Lontar.id – Sebulan sudah Indonesia dipanikkan oleh wabah virus asal Wuhan, Tiongkok. Virus ini adalah Corona Virus Disease yang kemunculan pertamanya di penghujung tahun 2019 sehingga dinamai Covid-19.
Virus ini adalah jenis virus corona baru yang menyerang hampir di seluruh negara yang ada di dunia, termasuk Indonesia.
Persebarannya yang sangat cepat dan angka mortalitas yang ditimbulkan cukup signifikan tak ayal membuat masyarakat panik. Untuk Indonesia sendiri, memasuki bulan April ini, sudah tercatat tiga ribuan kasus Covid-19 dengan jumlah mortalitas di kisaran angka tiga ratusan orang.
WHO menetapkan kasus covid-19 sebagai kasus pandemik (wabah dunia) pada tanggal 11 Maret 2020. Dampak yang ditimbulkan oleh wabah ini sangat signifikan di berbagai sektor kehidupan.
Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan sebuah edaran resmi terkait peraturan yang mengharuskan bekerja dari rumah (Work from Home) di tengah kondisi darurat bencana nonalam ini.
Aturan ini tentu berefek langsung pada sistem pendidikan. Pola pendidikan berubah drastis ke sistem pembelajaran online atau disebut sistem daring (dalam jaringan).
Guru dan siswa seketika dituntut harus mampu merespons cepat dan beradaptasi dengan sistem pembelajaran virtual ini. Bukan tanpa kendala, justru adanya perubahan ini membawa beberapa masalah di kalangan siswa/mahasiswa, bahkan guru/dosen.
Gagap Berpendidikan di Tengah Wabah Korona
Dapat dikatakan bahwa saat ini Indonesia sedang dalam masa transisi menuju pendidikan 4.0 seiring perkembangan revolusi industri keempat.
Kurikulum pendidikan lama masih belum sepenuhnya merespons geliat teknologi, walau sudah ada beberapa sekolah dan perguruan tinggi yang mulai menerapkan metode pembelajaran berbasis teknologi, seperti mengolaborasikan sistem tatap muka dengan sistem pembelajaran jarak jauh yang difasilitasi oleh teknologi dan jaringan internet (blanded learning). Namun, pola pendidikan lama masih sangat kental di dunia pendidikan kita.
Pada pemberlakuan sistem pembelajaran daring/online masih banyak sekali ditemukan fenomena guru yang gagap dalam memanfaatkan teknologi internet dalam pembelajaran.
Ditemukan pula perguruan tinggi yang belum siap dalam menyusun kurikulum berbasis daring yang mampu memfasilitasi pembelajaran sesuai dengan standar kurikulum yang baku.
Salah satu tema yang sangat penting dalam pendidikan 4.0 adalah perlunya metode pembelajaran yang efektif untuk siswa dengan memanfaatkan teknologi dan akses internet untuk mendukung proses pembelajaran.
Pembelajaran dengan sistem yang memadai dan maksimal yang mampu menghadirkan interaksi pendidikan yang mumpuni adalah kunci dalam pendidikan 4.0 ini.
Ketidaksiapan dalam melaksanakan pembelajaran secara daring ini berefek pada siswa sebagai peserta didik. Pada akhirnya, pembelajaran berlangsung dengan mengalihkan pembelajaran menjadi setumpuk tugas yang harus dikerjakan mandiri oleh siswa di rumah. Yang seharusnya, tugas itu adalah bentuk evaluasi setelah pembelajaran berlangsung.
Belum lagi banyaknya keluhan terkait
keterbatasan jaringan, terutama bagi mereka yang ada di pelosok desa dan jauh dari perkotaan.
Hal ini menjadi fenomena yang menunjukkan salah satu faktor penghambat lajunya respons pendidikan 4.0 itu sendiri, yang perlu dibenahi jika ingin mengikuti pesatnya tuntutan perkembangan zaman.
Pendidikan era 4.0 di Indonesia
Revolusi industri terjadi karena adanya perubahan besar-besaran pada kehidupan manusia dalam aspek teknologi, ekonomi, maupun kondisi soial-budaya.
Sejak awal dimulainya revolusi industri di abad ke-18 hingga saat ini, sudah terjadi empat kali revolusi industri yang menandai perkembangan kehidupan umat manusia. Pada era revolusi industri 4.0, seluruh aktivitas manusia sudah terkoneksi dengan internet (internet of things).
Tentunya, hal ini turut membawa perubahan dalam paradigma dunia pendidikan yang merupakan wadah untuk mencetak manusia yang nantinya akan terserap di dalam dunia kerja.
