Jakarta, Lontar.id – Larangan mudik menurunkan volume lalu lintas kendaraan di jalan tol di wilayah berstatus pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Ada 14 ruas tol tersebar di Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Semuanya menerapkan PSBB. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat, penurunan traffic jalan tol selama PSBB berkisar 42-60 persen.
Untuk ruas-ruas tol antarwilayah, penurunan bisa lebih tinggi angkanya. Seperti ruas Cikarang Utama ke Kalikangkung (Semarang), penurunan berkisar 60-70%. Ruas Bakauheuni-Bandar Lampung, hingga akhir April, turun di kisaran 70 -80 persen.
Volume kendaraan masih didominasi oleh pergerakan lokal pada kawasan megapolitan Jabodetabek dan pergerakan logistik (angkutan barang).
Sementara di Jakarta, terdapat 7 ruas tol yang berada dalam wilayah PSBB, yakni Ruas Tol Cawang- Tomang-Pluit, Tol Cawang-Tanjung Priok-Ancol Timur-Jembatan Tiga/Pluit, Tol JORR Non S (Seksi E1, E2, E3), JORR S, JORR W2 Utara, JORR W2 S, dan Tol Prof. Dr. Ir. Soedijatmo.
Rata-rata penurunan lalu lintas ruas tol di wilayah DKI Jakarta sebesar 42 persen dengan tingkat penurunan terbesar berada di ruas tol Prof. Sedijatmo (Bandara) sebesar 57 persen. Semua untuk menekan potensi penyebaran COVID-19 selama masa mudik Lebaran 2020.
Selain itu, Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono menerbitkan surat untuk menutup sementara Jalan Tol Jakarta-Cikampek II (Elevated), dua arah, sejak Jumat, 24 April 2020 hingga berakhirnya periode larangan Mudik Lebaran 2020.
Di wilayah Banten, 2 ruas tol menerapkan PSBB yakni Tol Jakarta-Tangerang dan Tol Tangerang Merak dengan angka penurunan lalu linta rata-rata 37 persen.
Angka penurunan terbesar berada di ruas Tol Kunciran-Serpong sebesar 60%. Titik check point tersebar di GT Serang Barat, GT Serang Timur, GT Cilegon Timur, GT Cilegon Barat dan GT Merak.
Sementara di Jawa Barat, terdapat 5 ruas tol menerapkan PSBB, yakni ruas Tol Jakarta-Bogor- Ciawi, Tol Jakarta-Cikampek, Tol Jakarta-Cikampek II Elevated, Tol Cikampek-Padalarang, dan Tol Padalarang-Cileunyi. Di wilayah Jawa Barat tingkat penurunan terbesar berada di ruas Tol Jakarta-Cikampek sebesar 60%.
“Jalan tol dan non-tol tetap beroperasi sebagai jalur logistik, namun juga untuk pergerakan orang pada skala lokal atau kawasan Jabodetabek,” terang Hadi dikutip dari CNBC.
Dikutip dari Tirto, Division Head Regional Jasamarga Metropolitan Tollroad (PT. Jasa Marga), Reza Febriano mengakui penurunan itu dan otomatis membuat pemasukan minim.
Reza tak mau membocorkan besaran kerugian Jaga Marga. Ia berdalih, Jasa Marga akan patuh dengan memperketat angkutan orang, baik itu kendaraan umum maupun kendaraan pribadi untuk mudik dari zona merah COVID-19.
“Pemerintah kan bilang tidak ada penutupan jalan tol, yang ada adalah pembatasan,” terangnya.
Perusahaan Otobus (PO) juga terdampak dari kebijakan ini. Kendaraan yang biasa melayani penumpang Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) tak akan bisa beroperasi hingga lebaran berakhir.
“Kami sudah bersiap untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada karyawan dari level sopir sampai staf,” ujar Ketua Umum Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI), Kurnia Lesani Adnan.
Sedikitnya ada 1,3 juta orang yang menggantungkan hidupnya dari industri ini. “Artinya, kalau ada larangan itu kan akan terjadi setop operasi. Nah, dengan setop operasi ini, 1,3 juta orang secara nasional yang ada di industri ini mau diapakan,” jelas Kurnia dikutip dari Tirto.
Stimulus yang diajukan pada beberapa kementerian juga belum mencerahkan. Seperti pembebasan angsuran 6 bulan kredit ke OJK, meminta pembebaskan PPH 25, sampai pembebasan pembayaran BPJS Jamsostek yang jumlahnya tak kecil.
Pengusaha transportasi darat ini masih harus menanggung kredit bus yang tetap berjalan, biaya pemeliharaan armada, hingga biaya operasional lainnya.
Bila tak kunjung mendapat solusi hingga akhir April, maka rencana PHK jadi opsi yang tak bisa dihindarkan. Di perusahaan otobus miliknya, dari total 600 ribu karyawan, 20 persen akan di-PHK. Kondisi ini akan terus berlangsung hingga Mei jika pemerintah tak segera mencairkan stimulus bagi para pengusaha di sektor transportasi darat.
“Ya kami enggak ada pemasukan, [bus] enggak jalan, pasti ada PHK besar-besaran. Sekarang ini kan, cash flow yang kami punya, untuk bertahan hidup,” jelasnya.
Pemangkasan karyawan akan dilakukan secara bertahap. Jika sampai Juli dan Agustus kondisi tidak membaik, ia akan melakukan PHK untuk semua karyawannya.
Ia akan pasrah menyerahkan bus-bus kepada kreditur. Sebab setelah negosiasi, kreditur tetap enggan memberikan pembebasan pembayaran selama masa pandemi.
“Alasannya mereka [kreditur] belum dapat relaksasi dari BI [Bank Indonesia] dan belum ada regulasinya. Mereka bilang mereka harus tetap nagih, melakukan kewajibannya,” terangnya.