Lontar.id– Lagu “Dangdut is The Music of My Country” yang dipopulerkan oleh Project Pop pernah populer pada masanya. Lagu itu membawa pesan sederhana bagaimana musik dangdut menjadi pemersatu dari keragaman etnis, bahasa, dan agama di Indonesia. Kita berbangga memiliki musik yang bisa diterima oleh semua kalangan. Akan tetapi, kita percaya, kelahiran satu produk budaya tidak pernah lahir dari ruang hampa. Mereka berkelindan dengan satu unsur dan unsur lainnya. Termasuk dengan lahirnya musik dangdut.
Dangdut pada mulanya adalah suara kendang dhang-dhut lalu bermetamorfosis ke dalam melodi-melodi yang lebih indah.
Dangdut lahir dari negosiasi banyak kebudayaan. Kemunculannya di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari pengaruh Arab, Melayu, India, dan Barat. Muhammad Takari, dalam Akulturasi Kebudayaan Musikal dalam Seni Pertunjukan Dangdut, Selonding menuliskan bahwa dangdut berasal dari seni etnis Melayu; di dalamnya mengandung unsur – unsur musik India, Arab, dan Melayu. Kemudian berkembang dengan mengadopsi musik Barat, Rock n’roll, Reggae, dan Rap.
Menelisik sejarah musik dangdut di Indonesia dapat ditarik dari masuknya Orkes Melayu yang muncul pada 1930-an. Dalam kajian Weintraub, orkes ini memakai instrumen Eropa tetapi tetap mempertahankan unsur musikal Melayu. Antara lain pantun dan frasa semisal ‘aduhai sayang’. Weintraub mencatat, lagu Melayu seperti “Sayang Manis” dan “Sinar Malacca” diiringi oleh vokalis dengan suara melengking, dan senggakan untuk menyemangati penyanyi.
Pada tahun 1950-an, film-film India dan Malaya mulai masuk ke Indonesia. Dalam sejarahnya perkembangan film-film ini cukup berpengaruh terhadap perkembangan musik dangdut selanjutnya, mengingat masuknya film-film ini semakin memperkuat karakter musikal dangdut yang mulai berkambang. Seperti yang dijelaskan oleh Noor bahwasanya: Sinema diperkenalkan dipusat-pusat perkotaan Malaya pada tahun 1920-an dan 1930-an. Meskipun film-film diimpor dari Amerika Serikat, India, dan China, kepada masyarakat kemudian diperkenalkan film-film produksi lokal pada tahun 1933 dan 1934. industri film Melayu mengikuti format teater Bangsawan; dialog, nyanyian, musik, dan tari menjadi unsur yang penting dalam pembuatan film. Sutradara film India yang didatangkan ke Tanah Melayu menyutradarai film-film Melayu sangat akrab dengan cara penyutradaraan film-film Hindustani, karena film-film Hidustani sangat digemari oleh penonton Melayu.
Indonesia memiliki nama-nama yang cukup terkenal sebagai penyanyi melayu. Sebut saja Emma Gangga, Juhana Satar, Hasnah Thahar, Suhaemi, A Chalik, M Syaugi, dan A Harris. Yang disebut terakhir ini pernah mencuri perhatian publik irama Melayu lewat lagu India, Awarahum, dan Munif Bahasuan menyanyikan lagu O Petaji. Kedua lagu itu awalnya berasal dari film India yang di bintangi Raj Kapoor bintang film paling top masa itu.
Tanpa disadari pemasukan unsur-unsur musik Melayu dalam film, secara musikal menjadi peletak dasar yang kuat terhadap perkembangan musik dangdut yang berkembang sekarang. Peluang ini, semakin terbuka lebar pada masa Demokrasi Terpimpin, ketika Indonesia sedang hangat-hangatnya berupaya kembali pada kepribadian budaya bangsa untuk melawan pengaruh budaya Barat.
Presiden Soekarno mengobarkan semangat anti Barat, dalam pidato yang berjudul “Manipol Usdek” 17 Agustus 1959 secara terang-terangan mengutuk musik ngak-ngek-ngok rock n‟roll. Penegasan kebijakan ini di tuangkan dalam larangan radio pemerintah memutar lagu-lagu barat serta mengimport film-film Barat Eropa dan Amerika. Dampak lebih lajut atas kebijakan ini, berakibat pada membanjirnya film-film India
Setelah Indonesia merdeka, Orkes Melayu mulai memasukkan sentuhan baru dalam musik mereka: membuat melodi baru berdasarkan melodi film India. Ini disebut-sebut sebagai pintu kelahiran dangdut. Lima tahun setelah Indonesia merdeka, pertukaran budaya semakin kencang. Arab, Melayu, India, Amerika Latin, juga Eropa—yang memperkaya musikalitas orkes Melayu.
Muncullah istilah “dangdut‟ pertama kali diperkenalkan oleh Billy Silabumi dalam cerpennya pada majalah Aktuil (1972). Majalah ini pula yang mempopulerkan istilah dangdut menggantikan sebutan Orkes Melayu. Kata “dangdut‟ merupakan sebuh idiom kata yang sebenarnya oleh Billy Silabumi digunakan untuk “mengejek‟ Orkes Melayu yang dari segi musikal terkesan monoton dengan hanya mengeksploitasi bunyi dhang dan dhut.
Pada awal tahun 1970an mantan pemusik rock Roma Irama, bersama dengan kelompok Soneta dan pasangan duet Elvi Sukaesi, masuk dalam blantika musik dangdut. Dalam musik dangdutnya Roma mencoba mengurangi warna India dan meningkatkan warna Timur Tengah serta memasukan unsur-unsur rock‟n roll ke dalam elemen musik dangdutya hingga melahirkan “new dangdut”.
Kemunculan Roma Irama menjadi babak baru dari evolusi musik dangdut. Dangdut tidak hanya diperdengarkan di atas panggung. Roma Irama dengan kegigihannya memperkenalkandangdut ke dalam film-film, hampir bersamaan dengan itu, musik dangdut muncul di acara tv melalui ajang pencarian bakat. Hal itu menjadi babak baru dari menggaungnya musik dangdut hingga hari ini sampai kemudian dangdut terus bertransformasi seperti yang kita kenal saat ini dengan dangdut koplo.
Dangdut memang tidak sepenuhnya lahir dari negara kita. Dangdut tidak lepas dari kebudayaan lain dan memang bukankah tak ada satupun produk kebudayaan yang tidak mendapatkan pengaruh dari kebudayaan lain.