Lontar.id- Edwar W Said dalam bukunya Orientalisme menunjukkan satu hal paling mendasar yang harus diketahui bangsa timur tentang bagaimana mereka diposisikan oleh barat. Bagi Said, orientalisme adalah cara pandang barat yang telah menghegemoni dunia timur.
Selama ini, timur selalu dipahami sebagai bangsa yang terbelakang, primitif, dan penuh mistisme. Sementara itu, barat selalu dipahami sebagai bangsa yang modern, kaya, dan logis.
Said melihat hal itu sebagai cara barat yang terus-menerus menjadikan timur sebagai koloni-koloni mereka. Akan tetapi, cara pandang oriental bukan semata-mata milik Barat, kita (timur) yang menjadi sasaran nyatanya juga mengukuhkan pandangan tersebut.
Kita selalu menganggap yang barat itu lebih hebat dan modern. Kita selalu lebih bangga memamerkan foto-foto kita di luar negeri sebagai sebuah pencapaian yang lebih keren. Kita tentu lebih merasa hebat jka berhasil kuliah di luar negeri. Kita akan merasa superior jika menggunakan tekhnologi-tekhnologi dari barat.
Said barangkali dalam buku tersebut tidak hanya ingin mengkritik barat tapi juga timur yang juga mengukuhkan pandangan itu. Akan tetapi, pertanyaan mendasar yang patut diajukan adalah apakah dalam realitasnya dunia timur dalam pandangan barat benar terjadi?
Sebagai orang timur saya tentu ingin membela bangsa saya sendiri. Terlepas dari anggapan dan kenyataan di lapangan kalau timur saat ini memang jauh terbelakang dibandingkan barat.
Saya mensyukuri terlahir sebagai orang timur yang mempunyai nenek moyang seorang penakluk samudra, petarung perang, dan pencipta bangunan yang megah. Coba sebutkan, tekhnologi apa yang bisa menandingi pembangunan candi borobudur, prambanan, dan candi-candi yang lain? Adakah yang bisa menggantikan hari ini para penakluk samudra yang dapat bertahan hidup di atas air dalam waktu yang sangat lama? Mereka semua adalah bangsa timur yang mungkin saja sering kita lupakan.
Mistisme Sebagai Kegersangan Berpikir Kita
Suatu hari saat mengkuti obrolan buku di Kediri, salah satu teman saya bertanya skeptis. “Kenapa ya kita itu masih sangat suka yang mistis. Masih menggilai cerita horor. Bahkan, masih ada yang mengirim doti-doti (guna-guna) demi mendapatkan balasan cinta?
Pertanyaan itu membuat saya berpikir keras. Ia, kita memang bangsa yang sangat menyukai dunia mistisme. Buktinya, film horor tidak pernah sepi penonton. Video-video youtuber yang mengangkat kisah mistis dan paranormal tidak jarang yang trending topik. Cerita misteri yang saya buat di laman lontar.id hampir semuanya trending topik.
Saya sempat komplain terhadap diri sendiri dan pembaca. Bagaimana tidak, tulisan-tulisan yang saya buat berhari-hari, dikerjakan dengan riset terlebih dahulu sangat sepi pembaca dibandingkan dengan cerita misteri yang saya buat dengan sekejap mata, tanpa riset dan penuh halusinasi.
Fenomena mistisme yang semakin marak dibahas di Indonesia sebenarnya menjadi salah satu ciri, mengapa barat selalu menganggap kita primitif dan mistis sementara mereka canggih dan modern. Ibaratnya, barat sudah membicarakan pencapaian mereka mendarat di bulan, dan timur masih membayangkan dan meraba-raba dari jauh mitos adanya seorang perempuan di atas bulan.
Kita sadar sebagai bangsa yang telah mendapatkan kolonialisasi selama ratusan tahun tidak akan bisa lepas sepenuhnya dari konstruksi wacana para kolonialis barat. Kita hanya dapat mengenang bagaimana peradaban yang dibangun oleh para pendahulu kita yang melampaui peradaban apapun termasuk barat sembari merevolusi mental dan cara berpikir kita.
Kalau kata Rocky Gerung, demokrasi tidak memerlukan jalan tol, tapi jalan berpikir. Dan itu yang devisit pada negara kita saat ini.