Jakarta, Lontar.id – Caleg Petahana DPR RI asal Dapil Sulawesi Selatan (Sulsel) III, Muchtar Luthfi A. Mutty mengatakan, formulir C1 merupakan dokumen terbuka dan paling dicari pasca hari pencoblosan Pemilu 2019.
Kata Politisi NasDem ini, C1 akan menjadi sumber masalah jika pihak penyelenggara menjadikan C1 sebagai dokumen rahasia. Masalah inilah yang disebutnya terjadi di beberapa Daerah, termasuk di Kabupaten Luwu Utara (Lutra), Provinsi Sulsel.
“Tiba-tiba saja dokumen hasil perhitungan suara Formulir C1 jadi barang yang paling dicari pasca pencoblosan 17 April 2019. Dokumen publik yang menurut PKPU No.3 Tahun 2019 harusnya ditempel di tempat yang mudah diakses oleh masyarat, berubah status jadi dokumen rahasia. Akibatnya, informasi perolehan suara simpangsiur,” tegas Luthfi Mutty melalui pesan tertulisnya kepada Lontar.id, Rabu (24/4/2019).
Dikatakan Luthfi, Pemungutan suara pemilu 2019 telah berlangsung 8 hari. Persoalannya kemudian adalah rekapitulasi perhitungan suara di kecamatan belum juga rampung. Hingga H+7 pasca pencoblosan kata dia, masyarakat hingga caleg masih bingung.
“Yang paling bertanggung jawab tentang ini tentulah penyelenggara. Dari KPU hingga KPPS. Mereka tidak boleh lepas tangan. Karena mereka yang diberi mandat oleh negara sebagai pelaksana. Seandainya C1 langsung ditempel pasca pencoblosan, tentu kejadiannya tidak seperti sekarang,” ujar mantan Bupati Lutra dua periode ini.
Sebelumnya, Luthfi melontarkan kritik pedas kepada Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) di Lutra. Luthfi mengatakan, Penyelenggara baru sadar telah lalai setelah dirinya mengingatkan bahwa formulir hasil perhitungan suara harus dipajang.
Kritik Luthfi melalui postingan di facebook, (21/4/2019), baru direspons KPUD sehari berikutnya dengan mengumumkan bahwa C1 sudah dipajang di balai desa dan Kelurahan di Kabupaten Lutra saat hari kelima.
“Jelas sudah sangat terlambat.”
Pola ‘Tunggu Bola’ Penyelenggara ini dinilai menunjukkan kinerja yang tidak profesional dan seolah tak paham aturan mereka sendiri yakni, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) sebagai rujukan kinerja.
Saat kritikan bermunculan barulah mereka bersikap. Masalah ini bisa saja tak terjadi di KPUD Lutra saja, banyak penyelenggara di berbagai tingkatan sangat lemah dalam transparansi dan tidak memahami soal aturan PKPU.