Hujan deras mengguyur Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan, sejak pagi pada 22 Januari 2019 dan mengakibatkan Sungai Jeneberang meluap. Sementara Kota Makassar, yang tak jauh dari Kabupaten Gowa, banjirnya sudah dalam tahap mengkhawatirkan.
Jakarta, Lontar.id – Sungai Jeneberang memiliki panjang antara 75 hingga 80 km. Arus mengalir dari Gunung Bawakaraeng dan Gunung Lompobattang menuju selat Makassar.
Terus menerus hujan, akhirnya membuat ketinggian air di sungai itu semakin meningkat mencapai 101,36 M. Hal itu disampaikan secara gamblang oleh Bupati Gowa, Adnan Purichta Ichsan.
Adnan yang bersama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), mau tidak mau, membuka pintu air. Alasannya, untuk menghindari risiko yang paling besar seperti luapan air bah dan kerusakan pintu air yang bisa berdampak buruk bagi Gowa secara besar, baik materi dan non materi.
Alhasil, beberapa daerah di Kabupaten Gowa seperti Kecamatan Somba Opu, Palangga, Barambong, Bajeng, dan Patalassang sudah dirembesi banjir.
Selain membuka pintu, pada pukul 11:00 WITA, Adnan bersama BPBD terus berkoordinasi dalam mengevakuasi masyarakatuntuk dipindahkan ke tempat-tempat yang lebih aman.
“Saya sudah menyampaikan kepada jajaran, agar menyampaikan kepada masyarakat untuk mengungsi terlebih dahulu,” kata Adnan pada reporter Lontar.id
Basri, salah seorang warga penghuni BTN Tamarunang Kabupaten Gowa mengatakan, hujan mulai turun diperkirakan pada pukul 10:00 WITA. Beberapa saat kemudian kompleks perumahan yang dia huni terendam banjir hingga melampui atap rumahnya.
Warga penghuni kompleks kemudian mencari tempat untuk mengamankan diri dari luapan air Sungai Jeneberang.
“Kami warga yang tinggal di kompleks, semuanya telah mengungsi di bukit. Air sudah melewati atap rumah saya,” ujar Basri melalui telpon genggam.
Makassar Semakin Macet
Cuaca yang tidak stabil membuat Kasmawati bingung. warga Antang Raya itu mengaku sudah dari tahun lalu, pada November 2018, menanti hujan deras, yang memang trennya akan muncul pada akhir tahun.
Kini, di tangga teras rumahnya, air sudah naik dan menutup tiga anak tangganya. Jika hujan tidak berhenti, seperti biasa, air akan memenuhi rumahnya hingga sampai ke dada orang dewasa.
Rumah Kasma rumah semi panggung. Di lantai bawah batu bata sementara di lantai atas kayu yang mulai rapuh.
“Hujannya beberapa kali, namun belum deras. Saya kira akan datang dari tahun lalu. Biasanya, Januari itu sudah selesai hujan deras di Makassar,” katanya pada Lontar.
Selain Kasma, kabar yang diterima Lontar yang langsung dari Makassar, juga menyebutkan, kalau arus lalu lintas kian macet. Pertama, pembangunan tol layang di sekitar Jl. Pettarani yang pengerjaaannya masih dalam tahap awal, menutup beberapa arteri jalan yang biasa dilewati.
Sebelum banjir, ruas jalan ini setiap jam pulang kantor hingga larut, pasti macet. Jalanan kian mengecil penyebabnya. Sementara, kendaraan di Makassar, tiap tahun meningkat.
Kedua, banjir membuat pengendara berhati-hati dan otomatis melambatkan kendaraanya. Banyak juga motor yang akhirnya mogok, karena banjir sudah mencapai mesin dan bisa masuk ke dalam knalpot.
Sudah dua tahun berturut-turut, beberapa ruas jalan utama sudah seperti parit yang airnya nyaris sampai lutut.
Daerah-daerah yang menjadi langganan banjir dua tahun belakangan adalah Jl. Pettarani, Jl Urip Sumohardjo tepat di depan kantor Gubernur Sulsel, Jl. Tamalanrea depan Universitas Hasanuddin, Jl. Abdul Rahman Basalamah atau Racing Centre, yang baru saja dipertinggi dan dicor. Itu baru jalan utama. Lain lagi di pedalaman, seperti Kampung Baru, yang berada di Jl. Antang Raya.
Plus Minus bagi Ojek Online
Bagi transportasi daring, jika cuaca sedang hujan deras, maka otomatis harga pemesanan akan naik. Di atas 5km, sistem yang sudah tetap, secara otomatis membuat pengemudi ojek online akan meraup lebih banyak keuntungan. Itu untuk satu pengemudi saja dan sekali jalan.
Walau begitu, banyak keluhan masyarakat terbilang. Saat hujan deras, mereka merasa ingin memesan jasa transportasi daring, dan tidak lagi menanggapi harga yang meningkat signifikan. Namun, sayangnya, pengemudi banyak yang menolak. Alasannya sederhana, banjir.
Hal itu disampaikan oleh manajemen salah satu perusahaan transportasi dari di Makassar. Ia berasumsi, hitungannya, kalau keluar dalam cuaca sedang hujan memang untung. Namun, kerusakan pada kendaraan juga besar.
“Kenyataannya kan sudah banyak motor yang rusak. Motor pribadi, ya. Bukan ojek. Makanya, pengemudi biasa juga berpikir. Ongkos antar memang besar, tapi kalau kendaraan juga rusak karena air banjir, mau gimana?”
Lain halnya jika tidak banjir. Ia meyakini, kalau para pengendara ojek online akan dengan cerkas mengambil penumpang, sebab rezeki saat musim hujan dengan hari biasa sangat berbeda. “Mereka pasti memanfaatkan momen lah,” tutupnya.
Penulis: Ruslan