Kisah 4 Anak Indonesia Ikuti Forum Anak Asean
Lontar.id – Empat anak terpilih sebagai delegasi resmi Indonesia membagikan pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh ketika mengikuti The 6th ASEAN Children Forum (ACF) 2020 atau Forum Anak ASEAN ke-6 Tahun 2020.
Keempatnya adalah Belva Rehardini (Solo), Abdul Gilang Tawakkal (Makassar), M. Lukman (Jakarta) perwakilan Forum Anak Nasional (FAN) dan Ema Dilsiana (Bekasi) perwakilan dari Yayasan Kampus Diakoneia Modern (KDM).
Salah satu delegasi anak Indonesia, Abdul Gilang Tawakkal mengisahkan tidak hanya di Indonesia, masalah yang dirasakan selama pandemi Covid-19 ternyata juga dirasakan oleh sebagian besar negara anggota ASEAN lainnya.
“Ada yang mengalami masalah ekonomi keluarga menurun, stres karena sekolah online, meningkatnya kasus kekerasan pada anak, kesehatan mental yang terganggu, meningkatnya risiko anak terpapar konten yang tidak ramah anak, bahkan tidak semua keluarga memiliki akses internet seperti yang di pelosok-pelosok misalnya. Secara garis besar yang kami tangkap inilah rata-rata yang dirasakan oleh anak-anak di ASEAN,” ujar Abdul Gilang.
Di sisi lain, Belva Aulia menceritakan jika mereka sebagai delegasi Indonesia turut menyampaikan empat (4) rekomendasi dalam pertemuan ACF 2020. Salah satunya merekomendasikan agar semua negara di ASEAN dapat membuat dan mendistribusikan e-book (buku digital) tentang informasi pencegahan Covid-19 di keluarga.
“Kami berharap setiap keluarga memiliki e-book pencegahan Covid-19 di keluarga. Kami juga merekomendasikan setiap negara di ASEAN membuat PUSPAGA (Pusat Pembelajaran Keluarga) atau family learning center yang menyediakan layanan gratis untuk konsultasi psikologi, edukasi, dan sosialisasi baik online maupun offline ke masyarakat. Mendorong agar orang tua bisa menghabiskan waktu dengan kegiatan yang menyenangkan bersama anak-anak di rumah. Terakhir, kami merekomendasikan untuk semua anak-anak di ASEAN melakukan apa yang kita suka di rumah supaya kesehatan mental kita juga bisa terjaga,” ujar Belva.
Menurut Belva, menciptakan kegiatan menyenangkan yang bisa dilakukan bersama oleh orang tua dan anak dapat menciptakan bounding (ikatan) antar keduanya serta membangun atmosfer yang nyaman dan menyenangkan sehingga membuat anak tidak bosan di rumah.
Pembangunan Pulau Rinca Tetap Lindungi Habitat Komodo
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengklaim bahwa penataan Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo, tetap memperhatikan habitat Komodo.
Sebagai bagian dari penataan menyeluruh Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Labuan Bajo di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melakukan pembangunan sarana dan prasarana pendukung pariwisata, salah satunya di Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo.
Untuk melindungi Taman Nasional Komodo sebagai World Heritage Site UNESCO yang memiliki Outstanding Universal Value (OUV), Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (Ditjen SDA) dan Ditjen Cipta Karya melaksanakan penataan kawasan Pulau Rinca dengan penuh kehati-hatian.
Dalam hal ini, Kementerian PUPR bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) melalui Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) yang ditandai dengan penandatanganan kerja sama pada 15 Juli 2020.
Koordinasi dan konsultasi publik yang intensif terus dilakukan, termasuk dengan para pemangku kepentingan lainnya, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan di lapangan untuk mencegah terjadinya dampak negatif terhadap habitat satwa, khususnya komodo.
“Pembangunan infrastruktur pada setiap KSPN direncanakan secara terpadu baik penataan kawasan, jalan, penyediaan air baku dan air bersih, pengelolaan sampah, sanitasi, dan perbaikan hunian penduduk melalui sebuah rencana induk pengembangan infrastruktur yang mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial dan ekonomi,” kata Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, seperti tertulis dalam rilis.
