Kapolda Sulawesi Selatan, Irjen Pol Umar Septono, sebentar lagi akan angkat kaki dari Sulawesi Selatan. Gelombang mutasi menyebut namanya untuk digantikan oleh Irjen Pol Hamidin, dari Pati Densus 88 Polri.
Jakarta, Lontar.id – Nama Umar digaungkan dalam ruang-ruang sepi. Saya pernah mendengarnya, saat seorang polisi berpangkat tinggi menyebutnya di warung kopi bersama saya, di Makassar.
Diceritakan kalau sosok Umar adalah Kapolda jempolannya. Alasannya, ia jauh dari hiruk-pikuk pemberitaan citra yang terkesan dipaksakan. Sembari menyesap kopinya, polisi berpangkat itu berkali-kali bilang: Pak Kapolda itu andalan saya.
Bukan cerita membesar-besarkan hal yang tidak seharusnya, kata dia. Namun, ia merasa, kelakuan Umar Septono tidaklah dibuat-buat. Dengan mimik serius, ia katakan semua pengalamannya bersama Umar Septono.
Hal yang paling umum diketahuinya adalah, kalau Umar tidak pernah menunda salat. Jika azan Subuh berkumandang, ia sudah di jalanan untuk berangkat ke Polda Sulawesi Selatan.
Baca Juga: Cerita Dicky Sondani, tentang Umar Septono Saat Mencium Tangan ibu di Pasar
“Biasa juga salat Dhuha di kantor (Polda Sulsel). Kalau sudah terdengar azan, dia tidak lagi mengerjakan hal dunia. Dia langsung pergi mengambil wudu. Ia utamakan ibadah,” katanya.
Selain cerita soal itu, polisi yang enggan dipublikasi profilnya ini, terus berkata pada saya kalau pimpinannya adalah orang yang baik. Sederhana, dan tidak seperti polisi-polisi yang lainnya.
Hari ini, 24 Januari 2019, di Mabes Polri Jakarta, ia serah terima jabatan, kata Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Dicky Sondani. Minggu akan datang, ia pisah sambut dengan Kapolda Sulsel yang baru.
Baca juga: Secuil Pelajaran yang Bisa Diambil dari Banjir Sulsel
Kini ia akan pergi dari Sulsel, dan melepas jabatannya di Sulsel ke bahu orang lain. Momen saat dirinya mencium tangan pengemis tua di pasar Tello saat pergi berbelanja, akan selalu dirindukan. Hal itu diabadikan lewat video oleh bawahannya.
Umar Septono senang berbicara seadanya saja. Lebih banyak berisi soal ceramah-ceramah agama. Saat melihat videonya di pasar, pancaran matanya seperti orang yang ikhlas mengayomi.
Saat Ramadan tahun lalu, saya ingat, kalau ia pergi mengantarkan zakat dan beras kepada warga miskin. Wajahnya teduh sekali. Ia memanggul beras itu sendiri.
Tak hanya itu, dari kawan yang lain, disebut juga kalau Umar biasanya membawa berkarung-karung beras di mobilnya. Beras itu untuk dibagikan ke fakir miskin.
Baca juga: Maaf Umar Septono Sebelum Pindah Jabatan
“Pak Kapolda itu suka keliling masjid di Makassar. Banyak sekali hal-hal baik yang ia tabur saat menyambangi lokasi ke lokasi yang ada di Makassar,” kata kawan saya.
Saya tahu, ia tidak begitu mementingkan jabatannya karena panggilan Allah. Berkali-kali ia menyampaikan itu di mana saja dan pada siapa saja.
Bahkan seluruh bawahannya diimbau untuk mementingkan ibadah daripada tugasnya. “Panggilan utama kalau azan. Tidak ada yang lebih utama dari itu,” tegas Umar, dalam beberapa momen saat upacara di hadapan anggotanya.
Kini, sosok yang berani memungut sampah, berani memanggul beras sendiri demi menyambangi gubuk-gubuk si miskin itu akan meninggalkan Sulsel. Semoga ia akan tetap mencintai jalan sunyinya. Jalan untuk mencintai Tuhannya daripada sekeping dunia.