, berupa kelonggaran atas kewajiban pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM) dalam Rupiah yang wajib dipenuhi secara harian sebesar 0,5% (50bps).
Insentif yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 22/4/PBI/2020 tentang Insentif bagi Bank yang Memberikan Penyediaan Dana untuk Kegiatan Ekonomi Tertentu tersebut, diberikan guna mendukung penanganan dampak perekonomian akibat wabah virus Corona, danberlaku pada 1 April 2020.
“Pemberian insentif ini dilakukan pertama kali pada tanggal 16 April 2020 dengan menggunakan data Maret 2020, yang akan dilakukan secara bulanan dan diberikan sampai dengan tanggal 31 Desember 2020,” demikian tertulis dalam rilis Bank Indonesia, Rabu (1/4/2020).
Penerbitan ketentuan ini merupakan tindak lanjut keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulan Maret 2020, yang memutuskan bahwa BI memperluas kebijakan insentif pelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM) harian dalam Rupiah sebesar 50bps, yang semula hanya ditujukan kepada bank-bank yang melakukan pembiayaan ekspor-impor, ditambah dengan yang melakukan pembiayaan kepada UMKM dan sektor-sektor prioritas lain.
Ketentuan ini merupakan salah satu implementasi kebijakan makroprudensial BI yang akomodatif untuk mendorong intermediasi perbankan sebagai upaya BI untuk memitigasi dampak COVID-19 di tengah meningkatnya risiko ketidakpastian global terhadap perekonomian domestik.
Adapun cakupan pengaturan dalam ketentuan ini meliputi:
Pemberian insentif bagi bank yang melakukan penyediaan dana untuk kegiatan ekonomi tertentu, yaitu: kegiatan ekspor, kegiatan impor, kegiatan UMKM, dan/atau kegiatan ekonomi pada sektor prioritas lainnya yang ditetapkan BI.
Insentif yang diberikan berupa kelonggaran atas kewajiban pemenuhan GWM dalam Rupiah yang wajib dipenuhi secara harian sebesar 0,5% (50bps).
Cakupan penyediaan dana untuk kegiatan ekonomi tertentu yang terdiri atas kredit atau pembiayaan ekspor, kredit atau pembiayaan impor yang bersifat produktif, letter of credit, kredit atau pembiayaan UMKM, dan/atau kredit atau pembiayaan lainnya yang ditetapkan oleh BI.
“Bank Indonesia akan terus berkoordinasi dengan Pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan otoritas terkait senantiasa memantau perkembangan pandemi COVID-19 guna menempuh langkah-langkah kebijakan yang diperlukan untuk memitigasi dan mengurangi dampaknya terhadap perekonomian nasional,” lanjut pernyataan itu.
Terpisah, Menteri Keuangan (Menkeu) RI, Sri Mulyani Indrawati, mengaku pemerintah akan terus menjaga perekonomian dalam negeri di tengah pandemik Covid-19. Termasuk dengan pemberian insentif pada sektor usaha.
“Kami melindungi sektor usaha agar bertahan dalam situasi sulit dan juga melindungi stabilitas sektor keuangan. Untuk menjaga bagaimana kondisi masyarakat ekonomi tidak memukul dan trigger krisis Indonesia di bidang keuangan yang ancam stabiltas,” kata Menkeu, Selasa (1/4), seperti dilansir Kontan.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan merilis rencana pemberian empat insentif terkait perpajakan sebagai langkah membantu Wajib Pajak (WP) terdampak wabah Virus Corona.
Keempat insentif tersebut terkait dengan ketentuan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21, PPh Pasal 22 Impor, PPh Pasal 25 dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Ketentuan insentif ini tertuang di dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 23 tahun 2020, yang berlaku mulai 1 April 2020.
Pertama, insentif PPh Pasal 21 akan diberikan kepada para pemberi kerja dari klasifikasi 440 lapangan usaha dan merupakan perusahaan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE).
Melalui insentif ini, pemerintah akan menanggung PPh Pasal 21 dari pegawai dengan penghasilan bruto tetap dan teratur, yang jumlahnya tidak lebih dari Rp200 juta dalam setahun. Insentif pemerintah ini akan diberikan sejak Masa Pajak April 2020 hingga September 2020.
Kedua adalah insentif PPh Pasal 22 Impor, yang dipungut oleh Bank Devisa atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada saat Wajib Pajak melakukan impor barang.
Ketiga, pemerintah memberikan insentif pengurangan Angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30 persen dari angsuran yang seharusnya terutang. Jika WP memenuhi kriteria insentif, maka pengurangan besarnya angsuran akan berlaku sampai dengan Masa Pajak September 2020.
Terakhir, insentif PPN bagi WP yang memiliki klasifikasi lapangan usaha (terlampir) dan telah ditetapkan sebagai perusahaan KITE. Selain itu, Pengusaha Kena Pajak (PKP) ini adalah WP yang PPN lebih bayar restitusinya paling banyak Rp5 miliar. Dengan syarat ini, WP dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak sebagai PKP berisiko rendah.