Lontar.id – Ada dua kemungkinan yang bisa terjadi saat hasil rapid test Covid-19 nonrekatif, yakni belum/tidak terinfeksi atau terinfeksi tetapi antibody belum terbentuk karena infeksi kurang dari tujuh hari.
Penjelaaan itu disampaikan oleh Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, melalui pesan Whatsapp, Minggu malam, 7 Juni 2020.
“Rapid negatif artinya ada 2, bisa saja belum terinfeksi atau terinfeksi tetapi antibody belum terbentuk (infeksi kurang dari 7 hari). Hasil positif bisa diartikan ada infeksi (IgM) atau sudah pernah terinfeksi (IgG). Atau positif palsu karena infeksi DBD (demam berdarah dengue),” jelasnya.
Beberapa merk rapid tes covid, menurutnya, ternyata juga memberikan hasil positif pada infeksi DBD.
Dia menambahkan, diagnosa pasti Covid-19 adalah melalui pemeriksaan antigen dengan tes PCR. Rapid tes hanya mengetahui apakah ada respon antibody yang timbul akibat adanya antigen virus Corona.
“Tidak ada jaminan bebas Covid untuk hasil rapid maupun PCR negatif. Yang pasti belum terinfeksi, bisa saja setelah itu terinfeksi,” tegasnya.
Achmad Yurianto juga berpendapat, sudah saatnya Makasar membentuk RS Darurat Covid. Tujuannya menjadikan komplek RS tersebut menjadi wilayah karantina. Sehingga tidak dibutuhkan ruang isolasi, tetapi seluruh komplek diisolasi. Untuk itu, kata dia, bisa menggunakan asrama haji.
Nantinya, pasien yang dirawat dibagi di dua bagian terpisah. Kasus positif PCR dalam satu tempat dan pasien PDP yang belum menjalani tes PCR di tempat terpisah lainnya.
“Jika PDP hasil PCR negatif segera pindahkan ke RS lain. Jika positif, dipindahkan ke bagian positif.
Kasus PCR positif di RS lain yang gejalanya sedang ringan pindahkan semua ke RS Darurat. RS Darurat diawaki SDM gabungan TNI POLRI dan Relawan,” urainya.
Jika RS darurat Covid tersebut sudah ada, manajemennya bisa meniru RS Darurat Covid Wisma Atlit Jakarta.
Jakarta dan Surabaya, kata Yuri, bisa menjadi pembelajaran. Jakarta di awal Mei, Surabaya di minggu lalu, BOR (bed occupancy ratio) > 100% terhadap ruang isolasi di RS Rujukan akan menyebabkan pasien covid (+ atau PDP) terpaksa dirawat diluar ruang isolasi, atau tidak dirawat karena penuh.
“Ini menjadi sumber penularan yg tidak bisa dikendalikan. Di samping beban rawatan yang sangat tinggi akan meningkatkan resiko penularan ke petugas kesehatan karena kelelahan dan rawan mematuhi SOP,” tuturnya.