Jakarta, Lontar.id – Jurnalis DetikCom, Satria Kusuma melapor tindak pidana kekerasan dan persekusi, terhadap dirinya saat meliput acara Malam Munajat 212 di Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat. Satria Kusuma melapor ke Polres Jakarta Pusat pasca insiden terjadi, dengan nomor laporan 358/K/II/2019/ pada 22 Februari 2019.
Satria Kusuma mendapatkan perlakukan intimidasi dan persekusi saat menjalankan tugasnya sebagai wartawan. Pada saat kejadian, diketahui ada seorang pencopet tertangkap dan Satria Kusuma dengan wartawan lainnya, langsung mengabadikan momen tersebut. Lantaran merekam video, Satria mendapatkan perlakukan kekerasan hingga video hasil rekamannya dihapus.
Kepala Humas Polres Jakarta Pusat Kompol Purwadi, membenarkan telah menerima laporan tindak kekerasan terhadap wartawan Detikcom. Pihak kepolisian kini masih menangani kasus kekerasan terhadap wartawan dan masih dalam penyelidikan.
“Ya, sudah ada laporan itu sudah masuk hari ini. Perkara yang dilaporkan yaitu bersama-sama di muka umum melakukan kekerasan terhadap orang atau barang,” ujarnya seperti dilansir dari Jawapos.
Pemimpin Redaksi DetikCom, Alfito Deannova mengutuk keras tindak kekerasan terhadap jurnalis yang sedang menjalankan tugasnya. Aksi tersebut menurut Alfito Deannova berusaha untuk menghalang-halangi kerja jurnalistik dan itu dianggap telah melanggar hukum.
“DetikCom mengutuk keras kekerasan terhadap jurnalis dan upaya menghalangi peliputan jelas melanggar Undang-undang Pers, khususnya Pasal 4 tentang kemerdekaan pers,” ujarnya melalui keterangan resminya.
Sementara Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta Asnil Bambani Amri, mengutuk tindakan kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis. Aksi kekerasan tersebut dinilainya menghalang-halangi kegiatan jurnalis yang dilindungi Pasal 8 Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Kami menilai tindakan laskar FPI menghapus rekaman video maupun foto dari kamera jurnalis CNN Indonesia TV dan Detikcom adalah perbuatan melawan hukum. Mereka telah menghalang-halangi kerja jurnalis untuk memenuhi hak publik dalam memperoleh informasi,” akunya melalui situs resmi AJI Jakarta.
AJI Jakarta menilai, kasus intimidasi terhadap jurnalis kerap dilakukan massa FPI tak hanyas sekali saja. Sebelumnya massa FPI pernah melakukan pemukulan terhadap jurnalis Tirto.id Reja Hidayat di Markas FPI, Petamburan, Jakarta Pusat, pada Rabu, 30 November 2016 lalu.
Atas intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis tersebut, AJI Jakarta menyerukan dan menyatakan:
Kasus intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis yang melibatkan massa FPI tidak hanya terjadi kali ini saja. Sebelumnya massa FPI pernah melakukan pemukulan terhadap jurnalis Tirto.id Reja Hidayat di Markas FPI, Petamburan, Jakarta Pusat, pada Rabu, 30 November 2016 lalu.
Atas intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis tersebut, AJI Jakarta menyerukan dan menyatakan:
- Mengecam keras tindakan intimidasi dan kekerasan yang dilakukan massa FPI terhadap para jurnalis yang sedang liputan Munajat 212.
- Mendesak aparat kepolisian menangkap para pelaku dan diadili di pengadilan hingga mendapatkan hukuman seberat-beratnya agar ada efek jera. Sehingga kasus serupa tak terulang di masa mendatang.
- Mendesak aparat kepolisian mengusut tuntas kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis sebelumnya. Sebab, hingga kini belum ada kasus kekerasan terhadap jurnalis yang tuntas sampai pengadilan.
- Mengimbau masyarakat agar tidak melakukan intimidasi, persekusi dan kekerasan terhadap jurnalis yang sedang liputan.