Lontar.id – Di Makassar, meski PSBB, masih banyak toko yang buka. Salah satunya Toko Agung, di Jl Ratulangi. Itu membuat Satpol PP Kota Makassar gerah.
Kepala Satpol PP Makassar, Iman Hud, awalnya berpatroli untuk melihat toko-toko non-sembako yang tetap buka selama masa PSBB. Saat melintas di Jl Ratulangi, Iman melihat Toko Agung tidak tutup.
“Toko Agung ini jual ATK, sudah beberapa kali ditegur oleh anak buah saya, Camat dan Lurah setempat, tapi tetap masih buka. Makanya saya yang turun tangan langsung paksa dia untuk tutup,” jelasnya, dikutip Liputan6.
Banyak pembeli yang berbelanja di toko tersebut. Tahu hal itu, Iman bertanya pada manajer toko. “Alasannya, dia bilang 80 persen hanya melayani penjualan online. Terus yang 20 persennya? Lagi pula kami dapati masih banyak sekali pembeli yang ada di dalam toko,” ucap Iman.
Saat Iman berkomunikasi dengan manajer toko, dua pria datang seolah ingin menengahi. Mereka mengaku sebagai juru parkir di toko tersebut. Saat itu, Iman meminta tindakannya direkam. Iman lalu marah-marah.
“Dia meminta agar Toko Agung tidak ditutup, bahkan mengeluh dan mengemis bahwa dirinya akan kehilangan mata pencarian. Dia seolah menjadi juru bicara pihak toko dan menghalang-halangi tugas kami, makanya anak buah saya mungkin sedikit kesal,” Iman menjelaskan.
Anak buah Iman langsung memukuli pria yang belakangan diketahui bernama Romel Maradonna dengan panggilan Dona.
“Ada kesalahan pahaman saat itu antara anggota saya dengan dia. Anak buah saya lepas kontrol,” kata Iman, Senin malam, 4 Mei.
Setelah dihantam, Iman langsung minta maaf. “Saya langsung bicara sama dia, minta maaf mewakili anak buah saya. Intinya saya kelirkan di tempat persoalannya. Namun jika belakangan dia tidak terima, silakan melapor ke polisi, saya sebagai pimpinan siap pasang badan,” ucap Iman tegas.
Sementara adik Donna yang dikonfirmasi Lontar, Melda mengaku, kalau sebelum dihajar, Donna meminta atas kesalahan yang dibuat pihak Agung. Ia meminta maaf berkali-kali. Agung diakuinya salah bahkan jika memakai alasan apapun.
“Tiba-tiba langsung dipukul. Tapi kakakku mau selesaikan masalahnya. Tidak mau ribut di toko.”
“Soal kakakku mengemis agar Agung tetap buka dan dia takut kehilangan mata pencaharian, itu salah. Kakakku cuma minta maaf karena Agung buka. Itu saja.”
Melda juga bilamg, kakaknya mengeluh dengan kelakuan aparat. “Harusnya aparat tidak sekasar itu. Saya kira aparat mengayomi, tapi kenapa tingkahnya seperti itu?”
Untuk anggota yang memukul Dona bahkan diusul untuk diberhentikan. “Semua keluarga teman-teman kakakku tidak terima dia dipukul seperti itu.”
Melda juga mengaku kalau tak ada niat kakaknya untuk memberi perlawanan dengan Pol PP. Ia hanya menengahi Iman yang mencak-mencak dan mengajak orang duel, setelah direkam.
Medio April lalu, anggota Satpol PP Makassar juga menghancurkan gitar pengamen sewaktu menyosialisasikan PSBB yang akan digelar pada 24 April lalu.
“Jadi agenda hari ini adalah turun mengimbau kepada anak jalanan maupun pak ogah yang kita dapat di jalan untuk memakai masker dan tidak keluar dulu di jalan selama pelaksanaan PSBB nanti,” ujar Kepala Sesi Operasi Satpol PP Makassar, Abdul Rahim, Sabtu 18 April lalu dikutip Fajar.
Sosialisasinya star dari Jl Arif Rate hingga Simpang Lima Bandara. Di jalanan, mereka masih mendapati anak jalanan dan Pak Ogah.
“di Flyover beberapa kita suruh untuk pulang anak jalanan. Sementara Pak Ogah di Perintis beberapa kita imbau untuk pulang juga,” terangnya.
“Di Simpang Lima, kita menghancurkan gitar, alat yang dipakai untuk mengamen,” ucapnya.
Tindakan ini dibenarkan dan dibela Iman Hud juga. Ia mengaku, pihaknya bertindak sesuai dengan aturan Perda Nomor 2 Tahun 2008. Menurutnya pengamen jalanan tidak kenal dengan efek jera jika hanya bermodal teguran lisan.
“Jadi memang kadang-kadang, ya, ndak apa-apa lah, memang di satu sisi seperti itu (dianggap tak manusiawi). Tapi kalau kami di Satpol PP, itu memang setiap kami razia, kita hancurkan kalau kita dapat. Karena pengamen itu sudah meresahkan,” ujar Iman dikutip Detik.
“Berdasarkan laporan anggota kami, itu sudah puluhan kali ditangkap anak-anak itu, kemudian diberikan pemahaman, dan sudah puluhan kali mereka kembali lagi,” ujar Imam.
“Jadi sudah puluhan kali, bukan satu, dua, tiga kali,” terang Imam.