Jakarta, Lontar.id – Bali United adalah klub yang membuat saya selalu mengiri. Mereka dibangun dengan pola industri yang paling mutakhir di Indonesia.
Mereka punya toko khusus pernak-pernik Bali United, serta stadion yang cukup keren. Ada kafe dan faktor pendukung ketertarikan publik. Saya tidak perlu menjelaskannya terlalu jauh soal ini ya. Cukup.
Keseriusan Bali United itu juga terlihat setelah pemiliknya berniat menawarkan saham perdana alias initial public offering (IPO). Klub tersebut akan menjadi klub bola nasional pertama yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Cukup membanggakan, sebab Bali United, jika memang jadi mendaftarkan sahamnya, tentu saja masa depannya bisa ditentukan dari pasar yang menggeliat.
Masih bingung? Maksudnya adalah, model bisnisnya nanti tidak stagnan begitu saja. Ketika beberapa pemilik saham di Bali United yang tahu soal industri bisnis, maka kebijakan Bali United pasti akan mengikuti zaman.
Saya membayangkan, klub ini akan menjadi role model untuk klub-klub yang lainnya. Sebab, satu sponsor utama yang dominan, bisa saja mengatur klub dan keuangannya dengan pola yang lama.
Tidak salah jika diatur seorang saja. Namun, jika mengandalkan pola bisnis konvensional dan tak ingin mendengar masukan dari pemegang saham yang lain, contoh kecil soal arah bisnis, ya klub bisa stagnan.
Menurut Chairman yang juga pemilik Bali United FC, Pieter Tanuri, pasar modal dapat menjadi salah satu opsi untuk membesarkan klub bola miliknya, sekaligus industri bola nasional.
“Kalau sampai kami go public, tujuannya adalah memajukan sport di Indonesia. Kami sudah riset sederhana. Di Indonesia, tiga besar sumber devisa adalah batu bara, sawit, dan pariwisata. Sport tidak pernah masuk. Padahal di Amerika Serikat, 7 persen APBN-nya berasal dari industri olahraga,” ungkap Pieter dikutip dari Jaringan Informasi Bisnis Indonesia, Senin (11/2/2019).
Pieter menjelaskan dalam beberapa tahun terakhir, sektor sepak bola nasional pun turut menunjukkan perkembangan berarti, seperti jumlah penonton yang meningkat signifikan dan keberadaan pelatih yang berkualitas yang semakin banyak.
Pariwisata sudah jelas saling berkaitan dengan sepak bola. Saya setuju dengan Pieter Tanuri. Satu contoh, dalam perbincangan yang sederhana dengan Presiden Red Gank, Sul Dg Kulle, ia mengaku kalau PSM bisa mendongkrak pariwisata di Makassar.
Selain itu, nama Makassar bisa lebih dikenal di pulau-pulau lainnya. “Maksudnya begini, soal baju saja itu, jersey PSM misalnya, bisa dijadikan oleole bagi para pelancong dan perantau.”
Hal yang cukup masuk akal, apalagi baju PSM bisa dibilang cukup baik selama beberapa tahun belakangan. Dari segi kualitas dan tampilan, bisa bikin banyak orang kepincut dan jatuh cinta.
Klub kedua yang cukup menyita perhatian sejauh ini adalah PSS Sleman. Selain mainnya bagus, suporternya juga bikin saya bersemangat untuk menonton bola.
Mau tidak mau, gairah untuk menonton Liga Indonesia terdongkrak karena suporternya sudah bisa bikin koreo-koreo yang semakin hari semakin kreatif. Sekarang, mayoritas pencinta sepak bola Indonesia mengarahkan pandangannya ke Brigata Curva Sud.
Memang tidak ada data statistik yang mendukungnya, tetapi bisa dilihat dari tahun ke tahun, banyak pemuda juga pemudi yang masuk menjadi salah satu kelompok suporter. Ketertarikannya dimulai koreo suporter, selain itu apalagi?
Jika Anda setuju dengan saya, tolong bilang iya. Sebab, saya tidak cuma sekadar berasumsi. Di Makassar, saya bertanya pada kelompok suporter yang sudah cukup punya nama.
Industri sekarang sudah banyak berubah. Zaman tidak seperti dulu lagi. Misal, chant rasis pada klub lawan itu, perlahan-lahan akan mulai dilupakan karena kampanye masif di media sosial dan melihat efeknya.
Tentu saja hal itu akan memperbaiki mata dan nurani sponsor untuk memberi dana segar dalam liga atau klub yang dinilainya bisa punya pengaruh yang besar bagi brandnya.
Selain suporter, kini manajemen PSS juga mengaktifkan bahasa asing di websitenya. Jadi, media asing bisa melihat informasi-informasi dari mereka. Keran dana dari luar juga, bukan tidak mungkin.
Saya tidak bilang manajemen PSS itu sempurna. Dalam banyak kabar, ada beberapa kekurangan yang harus dibenahi. Tetapi untuk membuka mata khalayak soal pentingnya industri zaman kiwari, saya rasa itu perlu.
Selain PSS dan Bali United, bisnis PSM tampaknya akan bergeser dari pola konvensional ke industri kreatif. Selain sahamnya akan go public sebentar lagi, meski itu baru wacana, saya kira hal itu wajib didukung dengan beberapa poin yang harus digarisbawahi.
PSM sejauh ini sudah memanfaatkan seluruh kekuatan media sosialnya. Alhasil, sponsor satu per satu masuk. Kita semua bisa berpikir, kalau mereka memasang logonya di jersey, sebab ada tawaran dan prospek keuntungan yang jelas.
Di sisi lain ada banyak kekurangan di manajemen, itu tidak jadi soal. Bukan berarti kalau kita bangga, manajemen PSM tidak bisa dikritik. Ini berbicara dalam skup PSM menyentuh pasar milenial ya.
Ada banyak yang belum dilakukan PSM untuk meraup keuntungan demi kesehatan keuangan klub yang pada masa akan datang. Pertama dan utama, mereka belum punya stadion. Setiap pertandingan, mereka harus buang banyak dana ke pihak-pihak lain.
Mari lupakan soal itu dulu. Yang membuat saya bangga adalah, dilibatkannya limbah untuk urusan mendapatkan tiket VIP dalam pertandingan PSM Makassar melawan Semen Padang, 20 Mei 2019 mendatang di Stadion Mattoanging dalam helatan Liga 1.
PSM bekerja sama dengan start up lokal yakni Mallsampah dengan meluncurkan perogram tukar tiket tersebut. Mallsampah menyediakan lima lembar tiket bagi penukaran awal pada program ini.
Syaratnya cukup mudah, cukup mengisi formulir penukaran pada link yang tersedia di bio akun instagram @mallsampah. Adapun sampah yang bisa ditukarkan, yakni sampah daur ulang seperti plastik, kertas dan sejenisnya.
Minimum nilai penukaran sampah yakni Rp 50 Ribu. Sementara itu batas program ini sampai dengan hari pertandingan Pukul 13.00 Wita.
Jadi semoga saja industri sepak bola kita makin cerah ke depannya. Mari dukung dan beri masukan ke klub. Juga tetap berharap suara kita dikawal Asprov di daerah masing-masing. Jika tidak, ya, tahu sendiri kan PSSI bagaimana? Hehe.