Lontar.id — Direktur Jenderal (Dirjen) Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum) Kementerian Longkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rasio Ridho Sani, menilai Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jambi menerapkan prinsip kehati-hatian dalam memutuskan perkara kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Pernyataan Rasio tersebut disampaikan menanggapi putusan Majelis Hakim PN Jambi terkait kasus Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla), yang melibatkan PT Agro Tumbuh Gemilang Abadi (PT ATGA) pada sidang putusan hari Senin, 13 April 2020.
Pada perkara itu, majelis hakim yang diketuai Viktor Togi Rumahorbo memberikan sanksi kepada PT ATGA, berupa membayar ganti kerugian lingkungan hidup sebesar Rp 590.543.023.000.
“Putusan ini menunjukkan penerapan prinsip in dubio pro natura, dan prinsip kehati-hatian dalam mengadili perkara menggunakan beban pembuktian dengan pertanggungjawaban mutlak. Putusan karhutla ini penting karena karhutla merupakan kejahatan luar biasa,” ucapnya, Rabu, 15 April 2020.
Dalam amar putusan, PT ATGA diwajibkan membayar ganti rugi materiil sebesar Rp160.180.335.500 dan membayar biaya pemulihan lingkungan hidup sebesar Rp430.362.687.500 atas kebakaran 1.500 Ha di lokasi mereka, serta menyatakan gugatan menggunakan pertanggungjawaban mutlak (strict liability).
Rasio berjanji akan tetap mengejar pelaku karhutla, meskipun kejadian karhutla sudah berlangsung lama dan pelaku mencoba menggunakan berbagai cara. Bahkan, meski di tengah situasi pandemi Covid19, KLHK juga terus melakukan pengawasan dan penindakan bagi pelaku kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan.
Pihaknya akan tetap melacak dan menindaknya. Menurutnya, KLHK dapat melacak jejak dan bukti karhutla dengan dukungan ahli dan teknologi.
“KLHK akan menggunakan semua instrumen penegakan hukum, apakah sanksi administrasi, hukum pidana dan perdata, termasuk mencabut izin, penjara, dan denda bila perlu pembubaran perusahaan, agar pelaku jera,” tegas Rasio.
Sementara, Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup KLHK, Jasmin Ragil Utomo, menambahkan bahwa Gugatan KLHK terhadap PT ATGA adalah tindak lanjut dari Putusan Sela PN Jakarta Utara, tanggal 2 Agustus 2017, dan Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, tanggal 9 Januari 2019.
Pada kedua putusan tersebut, gugatan KLHK dinyatakan NO (Niet Ontsverkelijk verklaark) terkait kompetensi relatif, bahwa kedudukan hukum PT ATGA bukan di Jakarta Utara, namun di Jambi.
Berdasarkan Putusan PN Jakarta Utara dan Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta itu, KLHK, melalui kuasa hukumnya, pada 7 Agustus 2019, mengajukan gugatan kembali terhadap PT ATGA di PN Jambi.
Adapun saat ini sudah ada 17 perusahaan terkait kasus karhutla yang digugat KLHK. Sudah ada 9 perkara yang berkekuatan hukum tetap dengan nilai gugatan mencapai Rp 1,15 triliun.
“Jumlah perkara serupa yang akan kami gugat terus bertambah sesuai permasalahan yang terjadi, dengan melibatkan Tim Jaksa Pengacara Negara Kejaksaan Agung,” kata Jasmin Ragil Utomo.
Editor: Kurniawan