Jakarta, Lontar.id – Ada banyak cara yang dilakukan para pencinta alam dengan meluapkan rasa cinta dan syukurnya, salah satunya dengan mendaki gunung.
Dari atas puncak gunung, kita bisa melihat keindahan tumbuh-tumbuhan, pepohonan, awan menggantung, hingga matahari terbit di ufuk timur. Di atas gunung pula, kita dapat menemukan perspektif baru tentang arti melestarikan alam dan kehidupan.
Kegiatan mendaki gunung tidak saja dilakukan oleh komunitas pecinta alam yang tersebar di universitas, melainkan komunitas yang didirikan di luar kampus. Mereka menjelajahi alam dan merencanakan pendakian gunung yang tersebar di Indonesia.
Salah satu gunung yang kerap dikunjungi para pendaki yaitu di Gunung Bawakaraeng (2830 mdpl) Sulawesi Selatan. Para pendaki bukan saja datang dari penduduk lokal, melainkan dari berbagai pulau yang tersebar di Indonesia.
Nama Gunung Bawakaraeng sendiri berasal dari dua suku kata, yaitu ‘Bawa’ yang berarti mulut dan ‘Karaeng’ adalah tuhan. Jadi Bawakaraeng berarti mulut tuhan.
Gunung Bawakaraeng pada umumnya menyimpan banyak ritual dan misteri. Ritual yang sering dilakukan orang pada umumnya yaitu orang datang untuk berhaji di sana.
Sebagian kecil orang menganggap, Gunung Bawakaraeng sebagai tempat suci untuk beribadah haji. Sementara di sisi lain, kisah misteri banyak dialami para pendaki ketika berada di atas gunung.
Galih Andika Belum Ditemukan
Pendaki Gunung Bawakaraeng Galih Andika (20) menghilang sejak (8/03) saat berangkat bersama dua temannya. Mereka menyusuri jalur Lembanna di Kecamatan Tinggi Moncong Kabupaten Gowa.
Nahas. Saat di tengah perjalanan antara pos 5 dan pos 6, ia dinyatakan hilang hingga saat ini. Kini, kepergian Galih Andika sudah masuk 49 hari lamanya. Ia belum ditemukan. Temannya bahkan sudah kembali.
Tim SAR yang dikerahkan untuk mencari, menemui jalan buntu dan tidak menemukan jejak apapun. Hingga pada hari ke-7, Tim SAR menghentikan pencariannya.
Pencarian tersebut kemudian dilanjutkan oleh komunitas pecinta alam dari kampus Stimik Makassar. Hasilnya pun sama, Galih belum ditemukan. Anak-anak dari Stimik tak sendiri. Ada juga keluarga Galih yang menunggu informasi dari tim pencari. Mereka kerap menginap di kaki Gunung Bawakaraeng, di Desa Lembanna.
Tata Rasyid Juru Kunci Gunung Bawakaraeng
Banyak pendaki yang pernah hilang di Gunung Bawakaraeng. Rupa-rupa penyebabnya, ada yang disebabkan hilang karena membuka jalur baru, hingga pengaruh cuaca alam yang berubah-ubah.
Namun saat almarhum Tata Rasyid juru kunci Gunung Bawakaraeng masih hidup, ia kerap membantu mencari pendaki yang hilang dan membawanya turun ke rumahnya.
Kini Tata Rasyid sudah berpulang. Banyak khalayak yang merindukannya. Itu sudah pasti. Tata Rasyid adalah tetua yang baik hati. Seorang penjaga alam yang luhur.
Redaksi Lontar mencoba menghubungi salah satu pendaki di Makassar sekaligus orang yang sangat dekat dengan Tata Rasyid, Kink Kusuma Rein.
Diakuinya, jika ada pendaki yang hilang di Gunung Bawakaraeng, almarhum Tata Rasyid adalah orang pertama yang akan mencarinya. Ia mengenang Tata Rasyid dalam sebuah weawancara pendek dengan kami.
“Waktu almarhum (Tata Rasyid) masih hidup, kalau ada pendaki yang hilang beliau yang paling pro aktif untuk mengevakuasi korban sama gabungan teman-teman Tim SAR,” ujar Kink Kusuma Rein, Kamis (28/3/2019).
Pendaki Gunung Bawakaraeng, kata Kink Kusuma Rein, hampir tak pernah ada yang tidak mengenal dengan sosok Tata Rasyid. Ia ibarat orang tua bagi semua orang, terutama para pendaki yang menjelajahi Bawakaraeng.
Lewat Tata Rasyid, mereka mendapatkan banyak masukan melalui diskusi seputar kondisi gunung, kapan saat yang tepat mendaki, dan apa saja pantangannya ketika berada di Bawakaraeng.
“Almarhum Tata Rasyid sangat populer, bukan saja dari pendaki Makassar, tapi dari luar pulau Jawa yang pernah mendaki Gunung Bawakaraeng, pasti kenal. Ia sombere (ramah) sekali pada pendaki. Tingkat kepeduliannya sangat tinggi.”
Sebab banyak berdiskusi dengan Tata Rasyid, akibatnya, Kink Kusuma Rein mendapatkan banyak bekal sebelum beranjak naik. Namun jika kondisi cuaca di atas gunung tidak memungkinkan untuk mendaki, ia biasanya menginap di rumah Tata Rasyid, sampai cuaca benar-benar kembali seperti biasa.
“Almarhum itu sudah seperti orang tua sekaligus bapak bagi para pendaki. Kita sebelum mendaki ketemu dengan almarhum, kita ngobrol bagaimana cuaca di atas dan hampir semua pendaki lama, pasti singgah di rumahnya sebelum naik gunung,” akunya.
Kini setelah Tata Rasyid sebagai juru kunci Gunung Bawakaraeng telah meninggal pada 2017 lalu, banyak anggapan bahwa tim pencari pendaki yang hilang sudah kewalahan untuk menemukan korban di atas gunung. Seperti pendaki Galih yang belum ditemukan.
Mendengar hal tersebut, Kink membantahnya. Tidak ditemukannya Galih, bukan karena tidak adanya juru kunci seperti Tata Rasyid, tetapi bisa saja diakibatkan karena cuaca di atas gunung yang relatif berubah-rubah, sehingga tim pencari mengalami kesulitan menemukan jejak keberadaan Galih.
“Kalau saya lihat tidak begitu. Tidak ada hubungannya almarhum Tata Rasyid dengan tidak ditemukannya Galih Andika.”
“Paling berat itu cuaca. Itu kadang menghambat Tim SAR untuk melakukan pencarian, apalagi sekarang cuaca tidak menentu. Kalau medan, relatif. Tingkat kesulitannya menengah kalau Gunung Bawakaraeng,” tandasnya.
Penulis: Ruslan