Untuk itu kegiatan penataan Kawasan Pulau Rinca meliputi: (1) Dermaga Loh Buaya, yang merupakan peningkatan dermaga eksisting; (2) Bangunan pengaman pantai yang sekaligus berfungsi sebagai jalan setapak untuk akses masuk dan keluar ke kawasan tersebut; (3) Elevated Deck pada ruas eksisting, berfungsi sebagai jalan akses yang menghubungkan dermaga, pusat informasi serta penginapan ranger, guide dan peneliti, dirancang setinggi 2 meter agar tidak mengganggu aktivitas komodo dan hewan lain yang melintas serta melindungi keselamatan pengunjung; (4) Bangunan Pusat Informasi yang terintegrasi dengan elevated deck, kantor resort, guest house dan kafetaria serta; (5) Bangunan penginapan untuk para ranger, pemandu wisata, dan peneliti, yang dilengkapi dengan pos penelitian dan pemantauan habitat komodo.
Bupati Tulungagung Minati Kerajinan Eceng Gondok
Aneka kerajinan yang berbahan dasar eceng gondok hasil pengrajin Desa Banyubiru, Kabupaten Semarang, menarik perhatian Bupati Tulungagung Maryoto Birowo.
Maryoto mengatakan hal itu saat berkunjung ke lokasi wisata Bukit Cinta Banyubiru, Senin, 26 Oktober 2020. Menurutnya, pemanfaatan eceng gondok sebagai bahan baku aneka barang kerajinan dapat memberikan tambahan pendapatan warga setempat.
“Ini sangat kreatif dan menarik,” katanya saat mengamati produk tas dan tempat tisu dari eceng gondok.
Dikatakannya, kunjungannya kali ini sebagai referensi terkait pengelolaan usaha kecil dan mikro di Kabupaten Semarang. Sebab, di daerahnya juga banyak pelaku usaha kecil dan mikro, dibidang kerajinan bordir, batik dan batu marmer, yang menjadi ciri khas Tulungagung.
“Kami kesini untuk mengetahui manajemen para pelaku usaha kerajinan,” ujarnya lagi.
Bupati Semarang Mundjirin menyampaikan, para pelaku UMKM termasuk pengrajin eceng gondok saat ini mengalami masa sulit akibat pandemi Covid-19.
“Omzet penjualan menurun, namun sedikit banyak mereka masih bisa mempertahankan usahanya,” tuturnya.
Di Kabupaten Semarang, lanjutnya, ada puluhan pengrajin berbahan baku eceng gondok. Mereka tersebar di empat kecamatan di sekitar Rawa Pening yang menjadi habitat utama gulma air itu.
RSUD Wates Akan Layani Kesehatan di YIA
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wates akan menjadi rumah sakit yang nanti bisa memback-up keperluan-keperluan layanan kesehatan yang ada kaitannya dengan Yogyakarta International Airport (YIA)
Hal itu disampaikan Direktur Utama RSUP Dr. Sardjito, dr. Rukmono Siswishanto, seusai menggelar rapat Dewan Pengawas bersama para direksi RSUP Dr. Sardjito pada Senin, 26 Oktober 2020, yang dihadiri Sri Sultan Hamengkubuwono X sebagai Ketua Dewan Pengawas.
Rapat Dewan Pengawas bersama direksi RSUP Dr. Sardjito ini dilakukan di Gedhong Gadri, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta.
Rukmono Siswishanto, mengatakan, empat bidang yang menjadi fokus pembahasan dalam rapat kali ini ialah pelayanan kesehatan, lingkungan hidup, kesiapan bencana, dan pendidikan.
“Untuk pelayanan kesehatan, kami akan melakukan kerja sama untuk mendukung RSUD Wates menjadi rumah sakit yang nanti bisa memback-up keperluan-keperluan layanan kesehatan yang ada kaitannya dengan Yogyakarta International Airport (YIA),” ujarnya.
Rukmono menjelaskan, dalam pengembangan RSUD Wates ini, ada tiga fokus yang telah direncanakan, yakni pelayanan bedah saraf, pelayanan traumatologi, dan kardiologi non bedah. Diharapkan RSUD Wates bisa menjadi rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan berkualitas yang bersinergi dengan RSUP Dr. Sardjito.
“Untuk bidang lingkungan hidup, kami akan mencoba mengembangkan kerja sama untuk pengolahan limbah medis Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Kalau bisa DIY nantinya berkesempatan memiliki sendiri pengolahan limbah B3 ini yang sifatnya kolaboratif antara rumah sakit, pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat,” jelasnya.
Sedangkan pengembangan bidang pendidikan, Rukmono mengungkapkan, RSUP Dr. Sardjito berencana untuk meningkatkan kualitas para perawat. Pihaknya ingin agar para perawat bisa memiliki kompetensi hingga tingkat global. Untuk itu, RSUP Dr. Sardjito perlu memiliki kerja sama dengan pihak-pihak luar, bahkan dari luar negeri.