Jakarta, Lontar.id – Pada akhir tahun 2018, bencana alam kembali mengguncang Provinsi Banten, akibat longsor di lereng Anak Gunung Krakatau. Air laut naik ke pemukiman warga, menghancurkan bangunan yang dilewati. Rumah dan gedung ambruk, kendaraan berserakan di mana-mana, korban jiwa berjatuhan.
Mereka yang selamat dari terjangan tsunami, saat ini mengungsi di sejumlah titik lokasi yang disiapkan pemerintah dan bertempat tinggal di posko pengungsi. Dari data Badan Nasional Penanggulan Bencana (BNPB), ada 33.719 orang pengungsi, 437 jiwa yang meninggal dunia , 14.059 luka-luka, 2.752 rumah yang porak-poranda dan 510 kapal dan perahu rusak.
Di tenda pengungsian, korban tsunami mendapatkan bantuan logistik maupun bantuan dari tim medis, guna mengobati penyakit yang mulai menyerang seperti penyakit kulit, diare, hingga iritasi pada mata. Hal itu dibeberi tim medis dari relawan Turun Tangan, yang turun ke tenda pengungsian.
Meriska, Tim Bantuan Medis Fakultas Universitas Indonesia (TBMFKUI), yang bekerja sama dengan gerakan Turun Tangan dan Insaf Malaysia, berkisah saat turun langsung ke tenda pengungsian. Sama koleganya, pada hari pertama, mereka mendata jumlah pasien yang luka, inveksi saluran pernapasan, batuk, dan pilek untuk dapat diobati.
Sebanyak 438 pasien yang tersebar di 4 kecamatan yakni kecamatan Labuan, Panimbang, Cibaliu, dan Sumur, telah ditangani. Mereka juga telah berkomitmen, kedepannya, akan membuka 1 klinik di Kecamatan Sumur.
“Hari pertama malamnya, kita atur meja pengobatan, lalu mereka mendaftar kemudian diperiksa. Kita lihat penyakitnya apa dan kita kasih obatnya secara gratis,” tutur Meriska dalam konferensi pers di Warunk Upnormal Jakarta Selatan, Rabu (2/1/2019).
“Di sana kebanyakan kasusnya inveksi saluran pernapasan, batuk dan pilek karena mereka berada di posko pengungsian, jadi mereka juga kebanyakan mendapatkan iritasi pada mata.”
Keesokan harinya, Meriska beranjak ke Kecamatan Sumur yang jadi daerah terparah amukan tsunami. Di sana, mereka mendirikan posko medis di salah satu rumah bidan. Di Sumur, mereka melakukan tindakan yang sama, yaitu mendata korban yang luka-luka hingga memberikan pengobatan gratis.
Bangun Rumah Warga
Gerakan Turun Tangan berkomitmen akan membangun kembali rumah warga yang terkena tsunami. Pembangunan nanti akan melibatkan warga atau pemilik rumah secara gotong royong, dengan memanfaatkan bahan sisa reruntuhan rumah warga yang masih bisa digunakan, seperti balok kayu dan batu bata. Sedangkan bahan material yang tidak bisa diambil dari runtuhan rumah, bakal dibiayai oleh gerakan Turun Tangan.
“Turun Tangan bekerjasama dengan Insaf Malaysia berencana akan membangun kembali rumah keluarga duafa yang hancur di Kecamatan Sumur. Kami akan memulainya dengan lima rumah pada tahap awal,” beber Andi Angger Sutawijaya, Direktur Eksekutif Turun Tangan.
“Mengapa gerakan Turun Tangan harus membangun rumah para penyintas? Alasannya sederhana, rumah bagi para korban bencana, selain tempat untuk memulihkan kembali trauma, rumah dapat memberikan dorongan untuk memulihkan kembali mental dan trauma penyintas.”
Hal yang sama pernah dilakukan oleh Gerakan Turun Tangan di Palu-Donggala, Sulawesi Tengah. Mereka membangun rumah warga dengan bantuan warga secara gotong royong.
Penulis: Ruslan