Jakarta, Lontar.id – Mengapa jika PSM Makassar menang melawan Lao Toyota? Ini klub sudah merasa paling hebat? Mau bagaimana pun saya bersyukur, tapi belum puas.
Seperti dua musim berturut-turut Barcelona dilatih Ernesto Valverde. Blaugrana cuma menang nama dan sejarah, tapi main bagus saja angin-anginan. Tidak konsisten.
Kemenangan demi kemenangan diraih cuma beruntung doang. Soal skema permainan, setiap saat saya was-was. “Ini mau bertahan atau menyerang sih?” Begitu pertanyaan saya dalam hati.
Di tangan Valverde, Barcelona memburuk. Melawan Roma mereka bablas ‘tertidur’ di lapangan dan tidak tahu kalau ia tumbang dengan gol balasan. Kedua, melawan Liverpool, ia mengantuk di Anfield. Ngehek!
Hasilnya, selama setahun mengikuti Barcelona, saya cuma melihat pelatih yang cuma mengandalkan kemenangan dan ciamiknya permainan nomor sekian.
Mungkin saya tidak terbiasa dengan sepak bola pragmatis. Membawa tim ideal di mata semua orang adalah hal yang lumrah. Tim ideal adalah tim yang baik.
Menonton Timnas Belanda pada masa-masa Van Persie dan Sneidjer contohnya. Gaya permainannya khas, tapi juara tidak pernah. Juara tanpa mahkota, begitu orang-orang menyebutnya.
Agak menyebalkan memang melihat Barcelona bermain selama dua musim ini. Apalagi Belanda. Bagi pencinta kemenangan itu adalah hal yang menggembirakan, tetapi sepak bola bukan cuma menang-kalah kan?
Valverde hanya mengandalkan Messi sebagai second striker. Jika tidak ada sosoknya, Barcelona hanya klub bernama tapi kekuatannya cetek.
Tak ada yang menarik. Bayangkan saja, di kandangnya, mereka bermain negatif di beberapa pertandingan melawan klub semenjana. Ngeyel, main di kandang kok bertahan?
Operan-operan dan agresivitas pemain yang seperti biasanya, juga sudah berkurang. Entah mengapa. Mungkin arahan pelatih. Tetapi apa yang lebih memuakkan, ketika klub andalanmu gagal melangkah ke final liga bergengsi?
Tiket final Liga Champions yang mereka sudah genggam, mau tidak mau direbut oleh Liverpool. Mereka tidak menggertaknya. Mereka memble.
Bersedih dan memperbaiki performa adalah keharusan. Valverde tidak tahu hal itu, dan PSM sekarang harus diingatkan. Mereka gampang terlena dengan kemenangan.
Sudah lama PSM tidak meraih juara. Bagaimanapun permainannya. Saya bersyukur tetapi belum puas atas capaian PSM selama dilatih Darije Kalezic sejauh ini.
Kelemahan Juku Eja gampang dieksploitasi lawan. Mau bagaimana pun skornya, tetapi tim tidak padu, buat apa? Mau menang tapi tidak membangun sistem yang baik dalam tim?
Kita memang wajib mengelu-elukan PSM saat menang dan mengangkat moralnya saat kalah. Jangan tunduk! Begitu kira-kira teriakan kita, jika melihat anak-anak Pasukan Ramang lesu setelah dikalahkan.
Masalah yang ada sekarang bukan soal produktivitas gol, melainkan pertahanan yang rapuh. Semua barangkali sadar itu. Sekarang saatnya kita tidak boleh larut dalam euforia.
Bayangkan saja, sewaktu Piala Indonesia, kita takluk di kandang Bhayangkara FC di PTIK, dan menang beruntung di Mattoanging. Jika ingin dilihat lebih jernih, kita pantas kalah kok.
Gol Bhayangkara tidak disahkan. Pelanggaran tidak berbuah penalti. Lalu kita semua berteriak “yes, kita menang!” Tunggu-tunggu, apa? Menang?
Itu tim kita sedang bermain buruk, tapi yang disorot cuma hasil akhir. Hei, sadarlah! Masa-masa mendatang PSM akan melawan sekumpulan binatang buas di hutan Liga 1. Ia akan melawan singa dan lain-lain.
Saya agak emosional setelah bek tengah masih kurang padu. Mau bagaimana lagi ya, agar pertahanan kita segera diperbaiki? Saya pikir sekarang adalah menekan tim untuk fokus berbenah.
Itu baru Bhayangkara. Bagaimana dengan yang lainnya? Beberapa klub sudah membenahi isi skuatnya yang bisa saja melumat PSM mentah-mentah.
Pikirkan lebih dalam dan matang, apakah kita harus selalu menang tapi lini pertahanan rapuh? Jika hanya memperbaiki lini depan dan lini belakang begitu saja, yakin mau juara Liga 1?
Saya menyukai Darije dari gaya mainnya terutama menyerang. Bertahan tidak. Meski begitu, ia menciptakan peradaban yang bagus, kalau Pasukan Ramang bisa menang tandang dengan sedikit sorak-sorai pendukungnya.
Intinya, ada banyak prinsip pejuang, salah satunya berusaha dulu, kemudian mengharapkan hasil. Seperti bermain atau menulis bagus dulu, lalu berharap juara atau pembaca banyak kemudian.
Kritiklah PSM semampunya. Biarkan yang lain memujinya. Jangan ambil jalan yang macet. Sebab cuma kita yang menjadi alarm, agar mereka tetap terjaga dan tidak ngantuk. Jangan sampai ia ‘tertidur’ di lapangan.