Jakarta, Lontar.id – Maskapai penerbangan Citilink Indonesia, akan menghapus bagasi cuma-cuma (free baggage) bagi penumpang penerbangan rute-rute domestik.
Maskapai Berbiaya Hemat (LCC) itu sudah melakukan penyesuaian harga standar pelayanan penumpang kelas ekonomi. Hasilnya, anak perusahaan dari PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk ini, masuk dalam kategori layanan standar minimum (no frills).
Ketentuan yang akan diberlakukan didasari dari Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia, Nomor PM 185 Tahun 2015, mengenai standar pelayanan penumpang kelas ekonomi.
“Maka sesuai dengan kelompok pelayanan yang tertera pada Pasal 22 khususnya butir c PM 185 tahun 2015 yang menyatakan bahwa maskapai no frills dapat mengenakan biaya untuk pengangkutan bagasi,” kata Pjs. VP Sales & Distribution PT Citilink Indonesia, Amalia Yaksa, di Jakarta, Kamis (10/1/2019).
Saat ini, manajemen Citilink Indonesia sedang berkoordinasi dengan pemangkukepentingan, guna mempersiapkan seluruh infrastruktur pendukung yang diperlukan bagi pelaksanaan ketentuan tersebut. Seperti dari standar operasional, sumber daya, hingga sosialisasi kepada masyarakat.
Soal penyesuaian itu, pihak Citilink belum memastikan kapan akan mulai diberlakukan efektif. “Nanti akan ada sosialisasinya lagi, secepatnya akan kita mulai sosialisasinya,” akunnya
Sebelumnya maskapai penerbangan Lion Air dan Wings Air, lebih awal mengeluarkan kebijakan penghapusan bagasi cuma-cuma, rute penerbangan domestik pada (8/1), kemudian menyusul Citilink Indonesia.
Penghapusan bagasi cuma-cuma mendapatkan reaksi beragam dari masyarakat, karena mayoritas masyarakat sudah terbiasa dengan bagasi yang cuma-cuma dan penerbangan yang terbilang murah.
Mahalnya Tiket Kian Dikeluhkan
Masalah kian melebar. Setelah bagasi cuma-cuma dihapus, akun media sosial Facebook Patrianef, seorang traveler domestik, mengaku kecewa dengan kebijakan Kemenhub soal harga tiket yang tak turun setelah peak season habis.
Parahnya, lewat asumsinya, Patrianef melalui surat terbuka yang dia tulis di akun medsos, lengkap dengan perbandingan harga tiket domestik dengan Internasional.
Menurut Patrianef, Kemenhub menjadikan Indonesia sebagai ceruk pasar untuk meraup keuntungan besar, sementara Indonesia masuk kategori negara lower middle income country atau masayarakat berpenghasilan menengah ke bawah.
“Sementara untuk penerbangan ke luar negeri dengan jam penerbangan yang sama harga tiket hanya 50 persen dari harga penerbangan domestik dengan jam dan jarak yang relatif sama. Padahal standar keamanan penerbangan luar negeri relatif lebih tinggi dibandingkan tingkat keamanan penerbangan domestik,” tulisnya.
Patrianef kemudian membandingkan penerbangan rute seperti ini:
Jakarta – Padang, 1 jam 30 menit Lion Air di atas Rp1 juta, sedangkan Garuda sekitar Rp2 juta. Untuk penerbangan internasional Jakarta – Singapore 1 jam 30 menit, Lion dan Air Asia sekisar Rp400.000 – Rp500.000, lewat penerbangan full service Rp1 juta.
“Kami yakin kenaikan harga tiket tersebut sangat tidak wajar, karena hanya dibebankan kepada penerbangan lokal dan domestik. Kami meminta agar Bapak Menteri Perhubungan sebagai regulator meninjau lagi kenaikan tiket pesawat terbang.”.
Penulis: Ruslan