Lontar.id – Pandemi Covid-19 banyak mengubah gaya bisnis. Hasilnya, banyak tercipta pengangguran baru.
Era New Normal juga sudah di depan mata. Artinya, jika tak ada kejelasan soal kepastian kapan pandemi akan pergi, maka bisnis diprediksi akan berjalan lagi dan “berdamai” adalah jalan keluarnya.
Walau banyak kelebihan dan kekurangannya, di sisi lain, pekerja dari pendidikan kejuruan dan vokasi, bisa berpeluang diserap perusahaan karena mereka menyiapkan ragam kemampuan.
Wakil Ketua Kadin Indonesia Bidang Ketenagakerjaan, Anton J. Supit mengatakan selama pandemi, banyak perubahan kebiasaan kerja di banyak sektor.
Seperti layanan dokter kini sudah bisa diakses dengan mudah dengan layanan digital, dan banyak lainnya. Pekerjaan sektor digital makin dibutuhkan saat orang menuju hidup New Normal.
“New normal, yang berkembang adalah menuju digitalisasi, tapi memang tak semua bisa digitalisasi,” kata Anton kepada CNBC Indonesia, Rabu (20/5).
Makanya, tugas dari Kementerian Perindustrian dan Kementerian Ketenagakerjaan, mesti menyiapkan sektor pekerjaan masa depan terutama pada New Normal.
Kemenperin menyiapkan sektor-sektor yang dibutuhkan dan Kemenaker melakukan peningkatan sumber daya manusia.
“Setelah digital, sektor pertanian yang juga tak kalah penting, orang bisa pesan digital tapi bagaimana hasil produksinya,” katanya.
Ia bilang covid-19 membuat orang bekerja secara efisien, artinya suatu profesi bisa memiliki ragam kemampuan.
Nantinya, tenaga kerja harus punya kemampuan beragam dan itu bisa ditopang dari pendidikan vokasi.
Dengan pendidikan vokasi seperti di luar negeri, seorang profesi flight engineer tapi kemampuan dasarnya justru ahli las. Selain itu, pekerja keamanan, bisa punya kemampuan P3K dan lainnya.
“Sekarang menurut saya vokasi sangat penting, selama ini kita tak efisien,” katanya.
Di sisi lain, pandemi ini juga membuat pengusaha untuk tertarik menjalankan usahanya tanpa butuh banyak orang.
Untuk kembali ke kondisi normal ekonomi, masih perlu waktu yang cukup lama, tak langsung seketika.
“Sekarang kalau ekonomi tak maju, kalau perubahan tak ada, bagaimana menerima karyawan? Memang perusahaan tak akan setop 100 persen terima karyawan, untuk pekerjaan vital bakal masih terima, tapi yang berhenti dan masuk tak berimbang,” katanya.
Saat ini perusahaan-perusahaan yang masih bertahan, tetap mengencangkan ikat pinggang dengan menghentikan sementara penerimaan pekerja baru.
Sementara yang terdampak parah melepas pekerjanya dengan PHK pun merumahkan, dan belum tentu langsung merekrut pekerja saat kondisi ‘New Normal’.
“Setelah corona, konsolidasi dulu, ibarat kena tsunami, pabrik atau perusahaan memikirkan dulu, tapi tak berarti penerimaan karyawan nol, tapi memang tak menjadi massal, kalau pun rekrut orang-orang yang kena PHK dan sudah pengalaman,” katanya.