Lontar.id – Sekelompok pemuda di kawasan Industri UMKM Agusta, Kebayoran Lama, Jakarta, membuat dua unit ventilator untuk pasien yang positif terinfeksi Covid-19. Untuk memroduksi kedua ventilator itu, mereka merogoh kocek sebesar Rp20 juta.
Dua unit ventilator yang sudab diproduksi tersebut masih berupa prototipe, dan rencananya akan diajukan pada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, agar bisa diproduksi secara massal untuk perawatan pasien Covid-19 di Indonesia.
Koordinator tim pembuat ventilator tersebut, Akbar, mengatakan ventilator seperti yang mereka produksi telah digunakan di Spanyol. Di sana para produsen bekerja sama dengan salah satu pabrik mobil anak perusahaan Volkswagen.
“Kalau di Spanyol mereka bekerja sama dengan pabrik mobil yang grupnya dari Volkswagen. Sudah produksi massal dan mereka sudah di-acc oleh kementerian kesehatan di sana. Tinggal di Indonesia aja kita akan ajukan, kita makanya bikin produksi yang finalnya, nanti kita bawa,” jelasnya saat ditemui di lokasi pembuatan, Rabu, 15 April 2020.
Akbar menjelaskan, saat ini pihaknya hanya bisa memroduksi dua unit karena mereka kekurangan dana. Hal itu berbeda dengan yang ada di Spanyol. Para produsen di sana mendapatkan kucuran dana dari donatur, jumlahnya lebih dari Rp2 miliar sehingga bisa memroduksi dalam jumlah besar.
Ventilator semacam itu, kata Akbar, sangat dibutuhkan di Indonesia. Bahkan menurutnya kebutuhan ventilator tersebut mencapai sekitar 8 ribu unit. “Di Indonesia dibutuhkan 8 ribuan. Ventilator ini kalau sudah dipakai sama pasien Covid, dia udah nggak bisa dipakai lagi untuk pasien lainnya. Ini untuk satu orang satu. Kalau kita mau ganti, kita harus ganti breathing circuitnya. Karena untuk sterilisasi kita nggak bisa jamin bahwa 100 persen bisa steril untuk Covid ini,” lanjut Akbar.
Itulah sebabnya rumah sakit nonrujukan yang memiliki ventilator biasanya enggan menggunakannya untuk pasien positif Covid-19. Biasanya mereka merujuk pasien itu ke rumah sakit rujukan Covid-19.
“Karena mereka nggak mau venti mereka dipakai untuk pasien Covid”
Akbar mengaku mengeluarkan dana hingga Rp20 juta untuk pembuatan kedua ventilator. Tapi jika diproduksi massal, biaya yang harus dikeluarkan bisa lebih murah. Biaya untuk pembuatan prototipe itu disebut lebih mahal karena mereka harus mencari settingan yang tepat dan beberapa kali gagal.
“Kalau sudah diproduksi massal mungkin dijualnya harga sekitar Rp10 jutaan. Itu juga bukan kita yang produksi karena kalau kita yang disuruh produksi sebanyak itu kita juga nggak sanggup. Pertama, kita nggak ada modal lagi. Kedua, pengerjaannya butuh waktu yang lebih cepat. Sedangkan karyawan kita yang di sini total ada sekitar 30-an. Hampir 25 orang udah pada pulang kampung,” paparnya.
Pembuatan prototipe itu, lanjut Akbar, merupakan kontribusi mereka sebagai anak bangsa, agar wabah ini bisa ditangani bersama. “Dan ini projek sosial sih mas, bukan dijual. Kita ajukan ke pemerintah, yang punya modal dan pabrik besar silakan produksi massal, seperti itu,” tutupnya.
Berikut foto-foto proses produksi dan penggunaan ventilator untuk pasien Covid-19, yang diabadikan oleh jurnalis Lontar, Dumaz Artadi.
Editor: Kurniawan