Lontar.id – Berkat inovasi Tetta Siaga yang diterapkan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Takalar, pemenuhan gizi ibu hamil selama pandemi COVID-19 ini tetap tercukupi. Inovasi kelas Tetta Siaga atau ayah siaga ini, dijalankan di Puskesmas hingga ke tingkat Puskesmas Pembantu (Pustu) di seluruh Kabupaten Takalar.
Pelaksana Gizi atau nutrisionist Puskesmas Aeng Towa, Nurhana mengungkapkan, kelas Tetta Siaga sangat membantu selama pandemi dalam memenuhi gizi ibu hamil.
“Kami mengambil tema Tetta Siaga ini karena sebenarnya menurut ilmunya ayah (tetta) itu memegang peranan sangat penting,” ungkap Nurhana, saat dikonfirmasi.
Tetta Siaga menurut Nurhana adalah sebuah gerakan kesejahteraan keluarga, seperti pemberian makanan tambahan dari Puskesmas yang di drop ke Pustu dan nantinya akan dijemput oleh sang ayah.Meski makanan tambahan bagi ibu hamil dan ibu menyusui tetap akan diantarkan langsung juga oleh petugas puskesmas dan Pustu.
“Makanan tambahan ini kami drop ke Pustu sesuai dengan alokasi kebutuhan siapa saja yang jadi sasaran, sebagian besar mereka (ayah) menjemput,” jelasnya.
Inovasi Tetta Siaga ini secara garis besarnya, memosisikan ayah dalam memberi dukungan kepada istri dalam menjalani proses kehamilan sampai 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) bayi.
Nurhana mengaku, melalui inovasi Tetta Siaga ini banyak membantu petugas puskesmas dan Pustu dalam konsentrasi 1.000 hari pertama kehidupan bayi dan ibu. Di mana, dalam inovasi Tetta Siaga ini juga menunjang mempengaruhi seberapa besar terjadinya stunting.
1.000 hari pertama kehidupan itu kata Nurhana, mulai dari proses konsepsi atau pembuahan, lalu masuk masa kehamilan 270 hari, bayi dilahirkan hingga sampai umur 2 tahun. “Di masa inilah (1.000 HPK) kami harus bekerja keras untuk bisa mencegah stunting dan bisa membentuk manusia yang lebih unggul dengan pemenuhan gizinya,” tegas Nurhana.
Selama masa pandemi ini kelas atau inovasi Tetta Siaga sempat tidak berjalan rutin dari April hingga Juli, tetapi setelahnya berangsur membaik. Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Dinkes Takalar, Asmini Yuddin SKM berkata kelas Tetta Siaga sempat tidak aktif karena waktu itu puncak pandemi dan kerumunan orang dikurangi.
“Tetapi semua bisa diakali dengan kelas online via WhatsApp, dan kemudian PMT (pemberian makanan tambahan) tetap jalan, jadi teman gizi itu ada yang mengantar,” kata Asmini.
Jika pemenuhan gizi ibu hamil selama kehamilan tidak terpenuhi maka sudah jelas akan berpengaruh dan berdampak kepada bayi yang lahir nantinya. Untungnya kata Asmini, selama pandemi ini ada banyak bantuan dari pemerintah, seperti BLT, bantuan sosial lainnya termasuk di dalamnya makanan bergizi.
Dinkes Kabupaten Takalar mencatat di tahun 2019 ada sebanyak 24.283 balita di daerah tersebut. 15.546 balita di antaranya sudah terpantau status gizinya atau berada pada angka 64,2 persen. Sedangkan di tahun 2020 hingga Agustus, Dinkes mencatat ada 91 persen sudah terpantau status gizinya, 22.507 balita dari 24.448 balita.
Kepala Kantor Perwakilan UNICEF Wilayah Sulawesi dan Maluku, Henky Widjaja mengakui, masa pandemi berdampak serius terhadap peningkatan masalah gizi di Indonesia. Juga kepada perekonomian yang mengakibatkan hilangnya pekerjaan atau menurunnya penghasilan. Ini mempengaruhi pendapatan dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi.
Pandemi juga menyebabkan destruksi atau gangguan dalam layanan kesehatan, karena seluruh sumber daya kesehatan saat ini diarahkan untuk penanganan penderita dan upaya untuk menekan penyebaran COVID-19.
“Pemberlakuan PSBB dan imbauan agar tetap di rumah, menyebabkan masyarakat membatasi akses ke fasilitas layanan kesehatan,” kata Henky dalam webinar yang bertema “pentingnya pemenuhan nutrisi ibu hamil di masa pandemi” beberapa waktu lalu.
“Semua ini, baik dampak ekonomi ataupun destruksi layanan kesehatan, itu memiliki risiko peningkatan jumlah gizi buruk pada ibu, balita dan remaja,” lanjut Henky.
Menurut Henky berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, sebanyak 8 persen perempuan Indonesia mengalami kekurangan berat badan, dan 44 persen mengalami kelebihan berat badan. Sementara survei Konsumsi Pangan Nasional menemukan lebih dari 50 persen ibu hamil mengalami kekurangan energi dan asupan protein, dan ini meningkat hampir 70 persen pada kelompok termiskin.
“Kita juga mengetahui, 49 persen ibu hamil di Indonesia mengalami anemia. Statistik yang saya sebutkan ini menjadi gambaran permasalahan gizi yang dihadapi kelompok ibu hamil dan perempuan secara umum di Indonesia,” ungkap Henky.
Henky menambahkan, ada beberapa hal yang menyebabkan rendahnya status gizi ibu, yaitu kurang pengetahuan, kepercayaan yang keliru serta norma yang merugikan.
Kemudian, terjadinya pernikahan dini, jarak kehamilan yang terlalu dekat, dan ketidaksetaraan gender, kurangnya akses ke makanan yang beragam, dan promosi makanan dan minuman tidak sehat secara berlebihan.
“Juga konsumsi makanan yang tidak aman, perilaku hidup yang tidak higienis, lalu cakupan pemberian suplemen micro nutrion masih terbatas kepada remaja putri maupun ibu hamil, dan kemiskinan serta terbatasnya akses layanan perlindungan sosial,” jelasnya. (*)
Ditulis oleh : Darul Amri