“Gara-gara orang pintar, gunung dijual, laut ditanami besi.” Sexy Killers (2019)
Lontar.id– Tiga hari menjelang hari pencoblosan, saya belum berhasil menentukan pilihan pasangan calon presiden yang akan saya dukung. Beberapa pertanyaan datang dari teman kantor, siapa yang akan saya pilih. Sampai saya menulis catatan ini, saya belum menemukan jawabannya hingga saya menonton film dokumenter Sexy Killers yang diproduksi oleh WatchDoc dan disutradarai oleh Dandy Laksono, dan menemukan satu titik terang: Golput. Iya, akhirnya saya memilih Golput.
Rasanya menyebalkan sekali, tidak mendapatkan pilihan terbaik selama masa kampanye paslon, lalu memutuskan pilihan untuk golput alias memilih untuk tidak memilih setekah menonton Sexy Killers. Ada apa dengan film tersebut sehingga mampu mempengaruhi saya untuk golput?
Sexy Killers merupakan film penutup dari Eksepedisi Indonesia Biru yang digarap oleh Dandy Laksono dan tim sejak tahun 2015 sampai 2019. Film itu menyuguhkan kisah jutaan manusia yang hidup dalam belenggu kesengsaraan, kemiskinan, penderitaan, dan amarah yang semua berakar dari satu perkara yakni kerakusan pemerintah dan pengusaha dalam mengeruk hasil alam. Dengan dalih memenuhi kebutuhan listrik jutaan masyarakat Indonesia agar semua anak-anak bisa bersekolah dengan baik, akhirnya sumber tanah digali puluhan meter demi mendapatkan batu bara. Sebuah usaha membunuh Indonesia, hari demi hari.
Film dibuka oleh adegan seorang laki-laki yang mandi di kali dengan air kotor. Sudah satu bulan Masyarakat Benoa tidak mendapatkan air bersih. Pertambangan batu bara melahirkan tumbal yang tidak lain adalah masyarakat kecil yang selama ini menjadi distributor pangan. Mulai dari nelayan hingga petani.
Film tersebut menyuguhkan adegan demi adegan yang mengiris hati, seorang nelayan geram sesaat setelah Presiden Joko Widodo meresmikan proyek pembangunan PLTU Batang. “Bila PLTU berdiri, anakku mau dibawa ke mana? Tak ada tempat lagi di Indonesia,” ujar nelayan sambil menahan amarah dan air matanya.
“Gara-gara orang pintar, gunung dijual, laut ditanami besi.”
Dari lokasi penambangan, pengangkutan batu bara terus berjalan lebih banyak dari tumbal kompilasi diangkut menuju lokasi PLTU di Jawa dan Bali. Di Batang, Jawa Tengah, petani tergusur dan tidak bisa leluasa menggunakan sawahnya. Nelayan juga terkepung PLTU sehingga sumber penghidupannya terancam. Terumbu karang hancur karena tumpahan batu bara atau jangkar kapal-kapal tongkang pengangkut batu bara.
Film ini mengingatkan perjuangan nenek dan keluarga saya di kampung. Puluhan hektar tanah warga dijual dengan harga tinggi oleh perusahaan. Gunung dikeruk, dijadikan semen dan marmer. Masyarakat kehilangan lahan produktifnya untuk bersawah dan berladang. Debu pabrik dan suhu yang tak lagi sesejuk waktu saya kecil dulu memenuhi kampung saya. Sungai tempat saya bermain dulu kian mengering, tanah semakin tandus, dan warga tak bisa berbuat apa-apa selain pasrah pada keadaan dan ikut bekerja sebagai buruh di perusahaan demi memperpanjang hidup.
Satu hal lagi yang menarik dari film ini adalah bagaimana kedua kandidat calon presiden, yakni Joko Widodo dan Prabowo Subianto, beserta orang-orang di sekelilingnya memiliki keterkaitan dalam menguasai tambang batu bara. Dalam film tersebut disebutkan perusahaan mebel PT Rakabu Sejahtera tidak hanya dimiliki Jokowi.
Saham perusahaan yang juga bergerak di banyak bidang, termasuk konstruksi, pengembangan wilayah transmigrasi pembebasan lahan, juga dimiliki oleh PT Toba Sejahtera milik Luhut Panjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman yang juga induk perusahaan Toba Bara, yang memiliki tambang batu bara.
PT Toba Bara juga membeli perusahaan Sandiaga Uno yang mengoperasikan PLTU Paiton di Jawa Timur.
Beberapa nama lain dari tim sukses kubu 01 Joko Widodo juga dilaporkan memiliki jabatan strategis di sejumlah perusahaan pertambangan, termasuk Osman Sapta Oedang, Dewan penasihan Tim Kampanye Nasional Jokowi – Ma’ruf yang memiliki kaitan dengan perusahaan PT Total Orbit, serta Haji Isam yang pernah menjadi Wakil Bendahara TKN Jokowi – Maruf, yang juga dikenal sebagai salah satu pengusaha batu bara yang sukses dan disegani di Indonesia.
Mirisnya 10 penambang terbesar di Indonesia terverifikasi halal oleh Majelim Ulama Indonesia (MUI) yang tidak lain ketuanya adalah Maaruf Amin. Catatan di atas, hanya segelintir dari banyaknya fakta-fakta di lapangan yang berusaha ditunjukkan film dokumenter Sexy Killers. Silakan menontonnya karena dapat disaksikan secara gratis di youtube pada akun WatchDoc.
Ada yang mengatakan, soal memilih presiden sebenarnya bukan soal memilih yang terbaik, tapi memilih siapa yang tidak memberikan kerusakan yang telalu besar. Sayangnya, saya tidak menemukan hal itu ada di kedua sosok paslon.
Apakah dengan tidak memilih, saya terlalu bersikap fatalistis? Entahlah. Saya mengingat kata-kata seorang teman, sikap pasrah bisa jadi bukanlah sikap yang fatalistis, karena budaya menuntut kita dan kita memilih respon itu. Sebuah pilihan yang tumbuh dari kesadaran dan pertimbangan dari berbagai aspek. Semoga saya bukan orang yang fatalis.