Tiket naik sampai bulan 4. Saya harus minta kenaikan gaji dari kantor. Soalnya, seminggu sekali, saya mengunjungi istri dan anak-anak saya di Makassar,” seorang kawan antara ngeluh dan curhat dengan kondisi penerbangan Indonesia saat ini.
Tetapi bagaimana bagi mereka yang cuma punya sedikit uang, harus memilih untuk terbang bersama maskapai di Indonesia yang beragam, namun harganya nyaris sama, baik yang benefit juga standar: sama-sama mahal.
Ia orang berkeluarga. Ada rindunya. Tidak sedikit cemasnya. Banyak juga seperti rindu (tolong, jangan baca ini sambil menyenandung seperti Is, eks Payung Teduh). Keluarga tetap nomor satu.
Awalnya, kawan saya itu maklum jika bagasi akan dikenakan harga. Sangat maklum. Kebijakan itu dinilai sangat politis di tengah hiruk-pikuk pilpres-pilpres-an. Ia bisa mengerti sewaktu peak season, sebab harga tiket belum berubah.
Sekarang, peak season dari mana? Siapa mereka yang mau main libur-liburan di tengah rutinitas pekerjaan dan tidak adanya tanggal merah yang begitu banyak pada bulan 11 dan 12? Lalu kenapa harga tiket belum turun-turun jua?
Anda bisa cek, bulan 1 hingga bulan 4, harga tiket di atas sejutaan lebih. Misal, rute Jakarta-Makassar begitupun sebaliknya. Umumnya, harga tiket berkisar antara Rp700 sampai Rp800ribu-an. Jika bagasi dikenakan biaya untuk penerbangan standar, dan harga tiket masih melambung tinggi, hitunglah berapa pengeluaran?
Saya, kok, jadi berpikir ke depan bahkan lebih jauh. Kalau hari ini saya pergi ke daerah wisata, kemudian ingin membeli oleole buat keluarga. Jika bagasi naik, tidaklah masalah. Bisa diakali seadanya. Atau jadi bahan tentengan saja.
Namun, kalau bagasi naik dan harga tiket menyapu rata seluruh hari hingga bulan 4 seperti hari libur, yang ada, oleole tidak dibeli, pergi ke sana dan ke sini juga tidak bisa. Rindu keluarga pun hanya bisa dibalas dengan gigit jari.
Saya sendiri yakin, bagasi yang sudah tidak gratis lagi masih bisa dipertimbangkan dan diubah. Toh, pada awalnya kebijakan baru itu dimulai 8 Januari dan sekarang berubah menjadi 22 Januari. Saya juga percaya pemantau kebijakan seperti DPR RI, ingin menegur tindak lanjut dari Kementerian Perhubungan. Menhub itu adalah kunci.
Dua poros sudah mengomentari, masalahnya. Baik itu poros di Jokowi dan poros Prabowo.
Seperti ucapan Wakil Ketua Komisi V DPR RI dari Golkar, Ibnu Munzir, yang menentang kebijakan maskapai Lion Air yang berencana tak lagi menggratiskan bagasi penumpang seberat 20 kilogram (kg), beberapa waktu lalu.
“Komisi V belum bersikap karena belum ada rapat komisi, bagi saya menganggap itu sesuatu yang di luar ketentuan aturan dan itu merugikan para penumpang,” tegas Ibnu Munzir dikutip dari Lontar.id.
Ia pun menjanjikan jalan keluar untuk masalah bagasi.
“Saya akan coba dengan dirjen perhubungan udara menyampaikan hal itu, apa dasar dan apa ketentuan kalau itu inisiatif air lines. kalau melanggar tolong ditegur untuk membatalkan itu. Tapi kali ada ruang membolehkan (kebijakan maskpai), kita harus diskusikan secara intensif karena itu merugikan para penumpang atau pengguna Lion Air, karena menambah cost (biaya),” ujarnya.
Pun Anggota Komisi V DPR, Irwan Darmawan Aras mengatakan, dirinya masih akan mempelajari kaitan antara kebijakan bagasi berbayar Lion Air dengan aturan yang ditetapkan Pemerintah.
“Selama gak ada aturan yang dia tabrak. Tapi kalau ada aturan yang dilabrak, tentunya harus dibatalkan, kan itu kebijakan internal maskapai saja. Yang penting harga ambang batas bawah dan atas tidak boleh dilampaui,” ujar Politisi Gerindra ini.
Jika toh kebijakan ini langgeng dan lempang-lempang saja, maka sepertinya mencoblos pada pemilu yang akan datang takkan mengubah apa-apa. Poros sana dan poros situ juga tak bisa lagi mencegah gilanya kenaikan harga.
Saya masih menanti mereka yang duduk di gedung kura-kura, bisa berpikir sehat dan bugar badannya untuk ikut Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama pemangkukepentingan. Ada teriakan dan ketukan palu yang membahagiakan orang-orang kelas bawah.
Bayangan yang lebih parah sudah tergambar dalam pikiran saya. Jika produk mencekik leher ini digulirkan, legislator bungkam, dan menteri kita akan berkomentar nyeleneh: kalau tidak ada uang, tidak usah terbang.
Baca Juga: Peraturan Menhub Beri Keuntungan Berlipat untuk Lion Air?
Sama seperti orang miskin yang diminta untuk diet dan tidak banyak makan saat pangan naik, dan menanam cabai sendiri. Kalau jalannya begitu, yasudahlah, pikir kembali keluarga dan kerja keras lagi untuk segera bertemu dengannya. Itu pun jika Anda perantau.