Jakarta, Lontar.id – Pada tahun 2020 Stadion Mattoanging diwacanakan segera dipugar bentuknya. Wajahnya yang sudah jaman dulu, sebaiknya segera didandani agar para penonton bangga dan tidak mengecilkan kotanya sendiri.
Atap Mattoanging masih pakai seng. Barangkali, itu yang membuat markas PSM Makassar dijuluki sebagai stadion neraka yang angker. Neraka sendiri digambarkan sebagai tempat yang mengerikan, sementara angker kerapa dikaitkan dengan tempat yang banyak hantu.
Cukup nyambung, jika kedua kata itu dihubungkan dengan kondisi Mattoanging sekarang. Sebab, Nurdin Abdullah sudah mengaku kalau stadion Mattoanging membuat publik Makassar atau paling tidak dirinya, malu.
“Kita malu, satu-satunya stadion di dunia yang masih pakai atap seng,” kata NA.
Selain atap seng, patut aku tambahkan lagi hal-hal yang bikin miris. Kursi di VIP Utamanya sudah retak-retak, ada juga yang pecah. Biasanya, ada juga yang menjemur baju di sana. Tak hanya itu, tempat salatnya juga, aduh.
Kabar terbaru, proses revitalisasi direncanakan pada 2019. Dimulai dari sterilisasi hingga membongkar stadion itu sendiri. Nantinya, pada 2020 mendatang, Pemprov Sulsel barulah membangunnya secara total.
Pemprov Sulsel juga membuka sayembara untuk pembangunan gedung. Jika proyek itu benar-benar digulirkan tahun ini, maka PSM sudah sangat siap menyambutnya. Perusahaan Bosowa siap mengambil proyek itu, jika Pemprov Sulsel memang ingin kerja sama.
Tidak sampai di situ, Pemprov Sulsel pun sedang memikirkan proses pengelolaan kepada pihak yang dianggap layak dan berkeinginan. Hal itu juga disambut baik oleh manajemen PSM. Klop.
CEO PSM, Munafri Arifuddin, secara terang-terangan siap mengikuti sayembara itu. Sekarang, pihaknya telah menyiapkan proposal pengelolaan hingga siap membangun stadion baru.
“Kita menunggu kapan waktunya ini dikembalikan ke Pemerintah Provinsi secara resmi,” ujar Appi – sapaannya, dilansir dari Tribun.
Appi menginginkan, pihaknya bisa mengelola secara menyeluruh. Bukan membangun saja, melainkan menyiapkan fasilitas penunjang lainnya di area kompleks stadion di Jl Cendrawasih itu.
Untuk hal ini, manajemen PSM sudah selangkah lebih maju. Paling tidak, mereka mengerti bagaimana sebaiknya stadion dibangun mengikuti psikologis pennonton dan PSM Makassar itu sendiri. Ada banyak hal yang membuat Pemprov Sulsel mempercayai manajemen PSM.
Tetapi hal ini belumlah bisa dipastikan 100 persen, sebelum ada kejelasan resmi. Semuanya masih saling lempar wacana. Lagipula, tahun ini adalah tahun politik sampai 2020 yang memasuki pemilihan wali kota Makassar. Tawaran lain yang lebih menggiurkan dari PSM, dipastikan akan menghampiri Pemprov Sulsel.
Untuk masalah ini, lagi-lagi pemilih pemula dan suporter PSM jadi sangat seksi di mata para politisi. Aku menunggu, ada argumen lain yang lebih menjual dari pada manajemen PSM Makassar. Tahun-tahun politik, PSM rentan diseret dalam pusaran taktik mereka.
Tanpa perlu dijelaskan, semuanya sudah benderang. Selalu saja ada kelompok-kelompok suporter, atau bagian perseorangan yang ikut dalam kampanye. Tentu saja ini bukanlah hal yang buruk, sebab membangun stadion butuh gerakan politik.
Mengapa bisa begitu? Mari kita berkaca dalam pembangunan stadion BMW di Jakarta. Tanpa gerakan politik, stadion tersebut tidak akan jadi.
Tidak pula salah jika Anda marah-marah tidak ingin membuat PSM melengket dalam politik praktis. Semua punya pilihan, namun tidak semua punya argumen logis soal pilihannya.
Secara pribadi, aku memilih gerakan politik. Siapa pun orangnya, yang paling penting stadion harus dibangun. Bukan apanya, Sulawesi Selatan masa cuma dikenal karena makanannya? Padahal PSM itu klub tua yang dihargai, namun melihat stadionnya, agaknya penghargaan itu bisa luntur.
Romantis betul soal janji-janji ini. Setiap tahun politik, selalu saja datang angin segar untuk membesarkan PSM. Tetapi lewat dari itu, semuanya lenyap. Membangun jalan, menebang pohon, memperbanyak ruko, membuat program yang tidak jelas, adalah pemerintah kita.
Seharusnya kita malu. Slogan-slogan politik soal Makassar terdepan di kawasan timur Indonesia, haruslah dipikir ulang. Di Kalimantan, stadion sudah banyak yang megah. Begitu juga di Papua. Lah, di Makassar?
Satu contohnya yakni Stadion Batakan di Kalimantan. Stadion ini paling megah di Kalimatan Timur. Batakan dibangun oleh Pemkot Balikpapan untuk Persiba. Stadion ini bisa menampung 46.000 penonton.
Selain itu ada juga Stadion Aji Imbut yang merupakan stadion pendamping stadion utama PON 2008 yaitu Stadion Palaran. Kapasitasnya 35.000 penonton. Stadion ini digunakan Mitra Kukar d Liga 1.
Oke, kalau di Makassar belum ada stadion yang layak. Lantas di kabupaten lain di Provinsi Sulsel? Lebih parah lagi. Apakah menurut pemerintah masyarakat Makassar atau Sulawesi Selatan tidak begitu mencintai bola, lantas sama sekali tidak dipikirkan tempat menonton langsung PSM secara tenang untuk mereka?
Tidak sampai di situ, suporter bahkan memberi masukan, jika sebaiknya Barombong segera diselesaikan. Sebaiknya pemerintah menahan dulu niatnya untuk membangun Mattoanging. Ia takut, kalau PSM tidak bisa bermain di Makassar.
Kalau PSM dapat proyek pembangunan itu, masih masuk akal. Tapi kalau bukan mereka yang dapat? Kalau pun manajemen PSM yang mendapatkannya, suporter PSM pasti murung. PSM jadi tim musafir lagi. Tetapi, setidaknya ada lompatan ke depan, daripada di stadion kita begitu-begitu saja. Ya kan?
Dari semua ide-ide di atas, cukup menarik untuk dibaca dan menjadi angin “surga” yang diembuskan ke telinga pendukung PSM. Jika tidak ada satu pun yang terealisasi, sebaiknya Pemprov Sulsel dan Pemkot Makassar patut dijuluki sebagai ahlinya pembuat slogan kosong.