JAKARTA, LONTAR.id – Sudah Puluhan Tahun Indonesia puasa gelar di sektor tunggal putri. Usai masa keemasan Susy Susanti dan Mia Audina, prestasi terbesar terakhir yang dicapai hanya mampu diraih Ellen Angelina. Ellen mampu menjuarai tunggal putri di Indonesia Open 2001. Setelah itu, hanya Maria Kristin yang berhasil mencapai final, tetapi dikalahkan Zhu Lin pada final 2008.
Penerus tunggal putri berikutnya, Ana Rovita hanya mampu mengimbangi dengan masuk ke semifinal tahun 2010 lalu. Di tahun 2018, asa kebangkitan tunggal putri bulu tangkis Indonesia mulai terlihat. Adalah Gregoria Mariska Tunjung yang mulai membangkitkan harapan itu. Saat Asian Games, Agustus 2018, Indonesia mampu meraih medali perunggu di sektor beregu putri juga lewat kontribusi perjuangan Gregoria.
Raihan tersebut memang berbeda di cabang perorangan, capaian tunggal putra dan ganda putra yang mampu menyumbang emas ternyata gagal dilanjutkan Gregoria. Ia terhenti di babak 16 besar setelah dikalahkan pemain India Pusarla V Sindhu.
Namun, capaian Gregoria yang masih berusia 19 tahun terus berlanjut. Di China Open, September 2018, Jorji sapaannya mampu menembus perempat final. Meski terhenti, capaian tersebut merupakan langkah maju baginya. Mengingat China Open merupakan salah satu turnamen dengan kasta tertinggi (Level 1000) di kompetisi Bulutangkis dunia.
Pelatih tunggal putri Indonesia, Minarti Timur, membeberkan sejumlah aspek yang harus diperbaiki anak asuhnya jika ingin meraih prestasi pada 2019.
Minarti menyatakan targetnya untuk tunggal putri pada 2018 sebenarnya sudah terpenuhi, yakni menembus posisi 20 besar dunia.
Target itu dicapai Gregoria Mariska Tunjung yang kini menempati posisi ke-15. Namun, Minarti tak puas dengan pencapaian tersebut. Ia ingin sektor tunggal putri bisa berjaya seperti dulu lewat torehan gelar juara yang lebih signifikan.
“Masih ada yang perlu dibenahi ya, seperti faktor fisik, harus dibenahi power, kekuatan kaki, tangan, dan segi mental harus lebih berani ngadu,” ujar Minarti seperti dilansir Kompas.com, Selasa (1/1/2019).
Khusus dari segi mental, kata Minarti, para pemain diharapkan bisa mengatasi diri sendiri atau mengontrol emosinya.
Jika hal itu bisa dilakukan, Minarti optimistis pebulu tangkis Indonesia mampu bersaing dengan pemain mana pun.
Usai Asian Games dan China Open, capaian tertinggi Gregoria terjadi di Denmark Open, Oktober 2018. Gregoria kembali mampu berbicara banyak dengan menembus semi final. Meski takluk di tangan pebulutangkis India Saina Nehwal saat itu, namun pujian justru datang dari legenda tunggal putri Indonesia, Susy Susanti.
“Masuk semifinal sudah bagus. Mudah-mudahan ini hanya langkah awal menuju capaian besar dia di tingkat dunia,” kata Susy seperti dilansir kantor berita Antara.
Lebih jauh diyakini Susy apa yang dicapai Gregoria Mariska di Denmark Open 2018 itu juga menjadi angin segar bagi sektor tunggal putri bulutangkis Indonesia. Diyakini Susy, meski belum bisa juara, setidaknya apa yang dicapai Gregoria Mariska bisa menjadi motivasi bagi tunggal putri lainnya.
“Bukan cuma bagus untuk Grego, tapi itu jadi satu motivasi lain bagi tunggal putri khususnya, bahwa Grego bisa menempatkan diri di jajaran elit dunia,” terang Susy.
Mampukah Gregoria mengakhiri puasa gelar tunggal putri Indonesia di 2019? Kita tunggu saja kiprahnya di berbagai kompetisi selanjutnya.