Sejak pemberlakuan Work From Home (WFH) oleh pemerintah, sistem pembelajaran seluruhnya dilakukan secara online atau daring (dalam jaringan). Guru dan siswa dituntut harus mampu beradaptasi terhadap sistem baru yang sepenuhnya memerlukan koneksi internet dan dilakukan secara virtual.
Di era 4.0 ini, tentulah bukan hal yang baru untuk sistem pembelajaran daring/online ini. Era 4.0 ini ditandai dengan pemanfaatan jaringan internet di berbagai bidang.
Bahkan, negara maju sudah mulai merancang berbagai bentuk model robotics dan artificial intelligence untuk memudahkan sistem kerja manusia, termasuk dunia pendidikan.
Dengan demikian, sangatlah penting sistem pendidikan kita mengubah paradigma pendidikan pola lama ke pola yang disejajarkan dengan industri 4.0.
Akselerasi Pendidikan 4.0
Indonesia cenderung lambat merespons lajunya perkembangan teknologi yang telah memasuki era revolusi industri 4.0. Era ini telah dimulai sejak tahun 2011, yang terlihat dari pesatnya perkembangan konektivitas dan interaksi antarmanusia yang semakin dimudahkan dengan adanya teknlogi dan komunikasi yang memanfaatkan internet untuk berbagai aktivitas manusia.
Pendidikan 4.0 adalah respons dari revolusi industri keempat yang menyeleraskan manusia dan teknologi untuk menciptakan peluang baru secara kreatif dan inovatif dalam membangun peradaban dunia.
Peter Fisk dalam tulisannya yang berjudul Education 4.0 … The Future of Learning Will Be Dramatically Different, In School and Throughout Life menyebutkan ada sembilan tren dalam pendidikan 4.0.
Setidaknya tiga tren tersebut akan saya tekankan di sini. Pertama, belajar pada tempat dan waktu yang berbeda (diverse time and place).
Pembelajaran e-learning atau sistem daring memungkinkan untuk memfasillitasi tren ini yang dapat dilakukan secara mandiri dan dari jarak jauh.
Kemendikbud telah menggandeng kerja sama dengan berbagai pihak untuk menjalankan pembelajaran secara daring, yakni Google Indonesia, Kelas Pintar, Microsoft, Quipper, Ruangguru, Sekolahmu, dan Zenius.
Kedua, siswa memiliki pilihan dalam menentukan cara mereka belajar (free choice). Dalam hal ini, meski tujuan setiap pelajaran sama, tetapi siswa dapat memodifikasi proses belajar mereka sesuai dengan preferensi mereka sendiri.
Di sinilah peran model pembelajaran dengan mengombinasikan sistem tatap muka dengan pembelajaran jarak jauh (blanded learning).
Ketiga, interpretasi data (data interpretation). Tren big data dalam era industri 4.0 adalah sebuah kekhasan yang pada akhirnya menjadi tuntutan bagi siswa untuk menguasai kemampuan menginterpretasi data matematis dan menginterpretasikannya ke dalam logika pengetahuan.
Dengan demikian, interpretasi siswa terhadap data ini adalah bagian yang jauh lebih penting dari kurikulum di kehidupan masa depan.
Wabah korona ini menjadi momentum akselerasi pendidikan 4.0 yang “memaksa” semua pihak, baik guru dan dosen sebagai pendidik, maupun sekolah dan universitas sebagai lembaga penyelenggara pendidikan dan juga pemerintah sebagai stakeholder penentu kebijakan di negeri ini, untuk segera berbenah dan bersama-sama memaksimalkan jalannya pendidikan dengan mengejar ketertinggalan, untuk beradaptasi pada pola pendidikan 4.0 dengan trennya.
Langkah pemerintah dengan mengalihkan seluruh proses pembelajaran secara daring (dalam jaringan) atau sistem online merupakan solusi sekaligus langkah positif untuk membiasakan semua kalangan berpacu dengan tuntutan zaman.
Langkah ini memacu untuk segera bergegas melek teknologi dan mengintegrasikan serta mengimplementasikannya ke dalam dunia pendidikan.
Di saat-saat sekarang ini, di tengah wabah yang kian hari belum menunjukkan kondisi menuju arah yang membaik, semua pihak seyogyanya mengambil peran masing-masing.
Berjuang semaksimal mungkin mengadakan pembelajaran yang efektif secara daring tanpa banyak mengeluh dan tuntutan pun adalah bentuk kontribusi dan perjuangan di tengah kondisi sulit ini.
Penulis: Nurul Khairani Abduh
(Dosen IAIN Palopo)